Konten Media Partner

Review Film Klasik 'Yojimbo' (1961), Sebuah Warisan Emas dari Akira Kurosawa

19 Maret 2020 8:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yojimbo (Foto: IMDb)
zoom-in-whitePerbesar
Yojimbo (Foto: IMDb)
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Untuk para penikmat film klasik Yojimbo mungkin adalah sebuah salah satu judul yang sudah tidak asing lagi, drama berdarah klasik yang dilukis dengan apik oleh salah satu sutradara yang menginspirasi seni gambar gerak modern ini, Akira Kurosawa.
ADVERTISEMENT
Yojimbo dibuka dengan kemunculan seorang Ronin (Samurai tanpa tuan) yang menjadi tokoh utama dan poros dari plot film ini. Mengisahkan kemalangan dari karakter utama pada era yang dihidupinya, akhir dari periode Edo. Kejatuhan dari ke-Shogun-an Tokugawa menandakan berakhirnya era untuk para Samurai.
Banyak samurai berkelana mencari pekerjaan dengan modal ilmu pedang mereka yang mulai memudar dimakan zaman. Sang karakter utama tidak lepas dari kemalangan tersebut dan terjatuh dalam kehidupan yang luntang-lantung yang digambarkan dengan karakter utama melemparkan sebatang pohon ke langit dan pergi kemanapun arah yang dituju batang pohon tersebut berharap mendapat sebuah pekerjaan.
Pertarungan antar 2 gank (Foto: IMDb)
Akhirnya sang ronin sampai pada suatu kota yang dikuasai dua gank yang saling bersaing yang masing-masing dimodalkan oleh dua pedagang sukses, pedagang kain sutra dan pedagang sake. Kedua kelompok memperebutkan kehadiran dari sang ronin agar bisa menang ketika perkelahian datang. Sehingga untuk bertahan hidup sang ronin harus menjadi seorang Yojimbo (bodyguard).
ADVERTISEMENT
Dalam pembuka, Akira ingin sekali menunjukkan sisi misterius dari karakter utama sang ronin, mengajak penonton dengan sabar mengurai dan menebak latar belakang dari sang ronin. Pengambilan gambar ditekankan dari gerakan letih sang ronin dan difokuskan ke punggung karakter untuk mengeksploitasi sisi misterius dari sang karakter utama sebelum akhirnya diperlihatkan sosoknya ketika dipersimpangan.
Sang Yojimbo memperkenalkan dirinya sebagai “Kuwabatake Sanjuro” ketika ia diminta untuk memperkenalkan diri dan saat itu juga sang ronin sedang menatap sebuah ladang buah mulberi. “Kuwabatake Sanjuro” yang secara harafiah berarti ladang buah murbei yang berusia 30 tahun merupakan salah satu gimmick untuk menunjukkan sisi misterius dari karakter Yojimbo ini yang sebenarnya tidak bernama dan mengisyaratkan usia paruh baya dari sang ronin yang merupakan penekanan dari sisi misterius sang karakter utama yang pada awal film membuat audiens bertanya “is he one of the good guys?” yang terus dieksploitasi lewat aksinya yang berpindah pihak menjadi Yojimbo dari satu kubu ke kubu yang lain dan bagaimana dia memanipulasi keadaan bahkan tanpa mengeluarkan pedang dari sarungnya.
Salah satu adegan di film Yojimbo (Foto: IMDb)
Sebelum akhirnya masuk kedalam sisi aksi yang disajikan, dalam perkelahian pedang yang realistis. Filosofi seorang Samurai yang dalam gerakan pedangnya semua ditujukan untuk melayangkan gerakan mematikan yang efektif untuk melumpuhkan lawan, sangat berbeda dengan film samurai modern yang kita ketahui yang penuh dengan desing pedang dan koreografi yang heboh.
ADVERTISEMENT
Keragaman watak dari sebuah kelompok semua diatur dengan piawai untuk menunjukkan watak masing-masing. Walaupun bergerak dalam sebuah kelompok, mereka tetap sebuah individu yang memiliki watak masing-masing.
Namun, Yojimbo menyajikan alur plot satu arah yang lambat dan bertele untuk menonjolkan tajuk emosi dalam film tersebut. Bagi kalian yang memang berharap untuk laga dari ahli pedang membantai satu sama lain, kalian mungkin akan kecewa karena lingkup pertarungan yang realistis yang disajikan oleh Akira Kurosawa.
