Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Revitalisasi Geopolitik Indonesia dalam Rivalitas Amerika Serikat dan Cina
24 November 2021 17:19 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari PRIMADIANI DIFIDA WIDYAPUTRI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika Rivalitas Amerika Serikat dan Cina Menguasai Asia Pasifik: Di mana Posisi Geopolitik Maritim Indonesia?
Indonesia Sebagai Negara Maritim
ADVERTISEMENT
Indonesia yang terletak pada koordinat 6°LU-11°LS dan 95°BT-141°BT dan terbentang di antara dua benua dan dua samudra memberikan potensi strategis dalam geopolitiknya. Di mana adanya peningkatan pada sektor-sektor ekonomi akan dideterminasikan dari tatanan posisi wilayahnya.
Secara geografis Indonesia akan memegang peranan penting sebagai penggerak ekonomi dunia. Dibuktikan oleh sejarah yang mencatat besarnya dampak yang dihasilkan dari perdagangan jalur laut telah menguasai sistem pelayaran dan perdagangan di kawasan maritim.
Dinamika konstitusi Indonesia dapat dikatakan sebagai negara maritim karena luas wilayah lautan yang mengelilingi Indonesia sebesar 3.257.357 km2 dengan perbandingan daratan dan lautan 30% dan 70% dapat menjadi penyumbang pendapatan nasional.
Perkembangan teknologi dan optimalisasi kegiatan dalam yurisdiksi laut dalam mengalokasikan kapal dapat menjadi penyokong sumber daya yang membangun kemakmuran bagi warga negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Diperjelas oleh A.T Mahan seorang ahli strategi kekuatan laut yang menekankan bahwa visi dan paradigma negara tentang konsep dan tata kelola maritim akan menentukan kejayaannya.
Yurisdiksi laut nasional yang dikelola sebaik mungkin dalam pengembangan sektor ekonomi serta adanya optimalisasi pengelolaan dan pengembangan sektor kelautan memetakan hasil yang relatif besar.
Geoffrey Till dalam bukunya yang berjudul Seapower: A Guide For Twenty-First Century menyatakan bahwa laut memiliki peranan penting bagi peradaban sebuah negara yakni sebagai penghasil sumber daya, jalur transportasi dan dinamika perdagangan, media penyebaran dan pendistribusian ide dan tak kalah penting laut menjadi simbol kekuasaan.
Gagasan Indonesia sebagai negara maritim menjadi visi jangka panjang untuk terus dapat memaksimalkan potensi dan kapabilitas wilayah kelautan menjadi penyokong perekonomian yang stabil. Sehingga rancangan keamanan wilayah dan eksplorasi sumber daya alam dapat menjadi keunggulan.
ADVERTISEMENT
Perlu adanya perluasan mobilitas yang dapat menjadi kunci revolusioner bagi Indonesia untuk dapat bersaing di kancah internasional. Salah satu alternatif yang dapat menunjang hal ini adalah kebijakan strategis di kawasan Asia Pasifik.
Dalam tatanan hubungan internasional, kawasan Asia Pasifik menjadi pelopor adanya pertumbuhan ekonomi yang dinamis. Sehingga kawasan ini menjadi pusat terjadinya aktivitas politik global. Terlebih signifikansi aktivitas yang terjadi di kawasan ini menciptakan pemusatan gravitasi pada interaksi global.
Meninjau dari dinamika posisi yang menjadi keunggulan oleh kawasan Asia Pasifik, memunculkan adanya spekulasi konflik yang melibatkan dua negara adidaya yakni Amerika Serikat dan Cina.
Interpretasi rivalitas yang digambarkan oleh sejarah sebagai pola destabilisasi yang terjadi di kedua pihak memunculkan ketegangan atas persaingan hegemoni Cina dan Amerika Serikat. Adanya peningkatan pengaruh Cina yang mulai mendominasi pada aspek militer di kawasan Asia Pasifik tentu menjadi landasan bagi Amerika Serikat untuk mengerahkan segala armada hegemoninya.
ADVERTISEMENT
Dinamika politik konfliktual yang memunculkan sensitivitas menimbulkan pola interaksi yang sentimental. Kehadiran Amerika Serikat sebagai negara adikuasa dan Cina dengan dominasi agresifnya berpotensi untuk meluluhlantakkan kawasan Asia Pasifik.
