Review Nomadland: Para Nomad yang Dikhianati American Dream

Konten Media Partner
24 April 2021 18:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nomadland
zoom-in-whitePerbesar
Nomadland
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Dari sekian banyak film jebolan Oscar yang masuk dalam nominasi Best Picture Oscar 2021, Nomadland adalah salah satu yang digadang-gadang untuk menang. Lahir dari direksi Chloe Zhao, yang akan kembali lewat film MCU The Eternals, Nomadland adalah potret kehidupan para nomaden di Amerika. Nomaden sendiri adalah mereka yang "tersingkirkan", tidak memiliki hunian tetap, dan hidup berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain ala gipsi.
ADVERTISEMENT
Berlatar tahun 2011, Nomadland diceritakan dari sudut pandang seorang nomaden bernama Fern (Frances McDormand). Setelah suaminya meninggal dan tempat ia bekerja ditutup, Fern terpaksa menjadi seorang nomaden karena tidak ada satupun tempat yang ingin memperkerjakan perempuan tua seperti dirinya. Menurutnya, lebih baik ia berpindah-pindah tempat, berganti-ganti pekerjaan, daripada harus menyerah terhadap keadaan.
Kehidupan nomaden tidak seburuk yang dibayangkan Fern. Dari sekedar berpindah-pindah tempat tinggal, kehidupan nomaden berubah menjadi perjalanan spiritual bagi Fern. Ia menemukan berbagai pencerahan, teman, serta pengalaman yang mungkin tidak akan didapatkan jika tidak hidup bagai musafir. Menginjak pedal gas mobil karavannya, Fern menjelajah makin jauh, melihat sisi-sisi Amerika yang selama ini lolos dari perhatian.
Film ini nyaris tanpa plot. Sepanjang film kita hanya mengikuti perjalanan Fern dari satu tempat ke tempat yang lain. Kisah dibangun bukan dari konflik pribadinya, tetapi dari apa yang ia temukan sepanjang perjalanan nomadennya. Itulah kenapa, bagi sebagian orang, di satu sisi Nomadland bisa terasa seperti documentary, di sisi lain terasa seperti kumpulan cerita para nomaden tanpa ujung. Destinasi Fern di film ini adalah perjalanan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Sutradara Chloe Zhao menggunakan bahasa visual untuk membangun mood dari cerita-cerita itu. Bersama cinematographer James Richards, Chloe menyusun frame yang menekankan pada uniknya komunitas Nomad dan pedalaman Amerika yang masih perawan. Ia tidak mau mengandalkan CGI, membiarkan alam yang bercerita kepada penonton. Mulai dari padang pasar, hutan hijau, hingga matahari terbenam, semua natural.
Treatment serupa berlaku untuk audio. Chloe Zhao tidak mengandalkan score-score melodramatis. Ia minimalis, lagi-lagi membiarkan suara asli pedalaman Amerika yang membangun suasana di Nomadland. Kalaupun score dipakai, ia memainkannya dengan sangat pelan, sayup, untuk menjaga experience pedalaman yang ditampilkan kepada penonton.
Nomadland
Frances McDormand, sebagai Fern, adalah bagian integral dari cara bercerita Chloe Zhao. Aktingnya mengagumkan, menghadirkan kualitas Oscar tanpa melodrama. Penonton tidak akan menemukan tangisan, teriakan, ataupun pidato yang berbunga-bunga dari akting McDormand, tetapi perempuan kalem, hangat, serta menyatu dengan komunitas nomaden asli yang dihadirkan ke Nomadland.
ADVERTISEMENT
Akting itu sejalan dengan fungsi Fern di kisah Nomadland. Fern bukanlah ratu drama, ia adalah saksi mata. Keberadaan dia adalah medium untuk para nomaden menceritakan kisah-kisah mereka ke penonton mulai dari bagaimana mereka "tersingkirkan" dari peradaban hingga bagaimana mereka bertahan dari stigma buruk. Itulah kenapa, dalam sebagian besar penampilannya, akting Frances McDormand menekankan pada bagaimana ia bereaksi terhadap kisah para nomaden yang ada.
Jika tujuan utama Nomadland adalah memotret kehidupan para nomaden se-real mungkin, seperti apa yang kami yakini, maka film ini bisa dikatakan berhasil. Lewat film ini, penonton akan tahu seperti apa kehidupan para nomaden di Amerika, betapa kuatnya rasa kekeluaragaannya, dan bagaimana American Dream telah mengkhianati (bahkan menyingkirkan) mereka. Di sisi lain, penonton juga akan disadarkan bahwa "Home is where your heart is".
ADVERTISEMENT
Melihat kelebihan-kelebihan itu, tidak heran Nomadland telah mendapat ratusan nominasi serta banyak penghargaan. Gilanya, Chloe Zhao memegang tiga peranan sekaligus dalam film ini yaitu sebagai sutradara, penulis, dan editor. Bukan pekerjaan gampang ketika posisi sutradara sendiri adalah pekerjaan berat. Namun, tetap perlu diakui bahwa Chloe Zhao membuat film ini bukan untuk semua orang. Nomadland adalah kisah perjalanan tanpa destinasi, bukan film yang pas untuk mereka yang menginginkan closure. Perjalanan beserta kisah di sepanjangnya itu yang menjadi destinasi Nomadland.
TRISNAYOLO