OPINI: Tanpa Christopher Nolan, Maka Tidak Akan Ada Film The Batman

Konten Media Partner
3 Maret 2022 12:27 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
The Batman (Source: IMDB)
zoom-in-whitePerbesar
The Batman (Source: IMDB)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Play Stop Rewatch, Jakarta - Satu dekade setelah trilogi film Batman (The Dark Knight) ciptaannya berakhir, pengaruh sutradara Christopher Nolan di film-film DC masih terasa. Banyak film DC menjadikan karya Nolan sebagai panutan dalam development cerita, dunia, dan karakter. Tidak berlebihan mengatakan bahwa sebelum Marvel Studios menggebrak dengan semesta sinematiknya, Nolan yang mengubah bagaimana sebaiknya film superhero digarap.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut baru satu sisi dari pengaruh Nolan. Di sisi lain, ia berperan 'meruntuhkan' DC Extended Universe atau dikenal juga sebagai DCEU, membuka ruang untuk The Batman. Bagaimana bisa? Ironisnya, hal itu bermulai dari ia menyelamatkan franchise Batman yang rusak akibat Batman & Robin.
Ketika rilis di tahun 1997, Batman & Robin dikritik keras dan dianggap sebagai salah satu film terburuk yang pernah ada. Tak hanya gayanya dinilai campy, nyaris mendekati Batman era Adam West, ceritanya pun dianggap tidak berbobor. Selain itu, keinginan sutradara Joel Schumacher agar kostum Batman memiliki puting atau Bat-Nipple menjadi bahan olok-olok, bahkan hingga sekarang. Singkatnya, presentasi Batman di film itu jauh dari image yang dibangun komik-komik Batman pasca Golden Age yang lebih serius dan membumi.
Batman & Robin (Sumber: IMDB)
Upaya perbaikan dilakukan untuk menyelamatkan citra Batman. Joel Schumacher sempat kembali didapuk untuk membuat sekuel Batman & Robin di mana ia berjanji akan lebih dark. Melibatkan penulis naskah film The Cell, film itu diberi nama Batman: Unchained. Namun, Warner Bros (WB) sudah keburu pesimis dengan performa Schumacher dan merasa produksi Batman: Unchained terlalu mahal karena akan memunculkan semua villain dari film-film Batman sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Selama lima tahun, pasca Batman & Robin, franchise Batman di layar lebar dalam status limbo. Saking tak jelasnya, George Clooney pun malas untuk berperan sebagai Batman lagi. Titik cerah muncul di tahun 2003. Di tahun itu, Nolan, yang baru saja merilis Insomnia, diumumkan akan menyutradarai film Batman terbaru.
Nolan membawa visi jelas, menciptakan karakter dan dunia Batman yang lebih realistis dan membumi dari film-film sebelumnya. Nolan ingin menjadikan filmnya sebagai gambaran bagaimana Batman tumbuh dan berkembang menjadi sosok superhero, dengan inspirasi dari film Superman (1978). Nolan dan dan penukis naskah, David S. Goyer, mengambil inspirasi dari seri komik Batman The Man Who Falls, Batman: Year One, dan Batman: The Long Halloween di mana merupakan beberapa title wajib.
ADVERTISEMENT
Silverman berkata, hanya butuh 15 menit bagi Nolan untuk menyakinkan dirinya dan eksekutif bahwa film Batman bisa diperbaiki. Hasilnya bisa dilihat, Batman Begins (2005) yang kemudian diikuti dengan film berikutnya, The Dark Knight (2008) dan The Dark Knight Rises (2012) telah dianggap membawa dimensi baru akan arti apa itu superhero. Batman Begins beberapa kali disebut memulai gelombang reboot yang menelurkan Casino Royale dan The Amazing Spider-Man. Khusus The Dark Knight, visi Nolan dianggap berpengaruh terhadap perkembangan film lainnya seperti Skyfall dan Black Panther.
Batman Begins (Source; IMDB)
Suksesnya formula Nolan tak selamanya berujung baik seperti dikatakan di atas. Banyak produser menganggap style-nya adalah harga mati untuk membuat film superhero sukses. Dark, gritty, realistis menjadi kata-kata yang banyak digunakan ketika film superhero baru hendak digarap. Tidak sedikit juga fans yang merasa pendekatan Nolan sudah paling ideal untuk film superhero apapun, tanpa menyadari sudah melakukan gatekeeping bahwa film superhero tidak boleh lighthearted atau bisa diterima segala umur.
ADVERTISEMENT
Hal itu berujung 'blunder'. Film DC sempat menjadi terlalu lekat akan suasana suram dan gloomy seperti pada adaptasi Superman versi Zack Snyder, Man of Steel dan sekuelnya Batman vs Superman: Dawn of Justice di mana Nolan ikut berperan sebagai eksekutif produser. Kesan realistis dan usaha menciptakan tiap karakter yang membumi justru berakhir cringe. Karakter Superman yang seharusnya membawa levity dan light-hearted menjadi terlalu 'emo'
The Batman (Soruce: IMDB)
DC dan Warner Bros untungnya belajar dari kesalahan. Mereka mencoba keluar dari formula Nolan. Setelah kegegalan beruntun di fase awal DCEU, WB mulai melakukan pendekatan yang lebih memberi kebebasan ke sutradara demi mendukung pengembangan IP yang mereka miliki. Bahkan, DC tidak mewajibkan sutradara untuk memastikan film yang dibuat harus menjadi bagian dari semesta sinematik. Kalau perlu, ada beberapa semesta sinematik pun tak masalah yang dikonfirmasi oleh Matt Reeves bahwa ia sedang membuat Batverse, di luar DCEU.
ADVERTISEMENT
Perilisan The Batman versi Matt Reeves memberikan perspektif baru (bahkan menegaskan) niatan WB untuk berbenah. Karakter-karakter DC akan digarap untuk setia dengan spirit source material, namun tetap memiliki kekhasan. Variasi adalah kata kuncinya. The Batman, misalnya, digarap dengan gaya Noir untuk menonjolkan nuansa kisah-kisah detektif yang ada di komik-komik Batman. Sedikit banyak, bisa dikatakan bahwa tanpa Nolan, maka DC dan WB mungkin tidak akan pernah membuat The Batman. Di satu sisi Ia meng-invigorate Batman dan memperlihatkan bagaimana film superhero bisa digarap. Namun,(arguably) ia juga berperan meruntuhkan DCEU dan memaksa WB berbenah.
LUTHFI ADNAN, ISTMAN MP