Review Film Decision To Leave: Sensual Tanpa Seksual

Konten Media Partner
20 Juli 2022 12:05 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Film Thriller Terbaru Park Chan-wook menganalisis cinta platonik yang dibalut dengan murder-mystery.

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Play Stop Rewatch, Jakarta - Drama Korea sudah menjadi asupan banyak orang yang haus akan film atau seri yang menunjukkan kompleksitas hubungan, realita sosial, dan bahkan tindak kriminal. Hal itu terbukti dari kesuksesan seri Squid Game di Netflix dan film Parasite karya sutradara Bong Joon-ho yang menggemparkan banyak penonton. Akan tetapi, sebelum seri dan film tersebut, Park Chan-wook sudah lebih dulu berusaha memberikan sajian film-film kompleks seperti Oldboy dan The Handmaiden.
Sutradara film Decision To Leave, Park Chan-wook, di set film The Handmaiden.
Di kalangan cinephile, nama Park Chan-wook tentunya sudah tidak asing lagi. Sutradara yang kerap membuat film-film thriller tersebut memang terkenal akan karakter-karakternya yang multidimensional, kompleks secara psikologis, sinematografi ciamik, dan tentunya cerita penuh lika-liku yang mind blowning. Film terbarunya, Decision To Leave, yang membuat Chan-wook memenangkan Best Director di Cannes Film Festival, memiliki semua hal tersebut.
Poster Decision To Leave.
Decision To Leave menceritakan Hae-joon (Park Hae-il), seorang detektif hebat. Dia adalah polisi termuda yang pernah menjadi Inspektur di kota Busan yang terkenal ramai itu. Selain itu, dia juga tampan, dihormati, serta memiliki istri yang cantik dan cerdas (Lee Jung-hyun). Sayangnya, mereka tidak tinggal bersama.
ADVERTISEMENT
Sang istri bekerja di kota tepi laut, Ipo, sementara Hae-joon bertugas sebagai detektif pembunuhan di Busan. Walau begitu, sang detektif sesungguhnya bosan dengan kehidupannya. Ia kurang bergairah hidup karena sedikitnya tindak kriminal, bahkan pembunuhan, yang terjadi di kota Busan. Oleh karenanya, ketika jenazah seorang pria ditemukan di kaki gunung Busan, Hae-joon langsung meresponnya dengan "riang". Akhirnya, ada kasus menarik untuknya.
Kasus pembunuhan tersebut mempertemukan dia dengan istri sang korban, Seo-rae (Tang Wei). Tak hanya cantik, Seo-rae juga misterius. Wanita asal Tiongkok itu adalah seorang perawat lansia yang tampaknya tidak terlalu terganggu akan kematian suaminya. Curiga (baca: tertarik) akan Seo-rae, ia pun mulai menyelidiki (baca: mendekati) Seo-rae, bahkan sampai mengintainya tiap malam. Rasa curiga itu perlahan berkobar menjadi obsesi yang menciptakan hubungan platonik romantis di antara keduanya.
ADVERTISEMENT
Decision to Leave pada dasarnya adalah sebuah kisah cinta. Treatmentnya sangat seksi, namun tanpa satu pun adegan seks antara dua karakter utamanya. Sepanjang filmnya, Hae-joon dan Seo-rae hampir tidak pernah bersentuhan, kecuali di beberapa momen seperti merogoh saku masing-masing atau mengoleskan lotion berbau harum ke tangan mereka yang kapalan.
Dalam interview dengan The Korean Times, sutradara Park Chan-wook menyatakan treatment tersebut adalah hal yang ia sengaja. Ia ingin menunjukkan bahwa hubungan Seo-rae dan Hae-joon bisa dipercaya karena chemistry natural yang dimiliki keduanya. Ekspresi, sentuhan, dan gerak tubuh dirasa sudah cukup intimate menunjukkan hubungan mereka.
Park Hael-il dan Tang Wei, dua pemeran utama Decision To Leave.
Pendekatan Park Chan-wook sukses. Hal-hal tersebut sudah terlihat sejak pertama kali Seo-rae dan Hae-joon bertemu di ruang interogasi, di mana mereka berbalas kata dan tersenyum malu-malu tapi mau. Ada momen juga di mana Seo-rae memperbolehkan Hae-joon memotret bagian tubuhnya untuk kepentingan investigasi, dipenuhi dengan vibe yang sangat sensual. Bahkan, sampai ke titik mereka makan sushi premium bersama di meja interogasi, keduanya terlihat convincing sebagai pasangan yang lagi kasmaran dibanding polisi dan tersangka.
ADVERTISEMENT
Sequence-sequence tersebut di-direct Park Chan-wook secara efektif berkat pengambilan gambar yang mumpuni dan juga editing dengan pacing pas bagi penonton untuk meresapinya. Framing dan camera placement, bahkan posisi setiap subjek dan objek, terlihat simetris dan proporsional yang tentunya sudah diperhitungkan dengan sangat presisi. Dan, tentunya, film Park Chan-wook tidak akan lengkap tanpa adegan di mana satu karakter berada sangat dekat dengan kamera, sementara yang lain berada di ujung belakang.
Framing di film Decision To Leave sudah menjadi trademark film-film Park Chan-wook.
Cinematography intimate itu dilengkapi dengan percakapan dan interaksi yang ditulis dengan jelas dan indah. Setiap dialog ataupun monolog memiliki nuansa dan 'romansa' tersendiri, yang bisa melahirkan interpretasi berbeda-beda dari penonton. Adegan kejar-kejaran di rooftop bisa menjadi salah satu contohnya. Ketegangan situasi ini bisa terlihat dari ekspresi dan penyampaian Hae-joon dan target buronan yang dia kejar. Pada adegan it, sang karakter utama mengutarakan isi hati dan pikirannya ke sang buron, tentang nilai-nilai apa yang akan mereka khianati, kedamaian pikiran apa yang akan dikorbankan.
ADVERTISEMENT
Penggunaan teknologi, seperti kamera, audio recording, smartphone dan smartwatch juga menjadi salah satu tema yang sangat dipakai di film ini. Hal-hal ini terlihat dari sound delay yang menyelekit dalam percakapan, pentingnya text chat, semuanya memiliki tujuan untuk menaikkan ketegangan dan mendorong ceritanya. Rasanya Park Chan-wook diam-diam juga ingin menunjukkan bagaimana kemajuan teknologi telah mengubah cara kita untuk terhubung dengan orang lain, cara kita mengingat, dan cara kita mengalami atau kehilangan cinta.
Adegan penutup Decision To Leave dipenuhi dengan rasa ketegangan dan kekhawatiran, yang didekorasi dengan cinematograhy dan musik yang sangatlah pas.
Akhir kta, Decision To Leave memberikan berbagai macam pertanyaan yang bisa dipikirkan oleh penontonnya mengenai topik-topik yang dibahas. Apakah persepsi manusia bisa salah (apakah gaun Seo-rae berwarna biru atau hijau)? Apakah perasaan manusia dapat berubah (apakah Seo-rae mencintai Hae-joon atau dia hanyalah sosiopat yang terobsesi dengan sang detektif)? Jika dibandingkan dengan rekaman audio yang memiliki kejelasan dan bisa diputar berulang-ulang, ingatan dan perasaan kita adalah dua hal yang mudah berubah. Motivasi dan alasan seseorang melakukan sesuatu pun bisa dengan mudahnya disembunyikan di dalam hati dan pikiran mereka.
ADVERTISEMENT
Decision To Leave sedang tayang di bioskop Indonesia.
Isaac William Jefferson Mandagie