Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten Media Partner
Review Sound of Metal: Realita, Tuli, dan Metal
22 April 2021 8:20 WIB
ยท
waktu baca 4 menitDiperbarui 26 November 2021 19:51 WIB

ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Film terbaru dari salah satu nominator Best Picture Oscar 2021 dari sutradara Darius Marder. Kehilangan kemampuan pendengaran adalah momok untuk musisi manapun. Meskipun tidak selalu berarti career ending, menjadi tuli adalah beban ketika musisi hidup dari melodi, irama, nada, dan ketukan. Bagaimana jadinya seorang musisi ketika mendapati dirinya kehilangan pendengaran adalah fokus dari Sound of Metal.
ADVERTISEMENT
Kisah Sound of Metal diceritakan dari sudut pandang seorang drummer bernama Ruben (Riz Ahmed). Ketika dirinya tengah menjalani tur konser keliling Amerika bersama kekasih sekaligus gitarisnya, Lou (Olivia Cooke), Ruben secara gradual kehilangan pendengarannya. Dari yang awalnya samar-samar, perlahan ia mulai kesulitan untuk mendengarkan dentuman drumsetnya di tengah konser.
Kabar kian buruk ketika dokter mendiagnosis Ruben akan kehilangan lebih dari separuh kemampuan pendengarannya. Paling banter, Ruben hanya akan memiliki 20 hingga 30 persen dari kemampuan pendengaran ia sebelumnya. Tak berhenti di situ, dokter juga melarang Ruben untuk kembali manggung, khawatir gegap gempita konser akan menghabisi pendengarannya.
Dunia Ruben seketika runtuh. Ia mengalami krisis jati diri. Bertahun-tahun hidup sebagai musisi yang menekankan kemampuan pendengaran, Ruben tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Lou, khawatir Ruben akan jatuh kian jauh jika didiamkan, akhirnya mendaftarkan ia ke komunitas tuna rungu. Harapannya, Ruben bisa kembali menemukan semangat hidupnya ketika mendapati tidak hanya ia sendiri yang menderita dan berjuang.
ADVERTISEMENT
Sound of Metal secara apik memasukkan experience dari kehilangan pendengaran Ruben ke dalam eksekusi plotnya. Hasilnya adalah pengalaman menonton yang immersive di mana audience diajak untuk ikut "menjadi tuli" juga.
Ketika Ruben masih mempu mendengar, plot disampaikan dengan cepat. Pagi hingga malam berlalu begitu mudah, diawali dengan Ruben serta Lou berdansa di pagi hari, bercengkerama di siang hari, dan berakhir dengan konser di malam hari. Ketika semuanya begitu "sempurna", waktu dan kata-kata berlalu pun tak terasa.
Penyampaian plot melamban ketika Ruben kehilangan pendengarannya. Hal itu merepresentasikan bagaimana persepsi dia terhadap sekelilingnya berubah. Ruben tak bisa lagi merespon semuanya dengan cepat. Ia harus bergerak lebih lamban, mencoba mendengar dengan kemampuan telinga yang tersisa, sembari belajar berkomunikasi dengan bahasa isyarat.
ADVERTISEMENT
Empati terhadap Ruben diperkuat teknis audio dan visual yang didesain sebisa mungkin mengemulasikan pengalaman kehilangan pendengaran. Sebagai contoh, ketika Ruben belum menguasai bahasa isyarat, semua percakapan disampaikan tanpa subtitle. Ketika Ruben sudah menguasai bahasa isyarat, baru Sound of Metal menampilkan subtitle dari segala percakapan.
Contoh lain, ketika Ruben mulai kehilangan pendengaran, suara di sekitarnya diredam agar penonton tahu apa yang didengar penderita tuna rungu. Dari menonton ini, kami menjadi tahu bahwa pengalaman kehilangan pendengaran itu mirip ketika menyelam ke dalam lautan di mana semua suara hanya terdengar samar-samar.
Uniknya, ketika masuk ke adegan di mana komunitas tuli berhadapan dengan mereka yang mampu mendengar, Sound of Metal secara bergantian menyajikan audio dari sudut pandang tuna rungu dan non-disabilitas. Otentik dan immersive. Tak heran film ini mendapatkan nominasi Best Sound Editing juga di Oscar 2021.
ADVERTISEMENT
Sound of Metal tidak menonjol pada sisi teknikalitasnya saja yang mengemulasikan pengalaman tuna rungu, tetapi juga pada sisi akting para bintangnya. Adapun sosok yang menjadi highlight dari film ini tak lain adalah pemeran Ruben sendiri, Riz Ahmed.
Melalui aktingnya sebagai drummer tuna rungu, Riz Ahmed membawa emosi penonton naik turun. Secara apik ia mampu memperlihatkan segala rasa amarah, kebingungan, kebahagiaan dan kehilangan ketika seorang musisi kehilangan pendengaran yang menjadi nadi karirnya.
Ruben juga menegaskan kemampuan akting Riz Ahmed yang selama ini bisa dikatakan underrated. Ruben adalah figur yang berbeda dari peran-peran yang selama ini Riz Ahmed mainkan. Menggunakan method acting, Riz Ahmed menyiapkan dirinya untuk Sound of Metal mulai dari berlajar drum, bahasa isyarat, hingga menghabiskan waktunya berinteraksi dengan komunitas tuna rungi. Kerja kerasnya, sejauh ini, terbayar dengan dirinya masuk nominasi Best Actor Oscar 2021.
ADVERTISEMENT
All in all, Sound of Metal adalah sebuah pengalaman immersif, mengajak penonton untuk ikut merasakan apa yang dialami tokohnya yang kehilangan pendengaran. Hal itu tidak disampaikan melalui lensa belas kasihan, melainkan lewat teknis audio visual yang didesain sedemikian rupa untuk mengemulasikan pengalaman kehilangan pendengaran. Hal itu diperkuat ceritanya yang tidak sok melodramatis, tetapi mengacu pada five stages of grief.