Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Review Film Shang-Chi And The Legend of Ten Rings: Love Letter ke Wu Xia
4 September 2021 16:07 WIB
·
waktu baca 6 menitDiperbarui 21 September 2021 22:57 WIB

ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Film Shang-Chi and The Legend of Ten Rings adalah love letter untuk film action Hong Kong dan Wu Xia di tahun 90an. Di luar kisah superheronya, yang 'khas' Marvel Studios, ada banyak penghormatan untuk sub genre tersebut di film yang disutradari Destin Daniel Cretton ini. Sulit untuk tidak memikirkan aksi Jackie Chan, Jet Li, Donnie Yen, dan Sammo Hung menantang maut dulu ketika menonton Shang-Chi.
ADVERTISEMENT
PSR berkesempatan menonton Shang Chi secara legal pada hari premierenya kemarin, Jumat, 3 September 2021. Meski harus pergi ke luar Indonesia dulu untuk bisa menontonnya di bioskop, karena tak lagi adanya Disney+ Premium Access, it's worth it.
Kisah Shang-Chi and The Legend of Ten Rings dimulai dengan backstory Wenwu (Tony Leung) atau yang di dunia MCU memiliki nama sandi "The Mandarin". Ya, setelah kasus pencurian identitas oleh Aldrich Killian (Guy Pearce) dan Trevor Slattery (Ben Kingsley) di Iron Man 3 yang kontroversial tersebut, penonton akhirnya bisa melihat sosok asli The Mandarin yang jauh lebih bengis and sympathetic in some way.
Wenwu dikisahkan sebagai seorang warlord yang menjelajahi bumi selama ribuan tahun berkat kemampuan the Ten Rings. Selama ribuan tahun tersebut, ia menaklukan berbagai dinasti dan kerajaan untuk memposisikan dirinya sebagai de facto ruler of the world. Namun, layaknya manusia pada umumnya, Wenwu tidak puas akan kemampuannya. Ia ingin lebih. He's craving for more power to dominate the world.
ADVERTISEMENT
Keinginannya terjawab. Pada salah satu invasinya, Wenwu menemukan perkamen tua tentang desa tersembunyi. Para penghuni desa itu dikisahkan sakti mandraguna berkat energi yang diwariskan naga penjaganya. Berambisi untuk menjadi yang terkuat di dunia, Wenwu mencari desa tersebut tanpa menyadari bahwa apa yang menantinya di sana akan mengubah hidupnya.
Wenwu berhasil menemukan desa tersebut. Namun, bukannya menemukan naga, ia malah disambut seorang perempuan cantik, Jiang Li. Tidak Wenwu sangka, Jiang Li mengimbanginya dengan kemampuan menyerupai Aang di Avatar: The Last Airbender. In a twist of fate, Wenwu jatuh cinta kepadanya. Saking jatuh cintanya, Wenwu rela mengakhiri ambisinya untuk menguasai dunia dan memilih hidup bersama Jiang Li.
Dengan Jiang Li, Wenwu dianugerahi dua anak, Shang-Chi (Simu Liu) dan Xialing (Meng'er Zhang). Namun, sebuah tragedi yang menimpa Jiang Li membawa Wenwu kembali ke jalan berdarah dan ia mengajak Shang-Chi, sebagai pewaris Ten Rings, untuk menjalaninya bersama. Shang-Chi tidak mau, menyakini ayahnya telah tersesat ke jalan yang salah. Namun, alih-alih mencoba menyadarkan Wenwu, Shang-Chi memilih kabur, mengubah identitasnya, berharap sang ayah tak akan pernah menemukannya.
ADVERTISEMENT
Hubungan Wenwu dan Shang-Chi menjadi jantung dari film Shang-Chi and The Legend of Ten Rings. Lewat dialog serta laga kung fu di antara keduanya, penonton bakal melihat betapa kompleksnya hubungan Shang-Chi dan Wenwu. In some way, bakal mengingatkan penonton dengan konflik Darth Vader dan Luke Skywalker yang sedikit banyak dipicu tragedi tewasnya Padme Amidala.
Baik Shang-Chi maupun Wenwu sejatinya tidak membenci satu sama lain. Sebaliknya, masih ada a degree of respect di antara mereka yang dilandasi kesadaran bahwa ikatan darah tak bisa dihapus begitu saja. Walau begitu, mereka tahu betul bahwa jalan mereka masing-masing tak lagi bertautan, terlalu personal, sehingga hanya pertarungan yang bisa "memulihkannya" kembali. Rumit.
