Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten Media Partner
Review Film Penyalin Cahaya : Menguras, Menutup, dan Mengubur si Medusa.
18 Januari 2022 5:52 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Film Penyalin Cahaya menjawab segala hype yang mengiringinya sejak memenangkan 12 piala citra tahun lalu. Tayang di Netflix sejak 13 Januari dengan judul alternatif Photocopier, film Penyalin Cahaya tak hanya sukses membuat tubuh begidik lewat plot-plotnya yang membetot emosi, tetapi juga memotret pelecehan dan disparitas perlakuan yang dihadapi perempuan.
Kisah Penyalin Cahaya sendiri disampaikan dari sudut pandang Suryani (Shenina Cinnamon), seorang mahasiswa tingkat pertama yang juga menjadi anggota komunitas Teater Matahari. Di sana, ia bertanggung jawab atas situs teater mulai dari mendesainnya hingga memperbarui isinya perihal pentas terbaru Teater Matahari, Medusa.
ADVERTISEMENT
Konflik dimulai ketika Teater Matahari memenangkan penghargaan atas pentas Medusanya. Kemenangan itu dirayakan besar-besaran via pesta di rumah salah satu anggota teater, Rama (Giulio Parengkuan). Suryani ikut diundang dalam pesta tersebut, dianggap berjasa telah mempromosikan pentas Medusa lewat web yang ia desain.
Tak ingin datang sendirian, Suryani mengajak temannya, seorang tukang fotokopi bernama Amin (Chicco Kurniawan). Amin awalnya malas menemani Suryani, namun berubah pikiran ketika Suryani janji tidak akan lama-lama di pesta. Namun, janji hanya janji, Suryani lupa waktu. Tidak hanya lupa waktu, Suryani pun teler menenggak minuman-minuman keras.
Mimpi buruk menghampiri Suryani esok harinya. Di tengah wawancara beasiswa, foto-foto ia teler di pesta tersebar ke publik. Saat itu juga permohonan beasiswanya ditolak. Suryani, yakin dirinya telah dijebak, bersumpah membuktikan dirinya tak bersalah. Bersama Amin, ia mulai menelusuri rentetan peristiwa sebelum, saat, dan sesudah pesta di rumah Rama. Tak ia sangka, penelusurannya membuka Kotak Pandora teater.
Sutradara Wregas Bhanuteja menampilkan proses penelusuran Suryani dengan apik, penuh dengan kelokan-kelokan plot yang tajam. Twist selalu menanti di tiap sudut cerita, siap mengalihkan perhatian penonton dari fakta sesungguhnya. Tak hanya sekali dugaan kami salah soal apa yang sebenarnya terjadi di malam Suryani berpesta.
ADVERTISEMENT
Kasus foto-foto teler Suryani sendiri baru pucuk gunung es saja. Di bawahnya, tersimpan rahasia-rahasia mengerikan yang melibatkan anggota-anggota Teater Matahari. Praktik menguras, menutup, dan mengubur, seperti slogan melawan Demam Berdarah, ternyata kerap dilakukan anggota teater untuk menutup rahasia-rahasia kelam mereka. Penonton akan dibuat terkejut-kejut dengan apa yang ditemukan Suryani selama penelusurannya.
Perlu digarisbawahi bahwa penelusuran Suryani bukanlah inti utama Penyalin Cahaya. Meski penelusurannya seru (dan dominan), deep down Penyalin Cahaya adalah kritik sosial perihal disparitas perlakuan dan pelecehan seksual yang kerap diterima perempuan. Spesifiknya, film ini berfokus pada gaslighting.
Sebagai korban yang telah dilecehkan secara publik, Suryani ditampilkan tidak mendapatkan support yang ia butuhkan. Sebaliknya, ia berkali-kali dianggap "pantas" dilecehkan. Hanya segelintir orang yang mau mendengarkan kesaksiannya dan menerapkan asas praduga tak bersalah.
ADVERTISEMENT
Gawatnya, salah satu anggota keluarganya pun tak berpihak pada Suryani. Suryani (nyaris) berjuang seorang diri, melawan tuduhan yang disematkan kepadanya, hingga ke titik ia mempertanyakan kewarasannya sendiri. Gaslighting adalah perkara nyata dan Penyalin Cahaya mengeksplorasinya dengan bagus.
