Konten Media Partner

Review 'Star Wars: The Rise of Skywalker', Petaka di Akhir Saga

21 Desember 2019 7:43 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Star Wars: The Rise of Skywalker
zoom-in-whitePerbesar
Star Wars: The Rise of Skywalker
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Inggris The Rise of Skywalker (Episode IX) adalah sebuah petaka. Tidak hanya gagal menutup trilogi baru Star Wars dengan maksimal, tetapi juga mengingkari kisah-kisah sebelumnya dengan gemilang.
ADVERTISEMENT
Meski kecewa, Play Stop Rewatch tidak bisa membantah bahwa the Rise of Skywalker, yang kembali digarap oleh J.J. Abrams (Star Wars: The Force Awakens) adalah film yang menghibur. Action choreography yang digarap apik, dialog yang penuh canda, dan berbagai momen nostalgia ke seri-seri sebelumnya, menyelamatkan Rise of Skywalker dari kerusakan yang lebih parah.

Bangkitnya Palpatine, Rusaknya Star Wars

Rey bertemu Palpatine (Foto: Disney)
Itulah pembuka Rise of Skywalker. Darth Sidious alias Palpatine (Ian McDiarmid), penjahat utama dari dua trilogi Star Wars sebelumnya, bangkit dari kubur. Darth Vader (James Earl Jones) gagal menghabisinya di Star Wars: Return of The Jedi (Episode VI), walau ia sudah melemparnya ke dalam reactor Death Star.
Dengan tubuh membusuk, bak mayat yang diangkat dari liang, Palpatine menggunakan sisa-sisa tenaga yang ada untuk membangun kembali kekaisarannya. Kali ini, ia menyebutnya sebagai ‘The Final Order’. ‘The First Order’, yang dipimpin oleh Ben “Kylo Ren” Solo (Adam Driver) pasca kudeta terhadap Supreme Leader Snoke (Andy Serkis), hanyalah bagian kecil dari rencana besar Palpatine.
ADVERTISEMENT
Untuk bisa membangkitkan kekaisarannya, Palpatine membutuhkan Rey (Daisy Ridley), satu dari dua Jedi yang tersisa selain General Leia Organa (Almarhum Carrie Fisher). Palpatine memandang Rey sebagai sosok kuat yang akan sangat berbahaya jika ia berada di kubu Jedi. Oleh karenanya, Palpatine menugaskan Kylo untuk mencari Rey agar ia bisa ‘memaksanya’ berpindah ke the Dark Side of the Force dan memperkuat The Final Order.
Kylo tidak sepenuhnya patuh dengan Palpatine. Ia balik memandang Sith Lord tersebut sebagai ancaman terhadap kekuasaannya, sebagaimana Darth Vader menyikapi kekuasaan Palpatine dulu. Diam-diam, ia berencana membujuk Rey untuk membantunya menumbangkan Palpatine dan mengambil alih The Final Order.
Kehadiran Palpatine adalah sebuah kejutan sekaligus masalah. Kedua film sebelumnya, The Force Awakens (Episode VII) dan The Last Jedi (Episode VIII), tidak menyiapkan fondasi apa pun yang mengarah ke kemunculannya. Walhasil, ketika ia tampil di Rise of Skywalker, keberadaannya terasa kurang matang atau terlalu terburu-buru digarap.
Pertarungan Rey dan Kylo Ren (Foto: Lucasfilm)
Terburu-burunya Rise of Skywalker membangun kehadiran Palpatine sudah terasa sejak film dimulai. Teks pembuka Star Wars yang ikonik itu langsung dimulai dengan mengatakan Palpatine telah bangkit. Setelah itu, adegan film langsung masuk ke pencarian Palpatine oleh Kylo Ren. Tidak sampai lima menit, Kylo sudah menemukan lokasi Palpatine dan langsung memacu pesawatnya untuk menemui sang kaisar.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi, kurang dari lima menit, Kylo sudah berhadapan dengan Palpatine di planet tempat ia bersembunyi, Exogal. Dan, dalam tempo sesingkat-singkatnya, Palpatine menjelaskan semua alasan kenapa ia kembali ke permukaan dan apa yang ingin ia capai sekarang. Di saat bersamaan, dari balik dataran Exogal, muncul ratusan pesawat perang Star Destroyer yang tidak jelas bagaimana bisa terkumpul tanpa terdeteksi pasukan Resistance pimpinan Leia.
Tidak masuk akalnya kemunculan Palpatine makin menjadi-jadi ketika sutradara J.J. Abrams dan screenwriter Chris Terrio (Justice League, Batman v Superman) mencoba mengaitkannya dengan latar belakang Rey. Tanpa mengungkap terlalu banyak hal, keduanya mengesampingkan segala detail yang sudah dibangun di The Last Jedi dan menggantinya dengan hal baru di mana Palpatine adalah salah satu unsurnya. Walhasil, segala hal tentang latar belakang Rey yang dipersiapkan di The Last Jedi menjadi sia-sia dan hilang begitu saja.
ADVERTISEMENT
Kehadiran Palpatine yang tidak memiliki fondasi kuat hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang ada di Rise of Skywalker. Masalah lain yang sangat kentara adalah laju narasinya. Tanpa bermaksud ‘lebay’, Rise of Skywalker adalah film Star Wars dengan kisah paling ngebut yang pernah ada.
Kejar-kejaran dengan Stormtropper (Foto: Lucasfilm)