Tujuan mereka masing-masing tak kalah rumit. Misi dari Shang-Chi adalah menentukan jalan hidupnya. Ia harus memilih antara mengambil jalan yang sudah dibangun sang ayah dan memenuhi ekspektasinya atau mengambil jalan yang sepenuhnya berbeda dengan resiko memecah belah keluarganya lebih jauh lagi. Arc dari Shang-Chi adalah hero's journey through and through dengan perspektif anak perantauan yang meninggalkan keluarganya jauh-jauh
ADVERTISEMENT
Misi Wenwu lebih kompleks lagi. Jalan berdarah yang ia ambil, deep down, adalah upayanya untuk menyembuhkan duka yang ditinggalkan Jiang Li. Baginya, memiliki kekayaan melimpah ruah dan kekuasaan tanpa batas tak ada gunanya jika tidak ada pendamping untuk berbagi suka dan duka. Tiadanya Jiang Li telah melukai Wenwu hingga ke titik ia tidak segan mengambil aksi desperate, melukai orang lain, untuk mencoba menyembuhkan lukanya sendiri. Mengutip Wandavision, "what is grief if not love persevering".
Seriously though, kami jatuh cinta terhadap cara Tony Leung memerankan karakter Wenwu aka The Mandarin. Ia bisa membuat kami ikut merasakan sakit dan duka yang Wenwu derita hingga menjadikannya ayah yang gagal bagi Shang-Chi. Saking bagusnya, kami sadar betul review ini terkesan memuja-muja karakternya dibanding Shang-Chi, but he's really that good. He's a legend without question dan Marvel Studios beruntung bisa bekerja sama dengan Tony Leung.
ADVERTISEMENT
Rest assured, kisah Shang Chi dan Wenwu yang kompleks tadi tidak mengesampingkan unsur laga dan spectacle yang menjadi andalan film-film MCU selama ini. Kedua hal tersebut masih ada dan Shang-Chi and The Legend of Ten Rings tidak main-main dalam menyajikannya. Bahkan, kami berani mengatakan film ini adalah salah stau film MCU dengan action choreography terbaik, bahkan melebihi Captain America: The Winter Soldier yang dipuja-puja itu.
Di tangan mendiang action choreographer dan stunt coordinator Brad Allan, yang merupakan bagian dari Jacky Chan's Stunt Team, laga di Shang-Chi begitu beringas, menghentak, dan intense. Ada banyak homage ke film Wu Xia dan action Hong Kong 90an mulai dari The Legend of Condor Heroes, Crouching Tiger Hidden Dragon, hingga Police Story. Personal favorite ada pada pertarungan Shang Chi dan Wenwu di mana mengingatkan kami pada pertarungan Iko Uwais dan Cecep Arif Rahman di The Raid.
ADVERTISEMENT
Ya, problem CGI setengah matang yang melanda sebagian film MCU memang terulang lagi di sini. Ada bagian-bagian yang terasa half-baked sehingga membuat spectacle yang ada terasa kasar secara visual. Walau begitu, laga yang benar-benar well-choreographed hingga bikin kami flashback ke masa-masa layar emas mengalihkan perhatian dari kekurangan-kekurangan tersebut.
Everything is so well put hingga sulit menemukan kekurangan lainnya dari film ini kecuali masuk ke teritori nitpicking. Namun, jika harus menyebutkan lagi, terkadang kami merasa film ini bisa memakai ekstra waktu beberapa belas menit lagi untuk memperdetil perjalanan Shang Chi menjadi pahlawan. Mungkin bisa dengan mengurangi kisah Shang-Chi dan Katy (Awkwafina), betapapun bagusnya chemistry antara Simu Liu dan Awkwafina. Somehow the perks of Shang-Chi and Katy “we’re just friends-but there’s a lot of feelings involved” is just get on our nerve #lol.
ADVERTISEMENT
Overall, Shang-Chi and The Legend of Ten Rings kembali menunjukkan bahwa Marvel belum kehilangan tajinya dalam membuat film superhero, terutama origin story. Black Widow hanyalah a small dip in their portfolio, like Thor: Dark World. Kisah dan laga Shang-Chi benar-benar well-developed dengan karakter-karakter yang tidak hanya kompleks, tetapi juga likeable. Dan, hebatnya, kisah Shang-Chi mampu berdiri sendiri tanpa berusaha berkaitan dengan kisah MCU lainnya, even Iron Man 3. Jika melihat mid-credit scene, Shang-Chi is up for a bigger role in the Phase 4 of MCU.
NARARIA