Benjamin Disraeli, Penulis yang Jadi Perdana Menteri Inggris

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
22 Juli 2021 17:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Benjamin Disraeli | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Benjamin Disraeli | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Benjamin Disraeli dikenal sebagai salah satu negarawan Inggris Raya pada abad ke-19 yang sangat berkompeten, terutama karena dirinya memainkan peran kunci dalam urusan-urusan pemerintah Inggris selama masa puncak kejayaan dan pengaruh kekuasaannya.
ADVERTISEMENT
Ia dilahirkan di London pada 1804, dari keluarga Italia beragama Yahudi. Pada 1817, keluarganya memutuskan untuk mengubah kepercayaannya menjadi Kristen. Keputusan itu dirasa tepat karena sangat memengaruhi masa depannya di Parlemen.
Diketahui sampai tahun 1858, orang-orang Yahudi mendapat diskriminasi yang cukup besar di Inggris, terutama di dalam anggota pemerintahan. Sehingga kariernya terselamatkan berkat kepindahannya ke agama Kristen.
Sejak kecil ia dididik untuk menjadi seorang pengacara oleh ayahnya. Tetapi ia memutuskan untuk menjadi seorang penulis, setelah terlilit utang yang cukup besar. Pekerjaan sebagai penulis saat itu sangat menjanjikan sehingga ia merasa dapat melunasi utang-utangnya melalui hasil karyanya.
Novel pertamanya, Vivian Gray, membuat nama Benjamin Disraeli menjadi cukup terkenal pada 1826. Namun, karya-karya setelahnya kurang sukses di pasaran, dan tidak memberikan untung yang banyak bagi dirinya.
ADVERTISEMENT
Ia lalu memutuskan untuk masuk ke dunia politik selama tahun 1830-an. Dirinya bergabung dengan Partai Konservatif, dan setelah dua kali gagal dalam pemilihan the House of Common, ia akhirnya terpilih dalam majelis pada 1837. Benjamin Disraeli menjadi seorang anggota parlemen yang aktif, tetapi ketika Robert Peel menjadi perdana menteri pada 1841, ia mulai mengurangi aktivitas politik di dalam partai karena tidak setuju dengan kedudukan Robert Pell.
Setelah perselisihan di internal partai itu berakhir, Robert Pell mengundurkan diri pada 1845, dan Benjamin Disraeli menggantikannya sebagai ketua partai Konservatif.
Benjamin Disraeli | Wikimedia Commons
Selama tahun 1850-an, Benjamin Disraeli dua kali menjabat sebagai Chancellor of the Exchequer, setingkat Menteri Keuangan, pada masa pemerintahan Edward Derby.
Namun, setelah peristiwa yang melibatkannya pada 1858 gagal terlaksana, dikenal dengan sebutan Reformasi Derby, ia memilih untuk mengundurkan diri dari pemerintahan. Benjamin Disraeli menjadi anggota kelompok oposisi selama beberapa tahun saat Partai Liberal berkuasa.
ADVERTISEMENT
Pada 1866, ia kembali menjabat sebagai menteri pada masa pemerintahan Edward Derby yang ketiga. Dua tahun kemudian, Edward Derby mengundurkan diri karena kesehatannya yang semakin menurun, dan Benjamin Disraeli diangkat menjadi Perdana Menteri. Tetapi ia mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri setelah partai Liberal memenangkan pemilihan umum tahun berikutnya.
Ketika partai Konservatif memenangkan kekuasaan pada 1874, Benjamin Disraeli sekali lagi dipercaya menjabat sebagai perdana menteri. Ia lebih memilih untuk mendekati keluarga kerajaan, dan bermain di sekitar Ratu Victoia.
Plakat Benjamin Disreli yang berada di London. | Wikimedia Commons
Peran Benjamin Disraeli sangat memengaruhi masalah-masalah luar negeri Inggris, di mana ia berhasil mengembangkan imperialisme Inggris. Ia membuat Inggris memiliki hak pengendalian Terusan Suez, yang sangat penting bagi jalur perdagangan, karena dapat menghubungkan Eropa dengan India dan negeri-negeri di timur.
ADVERTISEMENT
Benjamin Disraeli pun sukses mengambil alih Kepulauan Fiji pada 1874, dan Trasvaal pada 1877. Masa pemerintahan Benjamin Disraeli sebagai Perdana Menteri berakhir pada 1880, setelah partai Konservatif mengalami kekalahan.
***
Referensi: