Langkah yang Harus Diambil dan Dihindari Oleh Jagat Sinema BumiLangit

Konten Media Partner
19 Agustus 2019 13:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Poster beberapa karakter dari Jagat Sinema BumiLangit (Foto: Joko Anwar)
zoom-in-whitePerbesar
Poster beberapa karakter dari Jagat Sinema BumiLangit (Foto: Joko Anwar)
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta – Hanya dalam hitungan hari saja, Indonesia akhirnya akan memiliki jagat sinematik jagoannya sendiri. Jagat Sinema BumiLangit akan menjadi jawaban perfilman Indonesia untuk Marvel atau DC cinematic universe.
ADVERTISEMENT
Sebagai sebuah cinematic universe yang mengadaptasi cerita dari komik, Jagat Sinema BumiLangit tentunya sudah memiliki cukup banyak referensi dari jumlah film dengan genre superhero yang rilis dalam 2 dekade terakhir. Dari referensi tersebut, Play Stop Rewatch mencoba merangkum langkah-langkah apa saja yang seharusnya dan tidak seharusnya (do's and don’ts) diambil oleh Jagat Sinema BumiLangit.
Joko Anwar (Foto: Munady)
Seperti halnya Marvel Cinematic Universe yang memiliki sosok Kevin Feige, Jagat Sinema BumiLangit membutuhkan seorang Mastermind yang memiliki wawasan mendalam terhadap seluruh aspek di BumiLangit mulai dari referensi komik hingga adaptasinya ke layar lebar.
Sebuah jagat sinematik tentunya terdiri dari bermacam film yang dikemas dalam genre yang tidak selalu sama, serta dibuat oleh sutradara yang berbeda-beda, sehingga dibutuhkan sosok Mastermind untuk menjaga kesinambungan naratif secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT

Menyesuaikan persis dengan versi komik (Hindari)

Karakter Virgo yang diadaptasi ke dalam Webtoon dengan cerita yang berbeda (Foto: Webtoon)
Menceritakan kisah lewat komik tentunya berbeda dengan lewat film. Untuk dapat menginterpretasikan cerita secara keseluruhan, adaptasi sinema BumiLangit ke layar lebar perlu dilakukan penyesuaian mulai dari desain kostum para Jagoan hingga plot cerita.
Seperti halnya yang dilakukan oleh MCU, di mana momen-momen terkenal di komik digunakan hanya sebagai referensi dan ditampilkan dalam beberapa scene yang tidak selalu memiliki plot cerita yang sama dengan versi komiknya.

Fokus tidak hanya ke satu era (Ambil)

Jagat sinematik tidak harus selalu berada dalam urutan kronologis yang sama, seperti yang dilakukan oleh The Conjuring Universe di mana film The Nun meskipun rilis belakangan namun kejadiannya diceritakan terjadi puluhan tahun sebelum The Conjuring.
ADVERTISEMENT
Jagat Sinema BumiLangit sendiri setelah peluncuran resminya kemarin (18 Agustus 2019) memperkenalkan para Jagoan yang berasal dari setidaknya 2 era, yaitu Era Jawara dengan adanya karakter seperti Mandala dan Era Patriot (Gundala).
Dalam eksekusinya nanti, meskipun kecil kemungkinan untuk Mandala bertemu dengan Gundala di dalam film, tidak berarti Era Jawara yang bisa dibilang prekuel menjadi dikesampingkan. Bahkan, Era Jawara justru bisa dijadikan platform untuk meletakkan fondasi-fondasi referensi yang nantinya dapat digunakan oleh para Jagoan dari Era Patriot.

Menyamakan tone dari semua filmnya (Hindari)

Meskipun berada dalam satu semesta yang sama, namun tidak berarti semua film dalam Jagat Sinema BumiLangit harus memiliki “rasa” yang sama. Sebagai contoh, film Captain America: The Winter Soldier (2014) menampilkan tone political-thriller sementara film Ant Man (2015) menonjolkan sisi komedi yang kental sebelum kedua karakter tersebut bertemu untuk pertama kalinya di film Captain America: Civil War (2016).
ADVERTISEMENT
Kesamaan tone dari setiap film bisa jadi akan membuat penonton bosan, sehingga Jagat Sinema BumiLangit harus mampu menemukan formula tema yang cocok untuk masing-masing filmnya.

