Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Review Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings: ORIGINS SUPERHERO CIAMIK
22 September 2021 10:10 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Di era inklusivitas dan representasi dewasa ini, Marvel Cinematic Universe (MCU ) kembali menggeliat dengan menghadirkan origins atau kisah asal mula superhero Shang-Chi yang merupakan keturunan Tiongkok lengkap dengan menjadikan mitologi yang erat dengan kebudayaan Tiongkok sebagai bagian penting dari keseluruhan film.
ADVERTISEMENT
Diangkat dari komik Shang-Chi rekaan penulis komik Steve Engelheart dan ilustrator, Jim Starlin yang mengawali debutnya di komik Special Marvel Edition #15 terbitan Desember 1973 ini, film Shang-Chi And The Legend of The Ten Rings hadir menyapa para penggemarnya dengan arahan sutradara Destin Daniel Cretton dan dibintangi oleh Simu Liu, Awkwafina, Fala Chen, Meng’er Zhang, serta dua aktor senior, Michelle Yeoh dan Tony Leung.
Shang-Chi And The Legend of The Ten Rings tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai tanggal 22 September 2021.
Sinopsis Shang-Chi And The Legend of The Ten Rings
Kehidupan Shaun (Simu Liu) sebagai petugas parkir valet bersama sahabatnya Katy (Awkwafina) berubah total saat keduanya diserang oleh gerombolan misterius di atas bis saat berangkat kerja. Dari kejadian tersebut, kedok Shaun pun terbuka di depan umum. Shaun yang bernama asli Shang-Chi ternyata merupakan anak dari seorang pimpinan organisasi Ten Rings yang dijuluki Mandarin (Tony Leung). Mandarin yang sudah berumur seribu tahun berkat kekuatan dari Ten Rings yang melekat padanya rupanya mengincar kalung giok pemberian mendiang ibu Shang Chi, Ying Li (Fala Chen) kepada Shang-Chi kecil.
ADVERTISEMENT
Shang Chi bersama Katy pun berangkat ke Macau demi menemui pemilik pasangan dari kalung tersebut, sekaligus mencari tahu motif sang Mandarin. Sebuah kenyataan pahit harus Shang hadapi melihat ayahnya yang terobsesi pada satu keinginan yang tidak masuk akal dan membahayakan nyawa seluruh manusia. Kali ini, Shang-Chi tidak lagi bersembunyi, dengan kemampuan bela diri tempaan ayahnya, ia mencoba menyadarkan sang Ayah dan menyatukan hubungan keluarga mereka yang hancur sepeninggal mendiang Ibu.
Review Shang-Chi And The Legend of The Ten Rings
Sebagai sebuah kisah asal mula dari superhero yang secara resmi memulai fase keempat dari Marvel Cinematic Universe (MCU), Shang-Chi memiliki formula yang tidak jauh berbeda dengan film-film origins superhero MCU buah pikiran produser Kevin Feige. Dua pertiga film yang menampilkan konflik masa kini dengan obsesi Mandarin yang disisipkan banyak adegan masa lalu dengan transisi mulus terasa lengkap menceritakan perjalanan Shang-Chi untuk menjadi seorang superhero.
ADVERTISEMENT
Sementara itu sepertiga akhir film yang menampilkan adegan klimaks penuh aksi dan fantasi seakan menahbiskan Shang-Chi yang telah siap sempurna untuk menjadi salah satu bagian dari karakter legendaris dalam MCU. Apalagi mirip seperti Black Panther, Shang-Chi secara lugas menunjukkan representasi penting karakter jagoan dari Tiongkok yang jika dilihat di akhir film akan menjadi bagian penting bagi kelanjutan kisah dalam fase 4 MCU.
Keterkaitan antara plot di komik dengan plot film tidak akan penulis bahas di sini, dikarenakan penulis tidak mengenal sama sekali karakter Shang-Chi. Plot heroes’ journey dalam film yang sesungguhnya formulaic ini dirangkai dengan apik oleh penulis naskah Dave Callaham (Wonder Woman 1984, Zombieland: Double Tap) dengan sutradara Destin Daniel Cretton plus penulis langganan Destin saat mengarahkan film Just Mercy dan The Glass Castle, Andrew Lanham. Dua timeline cerita masa lalu kehidupan keluarga Shang-Chi dan masa kini konflik Shang-Chi dengan ayahnya memiliki intensitas yang berbeda, tetapi saling mendukung satu sama lain sehingga film terasa dinamis.
