Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Review Film Raya and The Last Dragon: Petualangan Mencari Kepercayaan
4 Maret 2021 9:42 WIB
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Kembali dengan kisah petualangan seorang putri, Disney menyajikan suasana Asia Tenggara dalam film terbarunya yang bertajuk “Raya and The Last Dragon ”.
ADVERTISEMENT
Sajian tersebut tentunya menjadi warna baru dalam dunia animasi Disney. Tayang perdana pada 3 Maret 2021, film animasi garapan sutradara Don Hall dan Carlos Lopez Estrada ini menceritakan tentang perjalanan karakter Raya dalam upayanya menyatukan dan mendamaikan kembali dunia fiksi yang menjadi latar film tersebut, Kumandra.
Dikisahkan, Kumandra merupakan tempat manusia dan para naga berkekuatan sihir hidup bersama dengan harmonis. Namun, muncul sebuah kekuatan jahat yang mampu meluluhlantakkan dunia tersebut. Dengan kekuatan sihir, para naga berjuang untuk menyelamatkan seisi dunia, namun hanya satu naga yang mampu menjinakkan kekuatan tersebut. Alih-alih memanjatkan syukur, para penduduk Kumandra justru berperang untuk memperebutkan roh dari naga terakhir itu. Kumandra terpecah belah di saat yang salah.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan adalah kunci
500 tahun kemudian, kekuatan jahat tersebut kembali menghampiri Kumandra. Raya tidak memiliki pilihan selain mencari keberadaan naga terakhir yang mampu menyatukan dan menyelamatkan Kumandra kedua kalinya.
Pertemuan Raya dengan naga terakhir yang bernama Sisu itu bukanlah akhir dari perjalanan atau kunci persatuan dan keselamatan dunia. Ia dan Sisu harus melewati berbagai rintangan dan pertarungan yang menegangkan. Namun, karakter riang dan lucu yang dimunculkan lewat candaan dan celoteh Sisu mampu menetralisir ketegangan di sepanjang film berlangsung. Lebih dari itu, Sisu juga banyak mengajarkan Raya tentang pentingnya kepercayaan dalam upayanya menyatukan dan menyelamatkan dunia.
Narasi tentang kepercayaan sering kali dimunculkan di dalam film ini, menjelaskan bahwa nilai moral film ini berfokus kepada kepercayaan sesama makhluk hidup.
ADVERTISEMENT
“Don’t trust anyone” kata-kata tersebut menjadi pesan utama Raya kepada Sisu sesaat sebelum melakukan sesuatu, namun selalu dipatahkan oleh Sisu dengan bijak. Perlahan Raya pun merasakan kekuatan dahsyat dari sebuah kepercayaan. Berkat kepercayaan pula film ini dapat mencapai happy ending yang penuh makna. Penonton diajak untuk melihat keajaiban yang terjadi ketika kepercayaan terjalin dengan baik.
Tema yang hadir dalam film ini cukup ringan dan dekat dengan kehidupan, yang barangkali tidak disadari oleh sebagian orang. Sesederhana kata “percaya” ternyata mampu menyelamatkan dan menyatukan dunia yang telah hancur selama beratus-ratus tahun. Cukup naif but who knows? Siapa yang berani untuk membuktikan?
Uniknya, walaupun secara premis Raya and The Last Dragon terdengar seperti How to Train Your Dragon, film ini sangat berbeda dengan animasi garapan Dreamworks itu. Raya and The Last Dragon memiliki kisah dan cara bercerita yang berbeda. Konfliknya lebih dekat dengan permasalahan sosial.
ADVERTISEMENT
Selain cerita yang cukup dekat dengan permasalahan sosial, kelebihan Raya and The Last Dragon ada pada perhatiannya terhadap budaya Asia Tenggara, salah satunya Indonesia. Sebagai contoh, penonton Indonesia diajak untuk merasakan kenyamanan seperti di “rumah” lewat alunan gamelan yang menjadi musik pengiring sepanjang film berdurasi nyaris 2 jam itu. Terdapat juga beberapa kuliner yang tidak bakal asing di mata masyarakat Indonesia seperti sate, terasi, hingga bubur udang.
Pada visualisasi dunia Raya and The Last Dragon, sutradara Don Hall dan Carlos Lopez Estrada pun berusaha menghadirkan tampilan Asia Tenggara yang seotentik mungkin. Dibantu berbagai konsultan asal Asia, di mana beberapa dari Indonesia, mereka berhasil menampilkan pemandangan Asia Tenggara lewat barisan hutan tropis, sawah, istana-istana adat, hingga para penghuninya yang mengenakan pakaian khas ASEAN. Singkatnya, tampilan Raya and The Last Dragon tak hanya setia ke akar Asia Tenggaranya, tetapi juga indah, kaya, dan berwarna.
ADVERTISEMENT
Satu hal lagi yang perlu digarisbawahi dari Raya and The Last Dragon , jangan harap bakal menemukan musical number di dalamnya. Penonton tidak akan menemukan Raya cs menyanyikan musik-musik khas Disney ala Let It Go atau Into the Unknown. Sebagai gantinya, penonton bakal dimanjakan dengan berbagai adegan laga ala film bela diri Asia yang dinamis.
Apabila diingat-ingat, sejak Mulan dan Big Hero 6, sangat jarang Disney mengangkat kembali budaya Asia ke dalam film-film garapannya. Raya and The Last Dragon hadir untuk membawa kembali hal tersebut.
“Raya and The Last Dragon” sudah mulai tayang pada 3 Maret 2021 di bioskop Indonesia dan akan hadir di layanan streaming berbayar Disney+ Hotstar.
Ferenzkey Alvinda Rachmani
ADVERTISEMENT