news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Review Judas and The Black Messiah: Spionase, Sosialisme, dan Black Panther

Konten Media Partner
23 April 2021 7:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Judas and the Black Messiah
zoom-in-whitePerbesar
Judas and the Black Messiah
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Film Judas and The Black Messiah adalah salah satu hidden gem dari nominasi Best Picture Oscar 2021. Relatif tidak terdengar dibanding kompetitornya seperti Minari, Nomadland, ataupun The Trial of Chicago 7 yang memiliki genre serupa, Judas and The Black Messiah adalah political drama yang menghentak lewat eksplorasinya terhadap perjuangan Black Panther asal Illinois, Fred Hampton.
ADVERTISEMENT
Black Panther di sini tidak memiliki asosiasi dengan karakter bernama sama dari Marvel Comics. Di Judas and The Black Messiah, yang diangkat dari kisah nyata, Black Panther adalah organisasi Black Power dengan misi melindungi anggota-anggota komunitas kulit hitam dari brutalitas aparat. Adapun organisasi tersebut didirikan tahun 1966 oleh mahasiswa asal Oakland bernama Bobby Seale dan Huey P. Newton.
Meski awalnya Black Panther dibentuk sebagai pasukan tempur dan pengawas, operasionalnya berkembang ke misi-misi sosial. Di akhir 60an, Black Panther tak lagi hanya melindungi komunitas kulit hitam dari kejahatan aparat, tetapi juga membantu mereka mendapatkan makanan, layanan kesehatan, dan pendidikan. Salah satu motor penggerak utamanya saat itu adalah pria kulit hitam Illinois bernama Fred Hampton.
ADVERTISEMENT
Tidak semua orang bisa menerima kehadiran Black Panther. Beberapa menganggapnya sebagai organisasi berbahaya. Salah satu yang beranggapan begitu adalah mantan Direktur FBI J. Edgar Hoover. Menyakini Black Panther sebagai "ancaman keamanan nasional terbesar", ia mendirikan COINTELPRO (Counter Intelligence Program) yang bertujuan untuk memata-matai, memanipulasi, dan menghancurkan Black Panther dari dalam. Bagaimana COINTELPRO bersinggungan dengan Fred Hampton, lewat penyusup bernama Bill O'Neal, menjadi kisah utama Judas and The Black Messiah.
Dalam sebagian besar ceritanya, Judas and The Black Messiah disampaikan bukan dari sudut pandang Fred Hampton (Daniel Kaluuya), tetapi Bill O'Neal (Laketih Stanfield). Adapaun film dimulai dengan penangkapan O'Neal oleh seorang agen FBI yang mengklaim bernama Roy Mitchell (Jesse Plemons). Mitchell menangkap basah O'Neal menyamar sebagai agen federal untuk mencuri mobil.
Judas and the Black Messiah
Atas kejahatan yang ia lakukan, plus catatan-catatan kriminal di masa lampau, O'Neal terancam dipenjara untuk waktu yang lama. Namun, Mitchell menawarkan pengampunan atas kejahatan-kejahatan tersebut selama O'Neal mau menjadi mata-mata COINTELPRO di Black Panther. Seperti bosnya, J. Edgar Hoover (Martin Sheen), Mitchell memandang Black Panther sebagai ancaman, tak ada bedanya dengan kelompok teroris seperti Ku Klux Klan.
ADVERTISEMENT
O'Neal, tidak memiliki banyak pilihan, menerima tawaran tersebut. Ia kemudian masuk ke Black Panther cabang Illinois di mana Fred Hampton menjadi figur sentralnya. Di luar bayangan O'Neal, penyusupan itu tak semudah harapan. Karisma dan misi Hampton untuk membentuk koalisi multi-ras Rainbow Coalition membuat keberpihakan ia mulai condong ke Hampton. Apa yang terjadi selanjutnya adalah drama tipu muslihat, spionase, dan pertentangan batin O'Neal
Meski sebagian besar kisah Judas and The Black Messiah disampaikan dari sudut pandang O'Neal, tidak bisa disangkal bahwa Fred Hampton lah hati film ini. Daniel Kaluuya memerankan Fred Hampton dengan fantastis. Lewat aktingnya, Hampton tampil sebagai sosok yang karismatik lewat cara pandang sosialisnya serta orasi-orasinya yang memperjuangkan "Freedom and Equality" untuk komunitas kulit hitam.
