Mengenal Sosok Ferdinand de Saussure, Pelopor Linguistik Modern

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
14 Februari 2020 19:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ferdinand de Saussure. Dok: Wikimedia
zoom-in-whitePerbesar
Ferdinand de Saussure. Dok: Wikimedia
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang linguistik, terutama berkaitan dengan Linguistik Modern, sosok yang satu ini merupakan pelopornya. Ia adalah Ferdinand de Saussure, sosok yang masih selalu diingat oleh orang-orang yang belajar linguistik saat ini.
ADVERTISEMENT
Ia adalah seorang Linguis Swiss yang memiliki ide tentang struktur dalam bahasa yang menjadi dasar bagi banyak pendekatan dan kemajuan ilmu linguistik di abad ke-20. Saussure lahir pada tanggal 26 November 1857 di Geneva (Jenewa), Swiss dan meninggal dunia pada tanggal 22 Februari 1913. Pandangan-pandangannya tentang bahasa dapat diketahui dari buku yang terbit setelah ia meninggal.
Buku itu merupakan catatan-catatan para muridnya selama ia mengajar linguistik di Universitas Jenewa pada tahun 1906 hingga 1911. Buku tersebut berjudul Cours de linguistique générale yang diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay.
Secara ringkas, pandangan-pandangannya tersebut dapat dibentuk menjadi beberapa dikotomi. Dikotomi pertama yaitu tentang telaah diakronis dan sinkronis.
Dikotomi ini menjelaskan tentang bagaimana bahasa dapat dipelajari dari waktu ke waktu atau pada suatu waktu. Sebelum dikotomi tentang telaah dua jenis waktu tersebut muncul, ahli bahasa di zamannya hanya menelaah bahasa secara diakronis saja. Kesadaran tentang bahasa yang juga dapat ditelaah secara sinkronis belum muncul.
ADVERTISEMENT
Dikotomi kedua adalah tentang langue dan parole. Dikotomi ini menjelaskan tentang Gagasan Saussure tentang pembedaan antara langue dan parole. langue merupakan keseluruhan sistim tanda (signé) yang bersifat abstrak dan merupakan hasil konvensi masyarakat yang digunakan sebagai alat komunikasi.
Berbeda dengan langue, parole bersifat konkret. Hal tersebut dikarenakan parole merupakan realitas fisis dari satu orang ke orang lain yang berbeda, sehingga dapat dikatakan bahwa parole merupakan langue yang dipakai oleh masyarakat bahasa. Secara ringkas, langue adalah objek linguistik, sedangkan untuk mengkaji langue, kita membutuhkan parole.
Dikotomi yang ketiga adalah signifiant dan signifié. Dikotomi ini membahasa bagaimana tanda bahasa dapat menyatukan dan menghubungkan konsep dengan citra bunyi. Citra bunyi tersebut adalah signifiant, yang merupakan kesan psikologis yang muncul di dalam pikiran kita. Sedangkan signifié merupakan kesan makna yang ada di dalam pikiran kita, sehingga Signifiant dan signifié tidak dapat dipisahkan, sebab keduanya berkaitan erat.
ADVERTISEMENT
Serta yang terakhir adalah tentang hubungan sintagmatik dan paradigmatik. Pembeda dari keduanya adalah, jika hubungan sintagmatik merupakan hubungan antara unsur yang ada dalam suatu tuturan, berbeda dengan hubungan paradigmatik. Hubungan paradigmatik ini justru merupakan hubungan di antara unsur-unsur yang ada di suatu tuturan dengan unsur-unsur di luar tuturan yang bersangkutan.
Nah, itu tadi sedikit pengenalan sosok Ferdinand de Saussure dan dikotomi-dikotominya. Walaupun kalian tidak mempelajari linguistik secara langsung, setidaknya ada hal yang berhubungan dengan bahasa yang dapat kita ketahui, salah satunya dengan mengenal tokohnya. Harus kita ingat juga walaupun tidak secara langsung belajar linguistik, tentu bahasa pasti digunakan sehari-hari kan.
sumber:
Jonathan Culler, Ferdinand de Saussure, rev. ed. (1986); and Françoise Gadet, Saussure and Contemporary Culture (1989), explore the linguist’s theory and emphasize its importance in semantics.
ADVERTISEMENT
Suhardi, B. (2009). Tokoh-tokoh Linguistik Abad ke-20. Dalam Kushartanti, U. Yuwono, & M. R. Lauder, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (hal. 200-217). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.