Pertarungan terjadi begitu cepat karena unsur ilmu kemiliteran yang diadopsi samurai pada zaman itu untuk mengambil inisiatif lawan dan bergerak cepat namun terhitung. Jarak antar dialog terkadang begitu jauh sehingga keheningan kerap didera dalam satu scene yang bisa membuat audiens merasa bosan untuk terus menyimak adegan yang diputar selama dua jam lebih.
ADVERTISEMENT
Namun, segala kekurangan tersebut ditebus lewat Komposisi pengambilan yang selalu tepat sasaran dan penuh depiksi sehingga dalam film ini Akira Kurosawa tidak perlu menjelaskan apa yang dirasakan oleh karakter. Perubahan raut muka dan ekspresi dari karakter yang ditunjukkan dengan gaya khas Akira.
Marah lantas ia berdiri, malu ia akan terduduk atau jatuh ke bawah, dan bimbang dengan berjalan mondar-mandir yang ditonjolkan dalam film ini. Akira tidak perlu menjelaskan ketakutan yang melanda kota lewat dialog atau narasi. Dengan perlahan Akira menunjukkan dengan petunjuk-petunjuk dari jalanan sepi yang berdebu dan bagaimana orang kota tersebut hanya bisa mengintip lewat celah kecil jendela untuk mengetahui apa yang terjadi.
Adegan terakhir di film Yojimbo (Foto: IMDb)
Dalam scene laga terakhir, sang Yojimbo maju melawan sembilan orang. Watak mereka bahkan sudah ditandai dengan posisi yang diambil. Sang antagonis utama, Unosuke yang haus darah berdiri paling depan, tidak sabar untuk beradu pedang, sang ketua gang berada tidak jauh dari Unosuke sebagai seorang pemimpin namun ia sadar akan kemampuannya yang sangat minim dan diikuti oleh anggota gang lainya yang berani, pengecut, dan hanya ikutan saja. Dua kubu berjalan pelan ke arah masing-masing yang sangat dipenuhi keseriusan dan ketegangan antar kedua kubu.
ADVERTISEMENT
Penonton secara perlahan dibuat bertanya-tanya akan apa yang dilakukan Yojimbo dengan isyarat tangan Yojimbo disembunyikan di dalam Hakama-nya (baju tradisional Samurai masa itu) dan ketika skala scene naik pesat ketika pertarungan tiba, semuanya berjalan begitu cepat tanpa disadari tubuh mulai berjatuhan, yang berani maju dan mati namun sang pengecut lari dan tertebas dari belakang. Sampai akhirnya tersisa seorang remaja yang belum mengerti arti mengangkat pedang.
Pengambilan gambar dan penggambaran yang apik dari Akira Kurosawa membuat film Yojimbo menjadi salah satu film yang sangat berpengaruh bahkan menjadi inspirasi bagi film barat. Kisah Yojimbo yang terinspirasi dari wild west ini lucunya menjadi sebuah inspirasi untuk Sergio Leone untuk membuat Fistful of Dollars, sebuah film spaghetti western yang dibintangi Clint Eastwood yang jalan ceritanya hampir sama persis hingga karakter yang diadopsi oleh Clint Eastwood adalah “man with no name” yang oleh beberapa kritik, Fistful of Dollars dinilai sebagai sebuah plagiarisasi dari Yojimbo.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Django garapan Sergio Corbucci juga mengambil plot yang terinspirasi dari Yojimbo dan Film Last Man Standing garapan Walter Hill yang dibintangi Bruce Willis merupakan sebuah adaptasi remake dari Yojimbo yang menuliskan nama Akira Kurosawa dalam credit mereka.
Pengambilan gambar yang penuh komposisi dari Akira Kurosawa yang membuat film Yojimbo ini walaupun tidak berwarna, sangat kontras karena warna yang ditorehkan adalah warna asli manusia yang diuraikan dari watak dan ekspresi yang ditunjukkan oleh masing-masing karakter yang terlibat lewat kepentingan dan latar belakang masing-masing.
Walaupun berkelompok, Akira dapat memisahkan setiap karakter lewat watak dari masing-masing karakter. Semoga analisis saya dapat meyakinkan anda untuk menyaksikan Yojimbo untuk pengalaman berfilm anda.
ADVERTISEMENT
Kontributor: Rifqi Abdurrachman Nazalen