Tak dapat dipungkiri bahwa transisi konflik keamanan menjalar hingga sektor keamanan. Gejolak rivalitas Cina dan Amerika Serikat secara jelas menyebabkan permasalahan geopolitik.
Dilema Cina yang bersifat konfrontatif terus mengalami pertentangan pada status quo sebagai pengakuan hegemoni yang cenderung berpihak pada Amerika Serikat. Terdapat kebijakan Smart Force oleh Xin Jinping menjadi salah satu pionir pendekatan kekuasaan yang diadaptasi oleh Cina sebagai upaya dominasi kapabilitasnya dalam percaturan global. Komponen Fighting Force oleh Donald Trump sebagai strategi yang diambil dalam konstelasi Free and Open Indo-Pacific (FOIP) sebagai respons Amerika Serikat dalam persaingan integritas hegemoni.
ADVERTISEMENT
Dilema rivalitas Amerika Serikat dan Cina menjadi perhatian bagi negara-negara yang berada di sekitar kawasan. Terbukti pada geopolitik maritim yang menitikberatkan laut sebagai kekuasaan dalam mekanisme rivalitasnya. Aktivitas yang terjadi di laut akan terkontaminasi oleh potensi laut sebagai kuasa dalam pendekatan maritim.
Relevansi Kedudukan Indonesia dan Tinjauan Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Manifestasi rivalitas yang terjadi antara Amerika Serikat dan Cina akan berorientasi pada dominasi geostrategi dalam memberdayakan ekspansi wilayah kekuasaan antara kedua negara tersebut. Menanggapi hal ini, Indonesia didesak untuk selalu responsif terhadap segala aktivitas yang terjadi dalam dinamika rivalitas ini.
Mengingat bahwa kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia bersifat bebas aktif, maka pandangan Dynamic Equilibrium yang mendefinisikan stabilitas politik tidak dapat bertumpu pada salah satu dominasi politik saja.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya persaingan keamanan antara AS dan Cina akan menimbulkan polemik regional dalam jangka waktu yang panjang. Kedua negara telah memahami bahwa Asia Pasifik memiliki potensi dalam geopolitik yang esensial.
Tak kalah penting, identifikasi lebih dalam terkait aktualisasi kebijakan luar negeri dan kebijakan maritim harus terjustifikasi oleh kepentingan dan kemungkinan ancaman yang menjadi tanggungan bagi Indonesia. Hal ini merupakan poin penting dalam proses membangun poros maritim dunia.
Brad Nelson dalam artikelnya yang berjudul Brokering China-US Relations menjelaskan peran aktif Indonesia sebagai mediator untuk mengupayakan perdamaian dalam dinamika persaingan antara AS dan China. Ditegaskan pula bahwa kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif memiliki kualifikasi untuk meredam persaingan tersebut.
Dengan demikian, adanya Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas aktif sebagai actor network state dalam diplomasi mampu memadamkan kompleksitas industri-militer internasional. Sejatinya keterlibatan Indonesia dalam rivalitas Amerika Serikat dan Cina menjadi formula penegasan dalam perumusan kebijakan geopolitik maritim Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mengingat adanya eksistensi persaingan yang ketat, maka Indonesia harus membangun pertahanan negara yang lebih koheren dan komprehensif baik dari segi politik, keamanan maupun ekonomi. Dengan demikian, hal-hal terkait revitalisasi geopolitik Indonesia akan mencapai stabilitas dalam meningkatkan potensinya.
Referensi
Al Syahrin, M. N. (2018). China versus Amerika Serikat: Interpretasi Rivalitas Keamanan Negara Adidaya di Kawasan Asia Pasifik. Global Strategis, 12(1), 145-163.
Nelson, B. (PDF) Brokering China-US Relations. Academia.edu. Retrieved November 19, 2021, from https://www.academia.edu/5271075/Brokering_China-US_Relations
Purba, A. O., & Ampun, A. C. R. A. (2021). Indonesia Dan Rivalitas Amerika Serikat Dengan China di Kawasan Asia Pasifik. Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 8(3), 177-182.
Sutrisno, S., & Meirinaldi, M. (2020). Indonesia dan Rivalitas Amerika Serikat dengan China di Kawasan Asia Pasific. Jurnal Ekonomi, 22(3), 201-217.
ADVERTISEMENT
Bima, A. A. N. A. W. (2020). Revitalisasi Maritim Dalam Pemantapan Geopolitik Indonesia. Jurnal Ilmiah Cakrawarti, 3(2), 28-33.