Memberlakukan ide standalone untuk setiap filmnya (Ambil)

Gundala yang akan memulai Jagat Sinema BumiLangit (Foto: Joko Anwar)
Mirip dengan poin sebelumnya, hanya saja kali ini lebih terfokus pada plot cerita. Secara naratif, semua film-film dalam Jagat Sinema BumiLangit tentunya terhubung satu sama lain, bahkan meskipun hidup pada era yang berbeda. Seperti halnya di Marvel Cinematic Universe, dimana ending dari film Thor: Ragnarok (2017) adalah awal dari film Avengers: Infinity War (2018).
Pun demikian, setiap film tetap harus memiliki value-nya sebagai sebuah film yang berdiri sendiri. Tidak harus menonton film tertentu terlebih dahulu (meskipun pada faktanya nanti kita tetap akan melihat film tersebut juga) untuk dapat mengerti dan mengikuti film Patriot nanti, contohnya. Setiap film dalam Jagat Sinema Bumilangit, meskipun berada dalam sebuah plot cerita yang jauh lebih besar, harus mampu menyampaikan kisahnya masing-masing.
ADVERTISEMENT

Fokus hanya ke beberapa Jagoan (Hindari)

Pahlawan-pahlawan super Indonesia yang kisahnya layak dijadikan film (Foto: Grafik: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
Jagat Sinema BumiLangit memiliki ratusan hingga ribuan karakter yang memiliki potensi menjadi favorit dari penggemar apabila di eksekusi dengan tepat. Karakter yang sudah resmi akan tampil seperti Sri Asih atau Aquanus boleh jadi merupakan salah satu dari deretan karakter yang akan menjadi pelopor cerita di semesta ini, namun jelas BumiLangit harus memperluas landscape mereka dan tidak hanya terfokus kepada beberapa Jagoan saja.

Selangkah demi selangkah (Ambil)

Slate film Jagat Sinema BumiLangit Jilid 1 (Foto: Joko Anwar)
Tidak seperti perdebatan Marvel vs DC, Jagat Sinema BumiLangit bisa dibilang tidak memiliki kompetitor yang mengambil approach yang sama walaupun ada Jagad Satria Dewa, tapi tetap saja mereka nampaknya belum sampai menyaingi hype dari Jagat Sinema BumiLangit. Sehingga tidak ada tekanan tersebut untuk Jagat Sinema BumiLangit, dan tidak perlu terburu-buru bagi Jagat Sinema BumiLangit untuk mengeksekusi setiap momen pentingnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, film Avengers: Endgame (2019) merupakan kulminasi hasil dari 11 tahun perjalanan bahkan di tengah persaingan dengan kompetitor seperti X-Men Universe atau Worlds of DC. Jagat Sinema BumiLangit mungkin tidak perlu menunggu hingga 11 tahun, namun setidaknya mereka memiliki waktu untuk membangun ceritanya secara perlahan hingga klimaks.

Berhenti total jika film-film pertamanya tidak sukses (Hindari)

Kumpulan para jagoan Jagat Sinema BumiLangit (Foto: Joko Anwar)
Apapun yang terjadi, baik secara kritik maupun finansial, Jagat Sinema BumiLangit harus terus melanjutkan perjalanannya. Dengan lebih dari 1,000 karakter yang dimiliki, masih sangat banyak potensi yang bisa dihasilkan oleh Jagat Sinema BumiLangit.
Dark Universe di Hollywood mungkin langsung padam setelah kegagalan film pertama mereka, The Mummy (2017) secara kritik dan finansial. Namun tuntutan dan circumstances-nya berbeda untuk BumiLangit, di mana antusiasme para moviegoers Indonesia untuk menyaksikan produk sinematik superhero versi lokal boleh dibilang sangat tinggi dan menjanjikan.
ADVERTISEMENT

Penuh twist dan mengadopsi metode loose adaptation (Ambil)

ADVERTISEMENT
Mandarin (Iron Man 3 – 2013) yang ternyata bukan Mandarin asli. The Ancient One (Doctor Strange – 2016) yang ternyata adalah seorang wanita. Vulture (Spiderman: Homecoming – 2017) yang ternyata adalah ayah dari Liz Allan. Semua momen ini kontradiktif dengan versi asli/komik yang sudah ada, dan untuk Jagat Sinema BumiLangit, sangat mungkin untuk mengadopsi metode seperti ini, di mana tidak seluruh aspek cerita harus diadaptasi 100% dari versi buku.
Selain karena kebutuhan plot cerita, memasukkan plot twist akan membuat penonton tidak dapat menebak apa yang akan terjadi, dan plot twist yang benar-benar bagus akan sangat disukai oleh penonton.
Jagat Sinema BumiLangit akan resmi dimulai pada tanggal 29 Agustus 2019 nanti dengan tayangnya film Gundala.
ADVERTISEMENT
Penulis: Satriawan Wiguna