Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Subo adalah harta karun tersembunyi bagi kalangan hipster Jakarta yang mencari pengalaman dari tempat nongkrong yang unik. Fasat-nya menipu. Dari depan, ia hanyalah rumah dua lantai di bilangan Cipete Utara, Jakarta Selatan. Namun, di balik pintu rumahnya, di bawah datarannya, tersembunyi rubanah (ruang bawah tanah) yang telah disulap menjadi "ruang dengar" alias listening bar.
ADVERTISEMENT
Sebelum memasukinya rubanah itu, seorang pramusaji menyambut PSR. Ia menanyakan apakah PSR sudah membuat reservasi sebelumnya. Di Subo, tamu digilir dalam beberapa sesi. Satu sesi berdurasi dua jam dan hanya boleh berisi maksimal 12 orang. Jika waktunya sudah habis, harus gantian. Jadi, jangan harap bisa "go show" ke Subo dan berlama-lama di dalamnya.
PSR langsung masuk ke rubanah begitu reservasi dikonfirmasi. Dalam waktu singkat, alunan musik CityPop langsung menyambut. Lirik-lirik berbahasa Jepang mengisi ruangan, terdengar asyik dan raw dari pemutar piringan hitam Garrard 401 yang terpasang ke speaker. Moodnya langsung intimate dan vintage, persis seperti generasi asal CityPop, 80an.
Mood tersebut diperkuat interior Subo yang diterangi sinar lampu temaram. Pernak-pernik klasik, mulai dari art supplies hingga mainan jadul, tersusun rapi di berbagai sisi ruangan. Cover album musisi tahun 80an, yang telah dibingkai sedemikian rupa, mewarnai tembok-temboknya. Di salah satu sisi, berdiri rak berisi berbagai buku dan piringan hitam (vinyl), siap untuk dimainkan. Karya Miles Davis, Beatles, hingga Duo Kribo bisa ditemukan.
ADVERTISEMENT
"Ini taste-nya Aria. Dia yang ngatur vinyl-vinyl di sini. Soal arsitektur...bisa jadi seperti ini karena memang taste-nya mereka (Aria dan Intan) dalam menata. Display seperti ini akan ada terus, tapi playlist rutin diganti. Hari ini City Pop, besok bisa Indonesia," ujar Arif Liberto, salah satu pengelola Subo saat ditemui PSR pada 16 April lalu.
Rubanah Subo, berasal dari kata Yunani "Summmum Bonum" yang berarti "Kebaikan Tertinggi", adalah buah karya pasangan Intan Anggita dan Aria Anggadwipa serta rekannya, Arif Liberto . Mereka lah yang menentukan konsep sekaligus bagaimana Subo dijalankan agar merepresentasikan namanya.
Awalnya, Intan dan Aria tidak mempersiapkan Subo sebagai listening bar. Ide yang pertama kali tercetus di kepala keduanya adalah coffe shop. Namun, ide itu berubah setelah mereka menemukan konsep listening bar yang populer di Jepang.
Di negeri matahari terbit itu, listening bar adalah kafe yang mengutamakan kenikmatan mendengarkan musik dibanding keasyikan berbincang dengan makanan dan minuman sebagai sampingan. Jika dipilah menjadi beberapa bagian, sisi listening mengambil porsi tiga per empat. Jadi, sejak awal, bukan makanan dan minuman yang dijual, tetapi ambience dan suara.
ADVERTISEMENT
Konsep tersebut, di permukaan, memang terdengar seperti kafe pada umumnya. Namun, kafe konvensional tidak memperhatikan kualitas musik yang diperdengarkan. Listening bar sebaliknya, mereka memperhatikan betul hal itu. Playlist dikurasi secara telaten dan dimainkan pada mesin pemutar terbaik untuk memberikan sensasi audiofil, intimasi, dan inner peace. Praktik itu yang berlaku di Subo.
Aria menjadi dalang yang bertanggung jawab memanjakan audiofil di Subo. Setiap hari, sebelum Subo beroperasi, musik-musik ia kurasi. Dengan begitu, tamu akan selalu dijamu dengan musik-musik berkualitas atau bahkan hidden gem. Jazz dan Citypop, yang dipopulerkan musisi Jepang seperti Tatsuro Yamashita dan Mariya Takeuchi, adalah genre andalan Subo.
