Konten dari Pengguna

Budaya 'Nginang' Masyarakat Nusantara

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
18 Februari 2017 8:18 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Daun sirih itu biasanya di satukan dengan kapur, pinang dan gambir, lalu di kunyahlah sampai hancur, setelahnya mulut akan terlihat merah. Meski membuat merah, sirih dipercaya dapat memperkuat gigi. Bagi masyarakat Indonesia nyirih atau nginang bukan cuma mengunyah daun dengan segala campurannya, lebih dari itu nyirih merupakan simbol budaya.
ADVERTISEMENT
Berkembang dengan berbagai sebutan, biasanya selain nyirih kebiasaan ini juga disebut nginang. Budaya makan Pinang telah merasuk ke Indonesia di berbagai wilayah dari Sumatra, Jawa, Kalimantan hingga Papua. Berdasarkan catatan perjalanan Marcopolo, kemungkinan besar tradisi ini berasal dari kepulauan Indonesia. Marcopolo yang dikenal sebagai penjelajah dunia pada abad ke-13 mencatat bahwa masyarakat di kepulauan nusantara banyak yang makan sirih. Hal tersebut juga diamini oleh pernyataan dua penjajah sebelumnya yaitu Ibnu Batuta dan Vasco Da Gama, yang menyatakan bahwa ada masyarakat di sebelah timur (Indonesia) memiliki kegemaran makan sirih. Kebiasaan ini juga semakin berkembang dengan penambahan berbagai bahan yaitu buah pinang, kapur sirih, gambir dan disebut dengan istilah nginang. Meski begitu hal yang disayangkan bahwa sampai saat ini asal usul budaya nginang belum diketahui secara resmi darimana asalnya, karena minimnya sumber. Selain kepercayaan masyarakat mengenai khasiat Nyirih atau nginang yang mampu memperkuat gigi, nyirih juga ternyata mempuyai filosofi tersendiri
ADVERTISEMENT
Sumber foto : pictaram.com