ADVERTISEMENT
Scene terasa hidup setiap kali Kaluuya muncul. Ia adalah kaitnya dan itu juga terbantu keberhasilannya menampilkan berbagai faset dari Hampton. Hampton bukanlah sekedar pejuang revolusi, tetapi juga sosok penyayang di belakang layar dan komando di medan perjuangan. Bukan perkara gampang untuk menampilkan itu semua sehingga tidak heran Kaluuya diganjar nominasi Best Supporting Actor Oscar 2021.
Akting Lakeith Stanfeild sebagai O'Neal tidak kalah bagus. Ia berhasil menampilkan sisi kompleks dari O'Neal yang terjebak dalam perdebatan eksistensial, apakah dia seorang agent atau anggota komunitas kulit hitam. Namun, sebagai aktor utama, karisma Stanfield tidak semenonjol Kaluuya yang lebih menghentak.
Di luar akting kedua lakon utama, Judas and The Black Messiah menonjol berkat kandungan ideologi politiknya. FIlm ini beberapa kali menyinggung sosialisme lewat karakter Hampton.
ADVERTISEMENT
Hampton adalah penganut sosialis sejati. Beberapa karya tulisnya soal ideologi tersebut masih bisa ditemukan dengan mudah di internet. Ia menentang kapitalisme, kepemilikan oleh pribadi, di mana menurutnya komunitas kulit hitam adalah korban terbesarnya via perbudakan. Itulah kenapa, dalam beberapa orasinya, Hampton menegaskan bahwa kapitalisme tidak bisa dilawan dengan kapitalisme kulit hitam. Hal itu akan membuat masalah yang ada jalan di tempat.
"Kita tidak akan melawan kapitalisme dengan kapitalisme kulit hitam. Kita akan melawannya dengan sosialisme," ujar Hampton.
Berbagai pemikiran sosialis, tak terkecuali dari Karl Marx, berseliweran di sepanjang film, terutama ketika Hampton menjadi figur sentralnya. Bagi mereka yang paham, hal tersebut memberi nuansa lebih terhadap kisah Judas and The Black Messiah. Di balik kisah spionasenya, film ini adalah studi tentang sosialisme dalam perjuangan komunitas kulit hitam yang keduanya disalahpahami oleh Pemerintah Amerika.
ADVERTISEMENT
Untuk mempertegas elemen itu, izin mengutip kalimat dari Lenin yang ia tulis di buku State and Revolution: "Kelompok yang berusaha menjadi revolusioner akan terus tertindas dan akan ditutup tutupi perjuangan mereka oleh kaum kaum elit atas demi kepentingan sepihak kelompok politik."
Fred Hampton, dengan pandangan sosialisnya, adalah revolusioner itu dan COINTELPRO adalah upaya untuk menutupinya. J. Edgar Hoover sampai pada satu titik meletakkan Hampton dan Sosialisme di barisan yang sama ketika menyebut Black Panther sebagai ancaman keamanan nasional.
Sebagai catatan tambahan, di kenyataan, Black Panther tak hanya mengadopsi pemikiran Marx, tetapi juga pemikiran penting dari Frantz Fanon, Régis Debray, Herbert Marcuse, Che Guevara, dan Malcolm X.
Sedikit kritik penting bagi film ini adalah kurangnya point of view yang memperlihatkan hubungan Fred Hampton dengan keluarganya, baik di dalam maupun di luar Black Panther. Jika saja ada porsi lebih terhadap hal itu, penonton akan mampu mengidentifikasi karakternya dengan lebih baik di awal film dan lebih bersimpati kepadanya. Namun, bisa dimaklumi, Judas and The Black Messiah berjibaku dengan tantangan menyeimbangkan perspektif Bill O'Neal dan Fred Hampton.
ADVERTISEMENT
TRISNANYOLO