Minusnya, Penyalin Cahaya 90 persen memposisikan pria sebagai sosok yang antagonistik terhadap Suryani. Mulai dari meremehkan, mencurigai, hingga gaslighting Suryani, pelakunya mayoritas adalah pria. Hal itu malah menyebabkan imbalance dan memberi kesan bahwa pria itu sudah pasti bajingan. Sejatinya, sutradara Wregas Bhanuteja tak perlu sampai seekstrim itu, menjatuhkan pria untuk menegaskan masalah yang dihadapi perempuan.
Suryani = Medusa
Apa yang unik dari kisah Penyalin Cahaya, pentas Medusa yang ditampilkan Teater Matahari sepanjang film adalah simbol dari apa yang dihadapi Suryani. Dalam mitologi Yunani, Medusa kerap dikisahkan sebagai perempuan berkepala ular yang akan mengubah siapapun yang ia lihat sebagai patung. Sejatinya, Medusa tak sejahat apa yang produk pop culture kerap perlihatkan.
ADVERTISEMENT
Medusa pada awalnya adalah gadis rupawan dengan rambut hitam dan kulit sehalus porselin. Ia juga pemuja Dewi Athena yang kemudian mempercayakan kuilnya kepada Medusa. Menurut Athena, Medusa akan meramaikan kuil yang ia percayakan.
Benar saja, kuil Athena langsung ramai begitu Medusa yang menjaganya. Namun, kebanyakan pengunjungnya adalah pria. Para pria tersebut lebih tertarik dengan kecantikan Medusa, bukannya datang untuk menyembah Dewi Athena. Salah satu dari sekian banyak pria yang datang itu adalah Dewa Laut, Poseidon.
Poseidon jatuh hati pada Medusa, namun cintanya bertepuk sebelah tangan. Medusa tidak mau berhubungan dengan Poseidon, bersumpah pada Athena tak akan 'mengotori' kuilnya. Kesal, Poseidon memperkosa Medusa dan meninggalkannya di kuil Athena. Athena, yang melihat Medusa telah dilecehkan, bukannya menolong tetapi malah mengutuk Medusa menjadi perempuan berkepala ular. Medusa dianggap gagal menjalankan tugasnya.
ADVERTISEMENT
Produk Pop Culture seperti kisah Clash of The Titans lebih banyak bercerita perihal apa yang terjadi setelah Medusa dikutuk. Tak banyak yang menyorot masa mudanya, sebelum ia didemonisasi dan tewas di tangan Perseus yang merupakan putra dari Zeus.
Suryani adalah representasi dari Medusa. Ia juga didemonisasi. Ia, yang berjasa meramaikan Teater Matahari berkat websitenya, malah dilecehkan secara publik. Dan, ketika ia sudah dilecehkan, nyaris tak ada yang mau membantunya untuk mengungkap fakta. Sur sudah dianggap cacat ketika dilecehkan dan upayanya untuk mengungkap fakta lebih dianggap sebagai beban jika bukan hal yang sia-sia.
Perumpaan Suryani = Medusa memang tidak ditampilkan secara subtle. Kisah pentas Medusa adalah salah satu plot device dari film ini. Jika penonton familiar dengan kisahnya, sejak awal sudah akan menangkap bahwa Suryani di Penyalin Cahaya adalah perwujudan dari Medusa sendiri.
ADVERTISEMENT
Dengan segala kelebihannya, Penyalin Cahaya adalah film Indonesia yang wajib ditonton. Ini adalah salah satu karya terbaik Wregas Bhanuteja. Tak hanya storytellingnya mantap, referensinya ke mitologi Yunani juga bagus. Sayangnya, sekarang momentum film ini terganggu kasus pelecehan seksual yang ironisnya dilakukan oleh penulis naskah film Penyalin Cahaya. Entah apakah pembuatan Penyalin Cahaya menjadi coping mechanism dari sang terduga.
Istman MP, Hervina Oktaviani