ADVERTISEMENT
Meskipun penceritaannya mulus dari awal hingga akhir, tetapi ada momen di babak kedua menjelang babak ketiga yang terasa lambat dan sedikit membuat tidak sabar menunggu klimaks pertarungan. Terutama saat Shang-Chi bertemu dengan Ying Nan (Michelle Yeoh). Eksposisi yang dinarasikan oleh Ying Nan terasa panjang dan repetitif di momen tersebut, meskipun sudah coba dikreasikan dengan adegan latihan bertarung.
Dari sisi teknis, pengarahan Destin Daniel Cretton adalah yang paling layak dipuji tinggi. Meskipun baru pertama kali mengarahkan film bergenre action, kemampuan Cretton menangkap gambar dan adegan pertarungan multi style ala Wu Xia dan tarung jalanan lengkap dengan sisipan teknik parkour lincah yang layak diacungi dua jempol. Tidak ada shaky cam, tidak banyak fast cut dan edit, yang ada adalah koreografi cantik nan ciamik dari para penata laga yang dipraktekkan para aktor dan stunt man dengan baik dan ditangkap sempurna oleh penata kamera kawakan, Bill Pope (Spider-Man 2, Baby Driver, The Matrix) yang tidak perlu diragukan lagi kemampuannya.
ADVERTISEMENT
Sisi lain yang patut dipuji adalah penata musik yang barisan lagu-lagunya bekerjasama dengan label rekaman yang sedang naik daun, 88Rising, yang dengan cerdik merekrut artis-artis yang berasal dari Asia termasuk dua artis kenamaan asal Indonesia, Rich Brian dan NIKI yang ikut menyumbangkan karya. Paduan genre hip hop dalam lagu-lagu tersebut melebur dengan scoring gubahan komposer andalan Cretton, Joel P. West (Just Mercy, The Glass Castle)
Sisi akting juga menjadi kelebihan yang patut dibicarakan. Simu Liu (serial Kim’s Convenience) berhasil menunaikan tugas beratnya dengan baik membawakan Shang-Chi karakter tangguh dan penuh konflik di dalam dirinya. Pasangan tandemnya, Awkwafina (The Farewell, Crazy Rich Asians) pun memberikan nafas segar dengan celetukannya yang mampu meredakan ketegangan di beberapa kesempatan.
ADVERTISEMENT
Bintang yang sebelumnya tidak penulis kenal Fala Chen (serial The Undoing) dan aktris pendatang baru Meng’er Zhang juga tidak kalah dalam memberikan penampilan menawan dan berkesan. Penampilan Fala Chen bahkan mampu mengimbangi dan memiliki chemistry luar biasa bersama Tony Leung (Infernal Affairs, In The Mood For Love) yang tidak usah diragukan lagi kemampuan aktingnya. Sepanjang film aktor legendaris tersebut memancarkan karisma dan presence aktor besar dalam setiap adegan yang menampilkan dirinya. Akting kelas atas dihadirkan Tony Leung dalam film Hollywood pertamanya ini.
Di luar berbagai kelebihannya, Shang-Chi And The Legend of Ten Rings, masih memiliki kekurangan yang cukup mendasar dari sisi penulisan naskah yang terkesan memudahkan perjalanan Shang mendapatkan anugerah kekuatan utamanya yang tidak bisa penulis utarakan karena mengandung spoiler. Selain itu sisi efek visual juga menjadi bagian yang bisa dikritik. Di luar dari figur karakternya yang kurang ikonik, tampilan karakter musuh utama dan kroco-kroconya terasa kurang mulus di layar besar. Memang secara keseluruhan tidak mengganggu jalan cerita, tetapi cukup merusak pemandangan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Dengan beban berat yang diembannya sebagai karakter superhero asal Asia pertama yang dibuatkan film origins dalam film franchise terlaris sepanjang masa, Marvel Cinematic Universe, Shang-Chi And The Legend of Ten Rings terbilang sukses memenuhi ekspektasi dengan guliran cerita action fantasy yang memiliki winning formula dipadukan dengan genre family drama yang intens.
Pengarahan yang berkualitas, sinematografi yang ‘kawin’ dengan adegan kelahi serta akting kelas atas para aktor ternama juga menambah daya tarik film yang sampai saat ini sudah 3 minggu berturut-turut sukses merajai tangga box office di Hollywood dan meraih 306 juta dolar di seluruh dunia. Sebuah hasil box office yang besar di era pandemi saat ini.
Shang-Chi And The Legend of Ten Rings tayang di bioskop seluruh Indonesia mulai tanggal 22 September 2021.
ADVERTISEMENT
Yovan