Konten Media Partner

Review Film Spiral: Bukan 'SAW' yang Biasa

14 Mei 2021 8:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 26 November 2021 19:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Film Spiral.
zoom-in-whitePerbesar
Film Spiral.
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Film Spiral adalah upaya penyegaran terhadap franchise SAW yang sudah berusia 15 tahun lebih. Apabila film-film sebelumnya lebih berfokus pada teka-teki mematikan Jigsaw, Spiral menekankan misteri dan investigasi. Nah, agar perubahan tersebut tetap memiliki spirit asli franchisenya, Darren Lynn Bousman dari Saw II-IV kembali didapuk sebagai sutradara.
ADVERTISEMENT
Kisah Spiral disampaikan dari sudut pandang dua detektif, Zeke Banks (Chris Rock) dan William Schenk (Max Minghella). Keduanya bekerja untuk departemen kepolisian yang sarat akan pejabat korup. Adapun mereka ditugaskan untuk menyelidiki berbagai pembunuhan yang memiliki koneksi ke kasus-kasus di masa lalu.
Semakin jauh Banks dan Schenk melangkah, keduanya mulai menyakini bahwa kasus-kasus yang mereka selidiki berkaitan dengan kejahatan kepolisian. Keyakinan itu makin kuat ketika kolega mereka mulai diculik satu per satu dan ditempatkan di permainan mematikan. Kadung masuk terlalu dalam, Banks dan Schenk tak memiliki pilihan selain terlibat dalam permainan yang ada.
Di atas kertas, premis Spiral terdengar mirip dengan film-film Saw sebelumnya. Film ini masih melibatkan predatory death-dealing di mana korban dilibatkan dalam permainan mematikan bertema khusus. Saw I bertema escape room, Saw II bertema escape house, Saw III bertema meat factory, dan masih banyak lagi. Spiral bertema police brutality. Bedanya, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Spiral tidak menekankan pada permainan mematikan, tetapi investigasi untuk mengungkap siapa di balik permainan itu, apakah Jigsaw dari film-film sebelumnya atau seorang copycat.
Film Spiral
Pendekatan yang diambil membuat Spiral lebih seperi CSI: Saw dibanding film Saw. Pembunuhan, kesadisan, dan permainan tetap ada, namun penonton tidak akan menemukannya dalam kuantitas sebanyak film-film sebelumnya. Sepanjang film, penonton akan lebih banyak melihat Banks dan Schenks mencoba mengungkap misteri di hadapan mereka.
ADVERTISEMENT
Bagi beberapa orang, pemilihan itu bisa menjadi deal breaker. Apa yang membuat Saw dikenal nyaris hilang pada Spiral. Namun, bagi penonton yang sudah mulai bosan terhadap predatory death-dealing, Spiral adalah sebuah eksperimen yang patut dicoba. Untungnya, Spiral 100 persen lulus dari sensor sehingga tak ada adegan adegan sadis yang di-cut dari film (Mortal Kombat uhuk uhuk).
Sayangnya, pendekatan yang diambil oleh Bousman tidak dieksekusi dengan maksimal. Pengembangan misteri yang ada hanya bagus di awal film. Menjelang akhir film, pengembangan tersebut mulai dikebut, berujung pada ekskusi yang lackluster dan kehilangan fokus. Sutradara Bousman seperti terburu-buru atau tidak tahu bagaimana sebaiknya film diakhiri.
Plot brutalitas kepolisian dan kekerasan mereka terhadap warga kulit hitam juga gagal dieksplorasi dengan baik. Padahal, berbagai simbol terkait isu itu sudah ada di sepanjang film, mirip dengan film-film Saw sebelumnya. Sederhananya, kesempatan untuk menampilkan social commentary ala Get Out atau Antebellum lewat begitu saja.
ADVERTISEMENT
Untungnya, aktor Chris Rock mampu memberi nyawa terhadap Spiral. Lewat celetukan-celetukannya yang jenaka, Chris Rock berhasil memicu gelak tawa dan menjadikan detektif Banks sebagai karakter yang likeable. Film ini seperti menjadi percoba kesekian Rock untuk tampil lebih serius setelah serial Fargo dan film Bad Company.
Overall, Spiral, yang memiliki subtitle From the Book of Saw, adalah upaya perubahan yang patut diapresiasi. Spiral mencoba untuk tampill beda dibandingkan film-film pendahulunya agar franchise Saw tidak terjebak pada kisah yang itu-itu saja. Sayangnya, upaya tersebut tidak dilakukan dengan maksimal dan malah membuat Spiral nyaris tak memiliki spirit film-film pendahulunya.