Seperti yang disampaikan di awal, pergantian dari satu bagian ke bagian yang lain berlangsung begitu cepat. Tanpa henti, tanpa ruang bagi penonton untuk memahami dan meresapi dulu apa yang baru saja mereka lihat. Jika memakai perumpamaan bubur panas, Rise of Skywalker terus menyuapi penonton dengan ‘bubur’ cerita yang mendidih dan tidak memberi kesempatan untuk meniupnya dahulu agar nyaman dikunyah.
Imbasnya, pengembangan karakter Rise of Skywalker menjadi tidak maksimal. Motivasi tiap karakter berubah dengan mudahnya, dengan konflik yang selesai dengan begitu singkatnya. Bahkan, beberapa konflik berakhir dengan eksekusi yang lebih menyerupai fan fiction dibandingkan film AAA Hollywood. Salah satunya adalah bagaimana konflik antara Kylo Ren dan Rey diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Kisah yang serba ngebut pada akhirnya juga membuat karakter-karakter baru seperti Zori Bliss (Keri Russel) dan Jannah (Naomi Ackie) berakhir menjadi tempelan. Peran mereka tidak signifikan ataupun berarti banyak untuk Rise of Skywalker. Dengan kata lain, tanpa karakter-karakter baru itu pun, kisah Rise of Skywalker tidak akan berubah.
Sebagian orang yang telah menonton Rise of Skywalker menuding The Last Jedi (Episode VIII) sebagai akar dari segala masalah yang ada. Film garapan Rian Johnson (Knives Out, Brick) tersebut dianggap terlalu memberontak dari kemapanan kisah besar Star Wars, tak terkecuali The Force Awakens (Episode VII), mulai dari membunuh karakter-karakter original seperti Luke Skywalker, memunculkan Leia sebagai force user, hingga menghabisi Supreme Leader Snoke yang dikira akan menjadi final boss dari trilogi terbaru. Gara-gara The Last Jedi yang dianggap “penghancur” tersebut, Rise of Skywalker jadi harus susah payah mengakali segala masalah yang ia hadirkan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tidak sepenuhnya salah. The Last Jedi memang membuat JJ Abrams pincang dalam menangani Rise of Skywalker. Di satu sisi, ia harus merespon kisah The Last Jedi yang kontroversial tanpa mengorbankan visinya. Di sisi lain, ia harus memastikan Rise of Skywalker tidak mendapatkan reaksi yang sama kerasnya dengan The Last Jedi. Namun, menurut Play Stop Rewatch, terlalu berlebihan jika menjatuhkan status biang masalah kepada The Last Jedi saja.
J.J. Abrams dengan Daisy Ridley (Foto: IMDb)
Menurut Play Stop Rewatch, segala masalah Rise of Skywalker hadir dari ketidakmampuan Disney menghadirkan rencana yang jelas perihal akan dibawa ke mana trilogi terbaru ini. Walhasil, setiap sutradara menjadi terlalu bebas dalam menggarap kisah Star Wars, tanpa saling mengetahui rencana masing-masing. Dampak terbesar jelas saja jatuh ke Rise of Skywalker yang menjadi penutup trilogi baru Star Wars. Ia harus menggabungkan dua visi yang berbeda dari seri sebelumnya. Bak Frankenstein, Rise of Skywalker adalah makhluk tambal sulam.
ADVERTISEMENT
Ya, Play Stop Rewatch tahu bahwa trilogi pertama Star Wars (Episode IV-VI) juga digarap tiga sutradara yang berbeda yaitu George Lucas, Irvin Kershner, dan Richard Marquand. Tetapi, mereka tidak berjalan tanpa arah dan menggarap film mereka dengan sesuka hati. Ketiga episode tersebut digarap dengan pengawasan penuh dari George Lucas, selaku bapak dari Star Wars. George Lucas sudah tahu ke mana ia akan membawa kisah Star Wars sehingga ia hanya perlu memastikan sutradara bekerja berdasarkan cetak biru yang sudah ia buat terlepas sentuhan artistik tiap sutradara bisa berbeda. Sederhananya, trilogi Star Wars dahulu digarap seperti Marvel Cinematic Universe di mana Kevin Feige, seorang fanboy Star Wars, memiliki plan jelas perihal bagaimana film-film MCU akan digarap.
ADVERTISEMENT
Trilogi baru Star Wars (Episode VII-IX) adalah sebaliknya. J.J. Abrams membuat The Force Awakens dengan berbagai setup tanpa tahu Rian Johnson akan melanjutkannya seperti apa. Begitu pula Rian Johnson, dia melanjutkan kisah The Force Awakens lewat The Last Jedi tanpa tahu bagaimana Rise of Skywalker akan dibuat. Hasil akhirnya seperti yang sudah disampaikan, cerita Rise of Skywalker terasa ngebut dan tidak sejalan dengan dua seri sebelumnya. Di satu sisi J.J. Abrams ingin mewujudkan visinya di Rise of Skywalker, di sisi lain ia harus menanggapi kisah The Last Jedi yang bertolak belakang.
Masalah yang ada tidak akan terjadi apabila J.J Abrams berdiskusi dengan Rian Johnson perihal bagaimana melanjutkan The Last Jedi tanpa terlalu mengorbankan visinya untuk Rise of Skywalker. Dengan begitu, segala hal yang dibangun di The Last Jedi, mulai dari twist orang tua Rey hingga kelanjutan Jedi Order masih bisa ditangani dengan maksimal di Rise of Skywalker. Sayangnya, sejauh ini, apa yang terlihat hanyalah J.J. Abrams mengkritik The Last Jedi dan Rian Johnson karena kurang mendengarkan kemauan fans. Tidak ada satupun petunjuk yang menandakan keduanya berdiskusi, bekerja sama membangun Rise of Skywalker.
ADVERTISEMENT

