Konten dari Pengguna

Pemerintah dan Komunikasi Publik, Sudah Tepatkah?

Prahald Edo Fadhlurrohman
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya
11 Mei 2020 8:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prahald Edo Fadhlurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi komunikasi publik yang dilakukan pemerintah. Foto: Pinterest
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi komunikasi publik yang dilakukan pemerintah. Foto: Pinterest
ADVERTISEMENT
Dalam situasi apapun pemerintah dalam menyampaikan suatu kebijakan atau keputusan kepada masyarakat dituntut harus memiliki strategi komunikasi publik yang tepat agar tidak terjadinya suatu hal yang ambigu dalam sebuah pesan dan mudah dipahami oleh masyarakat sebagai penerima pesan. Dalam pengelolaannya, komunikasi publik yang dilakukan oleh pemerintah sudah diatur di dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, dan salah satu yang disampaikan dalam Inpres ini adalah pemerintah harus bisa menyampaikan sebuah informasi melalui beragam saluran komunikasi kepada masyarakat secara obyektif, tepat, berkualitas baik, cepat, berwawasan, dan mudah dimengerti terkait dengan program pemerintah maupun sebuah kebijakan.
ADVERTISEMENT
Tetapi dalam pengaplikasiannya, pemerintah Indonesia dalam melaksanakan komunikasi publik kepada masyarakat masih dirasa memiliki beberapa hal yang membuat pesan tersebut akhirnya diterima oleh publik atau masyarakat dengan sebuah ketidakpuasan, menimbulkan ambigu dan tanda tanya, seperti halnya dengan adanya dualisme dalam sebuah informasi, keterlambatan dalam penyampaian informasi, masih bersifat kompetisi dengan lainnya, dan kurang adanya ketegasan dalam mengambil sebuah keputusan yang akhirnya disampaikan kepada masyarakat. Mengingat kembali saat awal pemberitaan masuknya virus corona atau covid-19 di Indonesia, Presiden Jokowi dan beserta Menteri Kesehatan mengumumkan ada 2 WNI yang terkena virus corona, sedangkan sehari sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengungkapkan ada 115 pasien di Jakarta dan 32 yang dalam pengawasan ketat, dan segera membuat tim tanggap terkait penanganan virus corona. Dalam hal ini terlihat secara tersirat antara Anies dan jokowi menunjukkan sebuah persaingan politik dalam pola komunikasi ke publik, seperti halnya beberapa orang menilai Jokowi mendapat sebuah tekanan saat seorang gubernur berbicara soal virus baru tersebut. Namun tidak hanya itu, pemerintah Indonesia juga terkadang sampai saat ini untuk menyampaikan informasi tidak disertakan alasan yang rasional, seperti halnya saat di awal Menteri Kesehatan memberikan informasi kalau Indonesia bebas dari virus corona, dengan memberikan sebuah alasan yang selalu tidak rasional dan lebih kepada spekulatif religius akhirnya hal tersebut menyebabkan banyak masyarakat maupun pihak luar negeri yang tidak percaya akan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Terkadang juga komunikasi publik yang dilakukan pemerintah bukannya membuat masyarakat lebih tenang menghadapi suatu kondisi tapi malah semakin bingung, karena apa yang disampaikan oleh satu orang berbeda dengan yang disampaikan oleh yang lainnya, padahal masih dalam satu tema pembicaraan. Seperti halnya ada perbedaan data jumlah kasus virus corona di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dengan daerah, melalui platform media online ternyata ditemukan data yang dirilis pemerintah pusat tidak sinkron dengan data di daerah, dan tentunya hal ini sangat berpengaruh pada sikap masyarakat yang akhirnya berspekulasi bahwa apakah ada yang ditutupi oleh pemerintah sehingga datanya bisa berbeda? atau hanya kesalahan dalam menginput data saja? tidak ada yang mengetahui karena semua itu ditangani oleh pemerintah beserta para ahli.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa hal tersebut bisa kita ketahui bahwa belum tepatnya pemerintah dalam melakukan komunikasi publik, karena masih ada beberapa hal yang membuat masyarakat menerima pesan tidak utuh atau setengah-setengah dan kerancuan dalam informasi masih terjadi sehingga bisa membuat masalah baru muncul. Untuk memperbaiki komunikasi publik pemerintah, Pengamat komunikasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Kuskridho Ambardi menyebut ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan persoalan, yang pertama, pengelolaan dan penataan ulang pusat informasi dan pusat data oleh agensi pemerintah, yang kedua data yang disediakan mulai diklasifikasikan, terutama yang paling penting untuk publik dan bagaimana informasi bisa digunakan untuk memenuhi survival instinct dari publik tersebut, yang terakhir yaitu pengolahan data menjadi informasi dan berlanjut sebagai narasi.
ADVERTISEMENT