Review Film House of Gucci: Opera Sabun Keluarga Gucci

Konten Media Partner
13 Desember 2021 11:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Film House of Gucci (Foto: IMDb)
zoom-in-whitePerbesar
Film House of Gucci (Foto: IMDb)
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch - "Bapa, Putra, dan House of Gucci!" ucap Patrizia Reggiani (Lady Gaga), memantapkan 'dedikasinya' ke keluarga salah satu merk fashion termewah di dunia. Dedikasi itu kelak berkembang menjadi ambisi yang kelewat batas, memicu serangkaian pengkhianatan, tipu muslihat, dan pada akhirnya pembunuhan di keluarga Gucci.
ADVERTISEMENT
House of Gucci adalah film terbaru dari sutradara kawakan Ridley Scott, figur di balik belasan film apik mulai dari Alien, Gladiator, hingga The Martian. Kali ini dia mengadaptasi buku non-fiksi berjudul sama dari Sara Gay Forden yang mengisahkan jatuhnya keluarga Gucci dan bagaimana produsen fashion ternama itu pada akhirnya tak memiliki satupun anggota keluarga di dalam kepemimpinannya. Semua berawal dari pertemuan manis antara Patrizia dan 'putra mahkota' Gucci, Maurizio (Adam Driver).
Bertemu di sebuah pesta glamour, Patrizia langsung 'jatuh cinta' kepada Maurizio ketika mengetahuinya bermarga Gucci. Sejak saat itu, bak stalker, putri pebisnis truk itu memburu Maurizio, tidak ingin kehilangan kesempatan menjadi pasangan sang putra mahkota. Beruntung, Maurizio begitu nerdy sehingga segala perhatian yang diberikan Patrizia dengan mudah meluluhkan hatinya.
ADVERTISEMENT
Ayah dari Maurizio, Rodolfo Gucci (Jeremy Irons), tidak mempermasalahkan hubungan anaknya dengan Patrizia, namun melarang keras keduanya menikah. Rodolfo hakul yakin Patrizia adalah 'gold digger' yang ingin memanfaatkan Maurizio untuk panjat sosial. Jika Maurizio nekat, Rodolfo bersumpah akan menghapus nama ia dari daftar ahli waris kerajaan fashion Gucci. Maurizio memilih Patrizia.
Patrizia awalnya senang-senang saja Maurizio memilihnya dan beralih profesi menjadi sopir truk untuk membiayai kuliah hukumnya. Kelamaan, Patrizia gerah juga. Ketika mengetahui paman Maurizio, Aldo Gucci (Al Pacino), mengundangnya ke pesta ulang tahun, Patrizia melihatnya sebagai kesempatan bagus. Ia pun mulai menyusun rencana untuk memastikan Maurizio menguasai bisnis Gucci. Kebetulan, Aldo pun tidak yakin anaknya, Paolo Gucci (Jared Leto), akan mampu mengurus bisnis keluarga.
ADVERTISEMENT
Kami harus akui, di atas kertas, premis House of Gucci terdengar sangat sinetron. Konflik keluarga yang berujung pada pengkhianatan, tipu muslihat, dan balas dendam untuk menguasai harta dan tahta adalah premis yang sudah berkali-kali dipakai. Sutradara Ridley Scott tidak menawarkan eksekusi yang unik pada premis tersebut sehingga House of Gucci terasa sangat straight forward dalam bercerita.
Tidak hanya straight forward, Scott juga menyampaikan kisah keluarga Gucci yang penuh skandal itu dengan serius, bahkan terlampau serius. Scott memperlakukan naskah garapan Becky Johnson dan Roberto Bentivegna bak film Godfather, seolah-olah film mafia. Walhasil, dengan segala potensi yang dimilikinya, House of Gucci malah kurang fun. Paruh terakhir film, House of Gucci kehilangan daya hentaknya akibat direksi yang diambil Scott dan itu diperburuk durasi yang terlalu panjang 20-30 menit.
