Politik Diplomasi Beras ‘Ala’ Sutan Sjahrir

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
18 Februari 2017 20:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Meski bunyi proklamasi telah di dengungkan pada 17 Agustus 1945, pihak Belanda tak mau juga menyerah, dengan membawa NICA dan sekutunya Belanda ingin kembali menguasai Indonesia melalui agresi militer-nya. Melihat hal itu Sutan Sjahrir yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri bukan ingin membalas Belanda dengan kekuatan fisik seperti militer. Ia malah sibuk memberi bantuan setengah juta ton beras kepada India, saat negera tersebut sedang mengalami kelaparan.
ADVERTISEMENT
Inilah ‘diplomasi beras’ ala Sjahrir yang sudah dimulai dari April 1946. Sebagai imbalannya Sjahrir meminta tekstil dan obat-obatan. Akan tetapi yang terpenting bukan seberapa banyak imbalannya tapi bagi Sjahrir seberapa besar pengaruhnya. Beberapa hari setelah dikirimkannya bantuan tersebut Perdana Menteri Jawaharlal Nehru melalui Sjahrir memberi salam bagi rakyat Indonesia yang sedang berjuang dengan gagah berani untuk kemerdekaannya. Dalam pernyataannya Sjahrir menegaskan Jika pun tidak ada surplus beras bagi rakyat Indonesia, Ia pikir rakyat kami tetap bersedia memberikan 500 ribu ton beras ditukar dengan tekstil. Rakyat Indonesia bersimpati terhadap rakyat India dan akan menyambut dengan baik terwujudnya hubungan ekonomi dan rohani antara RI dan India sebagai negara-negara merdeka. (Tempo, 15 Maret 2009. Hal. 50)
ADVERTISEMENT
Melihat hal tersebut Belanda seperti kebakaran jenggot karena secara tidak langsung Sjahrir telah berhasil menerobos blokade ekonomi yang selama ini Belanda Lakukan. Nehru yang terpukau oleh uluran tangan Sjahrir, kemudian mengadakan Asians Relations Conference di New Delhi dan mengundang Sjahrir. Sesusai konferensi, Sjahrir tak langsung pulang, ia mampir terlebih dahulu ke negara-negara yang diewatinya seperti Kairo, Suriah, Iran, Burma, dan Singapura. Kunjungan tersebut sekaligus menandakan kebobolan blokade ekonomi yang dibuat Belanda. Sejak saat itu pula kesempatan Indonesia untuk membuka kembali hubungan ekonomi berbagai negara semakin mudah.
Diplomasi beras ala Sutan Sjahrir ini nyatanya mampu membuat Belanda yang saat itu mencari berbagai cara untuk menguasai kembali Indonesia kelabakan, Sutan Sjahrir dengan julukan ‘diplomasi-diplomasi kancil’ merupakan salah satu contoh perdana menteri yang melawan para penjajah dari sisi kecerdikan diplomasi, tidak hanya bentuk perlawanan fisik.
Sumber foto : Tempo
ADVERTISEMENT