Review Greenland: Kiamat dan Siapa yang Pantas Selamat Darinya

Konten Media Partner
10 Maret 2021 11:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Greenland (Foto: IMDb)
zoom-in-whitePerbesar
Greenland (Foto: IMDb)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Play Stop Rewatch, Jakarta - Kalimat tersebut meggambarkan tema besar dari Greenland, disaster movie baru yang disutradari oleh Roman Waugh dan diproduseri oleh aktornya sendiri, Gerard Butler. Greenland mengajak penonton untuk melihat bencana alam bukan dari perspektif dampak naturalnya, tetapi dari sisi kecemburuan sosial yang ditimbulkan.
ADVERTISEMENT
Film ini berangkat dari insinyur bernama John Garrity (Gerard Butler) yang mendapati bumi akan dihajar pecahan komet raksasa bernama Clarke. Gawatnya, pecahan komet tersebut bukannya jatuh di lautan sesuai prediksi para pakar, melainkan di kawasan padat penduduk.
Sadar dirinya dan keluarga dalam bahaya, Garrity bergegas mengungsikan mereka. Kebetulan, pemerintah menyediakan tempat di bunker mereka untuk Garrity dan keluarga. Namun, bukannya upaya evakuasi menjadi kian lancar, situasinya malah kian buruk. Informasi soal pemerintah memilih siapa yang akan tinggal di bunker bocor, menimbulkan ketegangan antara mereka yang terpilih dan tidak. Masyarakat terpecah di waktu yang salah.
Perpecahan tersebut dibangun bertahap oleh Greenland. Perpecahan di masyarakat tidak serta merta terjadi, tetapi berangkat dari susunan terkecil di masyarakat dulu yaitu Keluarga. Sejak awal film, keluarga Garrity diperlihatkan tidak dalam posisi yang harmonis. Keluarga mereka berantakan dengan Garrity kerap bersitegang dengan istrinya.
ADVERTISEMENT
Konflik keluarga Garrity menjadi foreshadow soal apa yang terjadi berikutnya ketika ego bertabrakan di ujung peradaban. Ketika komet jatuh, konflik secara bertahap naik ke tingkat-tingkat berikutnya dengan puncak pada pertanyaan soal siapa yang pantas selamat dan tidak di masyarakat. Untuk Garrity, jelas ia dan keluarganya lah yang pantas selamat, seburuk apapun kondisi mereka saat itu.
Greenland (Foto: IMDb)
Dari treatment tersebut, mungkin Greenland bisa dikatakan sebagai versi serius dari Seeking a Friend for The End of The World atau versi ramah dari Melancholia-nya Lars Von Trier. Kedua film tersebut melihat kiamat bukan dari bencana naturalnya, tetapi bencana sosialnya. Lewat pendekatan yang lebih character-driven, penonton diharapkan lebih merasa relatable dengan perjalanan karakter-karakter dalam menghadapi kiamat.
ADVERTISEMENT
Untuk mereka yang berharap akan mendapat sajian seperti Deep Impact atau Armageddon-nya Michael Bay mungkin akan sedikit kecewa dengan cara Greenland menyorot kiamat.
Terlepas skalanya yang tidak sebesar dua judul tersebut, Greenland tergolong bagus dalam memperlihat kondisi dunia yang kalut. Jatuhnya komet menimbulkan kekacauan di mana-mana mulai dari gedung-gedung yang luluh lantak hingga warga yang tewas diterjang ledakan. Apa jadinya disaster movie tanpa kekacauan di mana-mana bukan.
Scoring dan cinematography dari Greenland secara apik mendukung atmosfer kiamat tersebut. Depresif secara look dan mood untuk memperkuat kekacauan yang terjadi, baik di alam maupun masyarakat.
Adapun kelemahan dari film ini adalah aktor sang anak yang diperankan oleh Roger Dald Floyd yang terasa menjengkelkan sejak awal cerita. Aktingnya terasa tidak hidup dan terasa kaku. Namun itu bukan hal yang besar untuk dipermasalahkan, karena peran anak kecil ini juga kecil dan hanya penambah suasana agarpenonton lebih gemas.
ADVERTISEMENT
Overall, Greenland cukup mengejutkan kami di PSR. Kami mengira ini bakal menjadi disaster movie generik ala film Gerard Butler sebelumnya, Geostorm. Ternyata kami salah. Film ini sukses menceritakan bencana alam dengan perspektif dan treatment yang lumayan jarang dipakai, story over spectacle. gbukan sekedar bicara soal bencana alam, tetapi keluarga, kemanusiaan, dan kecemburuan sosial.
Greenland mulai tayang di jaringan Bioskop XXI pada Rabu ini, 10 maret 2021,
Trisnanyolo