"Kami lebih prefer ke Jazz dan Citypop. Cuma, jika customer punya request khusus, kami juga bisa membantu untuk satu atau dua lagu. Misalkan reaksinya bagus, nanti kita coba bikinkan seasonal untuk beberapa genre," ujar Arif.
ADVERTISEMENT
Kurasi musik yang telaten dipadu dengan turntable Lenco, Thorens TD 125, Garrard 401 dan speaker JBL L150 yang tersusun manis di salah sudut Subo. Khusus Garrard 401, kualitasnya yang vintage menghadirkan alunan suara analog yang raw, belum tersentuh digitalisasi. Ketika mendengarkannya, diri seperti dibawa ke masa lalu. Garrard 401 sendiri adalah turntable dari 1964.
Garrard 401 bisa hadir di Subo berkat Intan dan Aria. Keduanya lama berkecimpung di dunia audiofil dan restorasi, memberi mereka akses ke berbagai perangkat vintage yang sulit ditemukan di pasar konvensional. Dalam perjalanannya, mereka mendapati Garrard 401 yang apabila direstorasi bisa kembali ke suara asli.
"Kami di Subo memakai perangkat vintage seperti ini agar kalibrasi musiknya makin enak dan bisa melengkapi ambience tempatnya...untuk membangun mood," ujar Arif.
ADVERTISEMENT
Kualitas suara dari Garrard 401 di-amplifikasi dengan bagaimana interior Subo didesain. Sejalan dengan kualitas audio yang dihadirkan, interior Subo menonjolkan citra vintage. Hal itu tidak hanya diwakili furnitur bergaya Arts & Crafts, tetapi dari pernak-pernik yang mewarnai ruangnya. Selain barisan Vinyl, ada art supplies, mainan klasik, buku-buku pop culture, dan perangkat yang identik dengan trend 80an seperti sepatu roda.
Intan, yang juga berkecimpung di dunia recycling dan upcycling, melengkapi pernak-pernik vintage itu dengan karya-karyanya. Salah satunya taplak meja di Subo yang merupakan hasil daur ulang berbagai potongan kain. Selain itu, ada juga display baju-baju buatannya yang merupakan hasil upcycling. Semuanya ditata dengan telaten, memperhatikan warna dan pencahayaan demi tampilan yang artistik serta memanjakan mata.
ADVERTISEMENT
"Kalau barangnya kita rias, kita tata dengan rapih, barang itu bisa kita buat menjadi lebih artistik. Jadi, kalau ada barang-barang peninggalan kakek-nenek, itu jangan dibuang. Barang-barang itu bisa ambil bagian di Subo," ujar Arif melengkapi.
Dengan suara dan suasana mengambil porsi 75 persen dari Subo, Food and Beverage jelas hanya berperan sebagai supporting saja. Walau begitu, Arif memastikan hidangan di Subo tetap memiliki keistimewaan, dibuat sedemikian rupa untuk mendukung mood yang sudah diset oleh musik dan interior.
Sajian kopi bernama Channel of Mating adalah salah satu andalannya. Racikan cold brew yang dipadukan dengan aroma kayu manis tersebut tidak hanya memiliki kesan mewah di mulut, namun juga di penciuman. Platting-nya pun menarik perhatian mata, lagi-lagi memperlihatkan bagaimana Subo memperhatikan betul estetika selain suara.
ADVERTISEMENT
Perlakuan serupa berlaku pada makanan-makannya. Namun, Subo punya konsep unik. Menunya selalu berubah. Seperti Aria yang mengkurasi playlist, Intan yang mengkurasi menu. Tidak ada pola yang pasti, ada hari-hari di mana tamu bisa disambut dengan menu yang tak terduga.
Dengan segala sentuhannya yang unik, dari suara hingga interior, Subo adalah harta karun berwujud rubanah. Mereka yang audiofil akan menemukan tempat ini seperti rumah sendiri. Bagi yang bukan, Subo adalah sensasi baru. Ini adalah tempat yang bisase membentuk vibrasi di dalam raga dengan lantunan musik yang eargasm dan visual memanjakan mata.
JESSRINE GREIVIN