Penuh Nostalgia

Nostalgia seluruh model pesawat yang ada di Star Wars (Foto: Disney)
Meski ada berbagai masalah di Rise of Skywalker, Play Stop Rewatch mengakui bahwa penutup Saga Skywalker tersebut tetaplah menghibur. Rise of Skywalker memiliki berbagai aksi laga menakjubkan, mulai dari pertarungan Kylo dan Rey di tengah deru ombak Planet Endor hingga kejar-kejaran antara Rey cs dan Stormtroopers, yang kali ini mampu terbang ala Iron Man, di Planet Pasaana.
Selain itu, Rise of Skywalker juga memiliki berbagai penghormatan ke berbagai momen dan tokoh ikonik dari seri-seri Star Wars sebelumnya, tak terkecuali serial tv seperti Star Wars: Clone Wars serta Star Wars: Rebels. Bagi fans setia Star Wars, berbagai penghormatan tersebut akan memunculkan momen-momen nostalgia, mengingatkan kembali kenapa kisah Star Wars begitu diperhatikan dan memiliki ratusan juta fans.
ADVERTISEMENT
Sungguh disayangkan berbagai penghormatan itu tidak diikuti dengan akhir kisah yang memuaskan. Rise of Skywalker bukanlah film Star Wars terburuk, tapi ia adalah cara terburuk mengakhiri trilogi baru Star Wars atau Skywalker Saga. Melihat Rise of Skywalker, Play Stop Rewatch jadi berandai-andai apa yang terjadi misalkan kisah Skywalker Saga berhenti di Return of The Jedi (Episode VI) saja dan trilogi baru fokus menceritakan hal lain sebagaimana yang diinginkan George Lucas namun dibuang jauh-jauh oleh Disney.