ADVERTISEMENT
House of Gucci, menurut hemat kami, seharusnya mendapat treatment ala Wolf of Wall Street-nya Scorsese (dark comedy) dengan fokus pada hubungan Maurizio dan Patrizia. Ada terlalu banyak hal unik (dan sinister) dari hubungan mereka berdua yang terlalu sayang jika dikemas dengan gaya terlampau serius. Sebenarnya ada bagian-bagian yang menjurus ke situ di beberapa bagian film, namun tampak jelas Scott setengah hati atau kebingungan antara mau fokus ke bisnis Gucci atau keluarga Gucci yang penuh skandal itu.
Meski direksi yang dipilih Scott tidak optimal, kami tak menyangkal bahwa skandal keluarga Gucci terlalu menarik untuk dikesampingkan. Bagaimana Patrizia Reggiani dan Maurizio Gucci menjungkirbalikkan bisnis keluarga dengan menyingkirkan siapapun yang menghalangi mereka disampaikan Scott dengan sangat runut. Hal itu dilengkapi dengan sinematografi yang memanjakan mata dari sinematografer langganan Scott, Dariusz Wolski.
ADVERTISEMENT
Patrizia Reggiani, yang dimainkan oleh Lady Gaga, adalah jantung dari skandal tersebut. Ialah motor yang menggerakkan setiap bagian di keluarga Gucci untuk menguntungkannya (dan Maurizio). Dijuluki Ratu Gucci oleh Paparazzi, Patrizia menggunakan kemolekannya untuk memanipulasi orang-orang agar bergerak berdasarkan kepentingannya.
Seperti kisah aslinya, kian hari manipulasi yang dilakukan Patrizia kian rumit. Ia mulai mengambil langkah-langkah beresiko yang ia yakini akan mengantarkan keseluruhan bisnis Gucci kepada dirinya dan Maurizio. Menurutnya, tidak ada yang lebih berani dibanding dirinya di keluarga Gucci. "Mungkin sayalah orang yang paling Gucci di antara semua anggota keluarga," ujarnya mantap dalam sebuah wawancara di tahun 2014.
Gaga memainkan perannya sebagai Patrizia dengan apik, namun hal itu tidak ditunjang development karakter yang sama bagusnya. Karakter Patrizia yang di awal film menimbulkan decak kagum karena rencana-rencana cerdasnya, di akhir film berakhir menjadi karakter yang sangat karikatur. Ia menjadi sosok yang benar-benar berbeda di mana kerjanya hanya menangis dan mengamuk.
ADVERTISEMENT
Karakter yang tidak kalah karikatur adalah Paolo Gucci, diperankan oleh Jared Leto. Sulit dikenali akibat banyaknya make up prosthetic dan aksen italia yang lebay-nya setengah mampus, karakternya bak tokoh kartun yang out of place. Scott sepertinya mencoba memposisikan Paolo sebagai comic relief di House of Gucci, namun Leto memerankannya dengan terlalu berlebihan, seperti ia habis belajar Overacting 101.
Dari jajaran aktor yang ada, adalah Adam Driver dan Al Pacino yang memerankan karakternya secara efektif dan efisien, tidak selebay Gaga dan Leto. Pacino, yang sudah sepuh untuk berteriak-teriak seperti dulu, hadir sebagai Aldo yang bijak, tenang, dan menyayangi keluarganya lebih dari bisnis Gucci. Driver, di sisi lain, mampu menunjukkan evolusi Maurizio dengan apik mulai dari sosok yang nerdy hingga menjadi pebisnis berdarah dingin dan licik seperti harapan Patrizia.
ADVERTISEMENT
House of Gucci pada akhirnya adalah film yang gagal memenuhi potensi yang ia miliki. Jika saja Scott lebih fokus dan tidak terlampau serius dalam memperlakukan ceritanya, film ini mungkin akan lebih enak dinikmati. Skandal House of Gucci memang memiliki banyak faset yang bisa dieksplor, namun harus diakui bahwa bagian terbaiknya bukan pada bisnis keluarga, tapi konflik di dalam keluarga Gucci itu sendiri. Scott terlalu rakus, mencoba menuangkan seluruh hal itu dalam House of Gucci. Walau begitu, bagi siapapun yang tidak familiar dengan skandal keluarga Gucci, yang berujung pembunuhan, House of Gucci adalah starting point yang bagus untuk tahu.