Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Biografi Kapitan Pattimura, Pahlawan dari Tanah Maluku
9 Mei 2024 21:47 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pattimura terkenal di Indonesia sebagai sosok pahlawan yang berani melawan kezaliman penjajah Belanda di bagian timur Indonesia. Tetapi, di balik gigihnya semangat juangnya, terdapat kisah-kisah yang layak untuk diceritakan kembali secara mendalam.
Biografi Kapitan Pattimura
Mengutip dari buku Biografi Pahlawan Kusuma Bangsa, Ria L, (2011), berikut adalah biografi Kapitan Pattimura lengkap yang bisa dipelajari.
Kapitan Pattimura merupakan panggilan akrab dan memiliki nama asli Thomas Matulessy. Pattimura sendiri berasal dari daerah adalah Negeri Haria, Saparua, Maluku. Kemudian, lahir pada tanggal 8 Juni 1783 di Pulau Seram, Maluku.
Orang tua Pattimura bernama Antoni Matulessy, yaitu seorang putra Kasimiliali Pattimura Matulessy. Perlu diketahui, bahwa Pattimura juga memiliki darah bangsawan atau kerajaan yang mengalir dari Raja Sahulau, letaknya di Teluk Seram bagian selatan.
ADVERTISEMENT
Di dalam keluarganya, Kapitan Pattimura memiliki saudara seorang adik lelaki bernama Yohanis. Sejak kecil, Kapitan Pattimura tumbuh dan dibesarkan akan keanekaragaman budaya dan tradisi di tanah yang kaya.
Awal kehidupan Kapitan Pattimura dipengaruhi oleh latar belakang keluarganya yang memiliki garis keturunan bangsawan dan prajurit. Hal ini memberikannya kesempatan yang mudah untuk pergi melanjutkan pendidikan yang layak serta pelatihan militer.
Sebagai anak muda, Kapitan Pattimura dikenal dengan semangat juang yang tinggi dan pada seni bela diri tradisional memiliki ketertarikan yang besar. Awal karir Pattimura menjadi seorang sersan pada periode 1817–1818 dalam tentara kolonial Belanda.
Kapitan Pattimura yang sebagai seorang sersan berada di bawah komando Belanda dan sangat memungkinkan untuk terlibat dalam tugas-tugas militer dan administratif di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, dengan penindasan Belanda terhadap rakyat Maluku pada pengalamannya secara langsung, serta timbulnya kesenjangan sosial dan ekonomi, sangat memungkinan menjadi pemicu bagi perubahan besar sikapnya terhadap pemerintahan kolonial.
Akhirnya, Kapitan Pattimura memilih untuk memberontak terhadap kekuasaan Belanda karena ketidakpuasannya terhadap kebijakan kolonial Belanda yang tumbuh seiring waktu. Sehingga pada tahun 1817, ia memimpin pemberontakan terhadap pasukan Belanda.
Selama mereka berkuasa di Maluku, Kapitan Pattimura merupakan seorang prajurit berbakat yang menjadi bagian dari tentara Inggris. Karir militernya dengan tentara Inggris membuktikan tentang kemampuannya dalam berperang dan kepemimpinan.
Pattimura menjadi pahlawan yang namanya dikenang banyak orang memiliki latar belakang militer dengan Inggris di Maluku yang impresif. Pattimura dengan antusias mendaftar menjadi prajurit ketika Inggris mengambil alih kepemimpinan dari Belanda di Maluku.
ADVERTISEMENT
Selama di militer, ia menonjolkan kemampuannya sehingga membawanya mendapatkan berbagai pelatihan intensif dan mendapat promosi menjadi sersan mayor pada akhirnya. Ia mengubah marga keluarganya sebagai bentuk bangga dan pengakuan atas posisinya.
Perjuangan Kapitan Pattimura Melawan Belanda
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah sejak dahulu. Salah satu wilayah Indonesia yang memiliki sumber daya yang melimpah adalah Maluku. Kekayaan alam yang melimpah di wilayah Maluku tersebut sangat menarik bagi bangsa Eropa.
Bahkan, bangsa Eropa menyebut Maluku sebagai “Mutiara dari Timur” karena kaya akan hasil alam dan indahnya wilayah Maluku. Bangsa Eropa pada akhirnya berlomba-lomba untuk datang ke Maluku.
Awalnya, kedatangan orang-orang Eropa tersebut hanya untuk berdagang saja ke tanah Maluku. Tetapi, seiring berjalannya waktu situasi mulai berubah saat Belanda menguasai Maluku dan membuat masyarakat Maluku semakin sengsara.
ADVERTISEMENT
Rakyat Maluku yang mengalami ketidakadilan membuat banyak pemuda Maluku melakukan serangkaian pertemuan rahasia. Pertemuan rahasia tersebut diadakan di pulau yang dihuni umat Islam yaitu bisa disebut dengan Pulau Haruku.
Selain itu, pertemuan rahasia ini juga diadakan di pulau yang dihuni umat Kristiani atau disebut juga dengan Pulau Saparua. Dalam pertemuan tersebut disimpulkan bahwa rakyat Maluku tidak ingin menderita dan akan melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Untuk itu, pada 14 Mei 1817, Thomas Matulessi atau dikenal sebagai Pattimura dipilih oleh rakyat dari Honimoa (Saparua), Nusa Laut, dan Haruku di hutan Saniri untuk menjadi pemimpin untuk melawan penjajah Belanda.
Penunjukkan tersebut dikarenakan Pattimura pernah bekerja di dinas angkatan perang Inggris, yang artinya memeiliki masyarakat percaya bahwa Pattimura memiliki pengalaman yang diharapkan dapat menguntungkan rakyat Maluku untuk melawan Belanda.
ADVERTISEMENT
Pattimura mewakili rakyat yang merasa tidak terima dengan praktik penindasan kolonialisme Belanda dalam berbagai bentuk monopoli perdagangan, pelayaran hongi, dan sebagainya.
Selain itu, masyarakat Maluku memberontak juga karena diwajibkan menyerahkan hasil bumi dan bekerja paksa. Situasi tersebut membuat Masyarakat Maluku mempercayai Thomas Matulessy untuk memimpin pertempuran tersebut.
Pasukan Maluku dipimpin oleh Lucas Latumahina, Christina Martha Tiahahu, dan Thomas Pattiwael. Marta Christina Tiahahu sendiri adalah seorang wanita berusia 17 tahun ketika Perang Pattimura berlangsung.
Ia merupakan sosok wanita yang gigih dan selalu membantu Kapitan Pattimura dalam memerangi Belanda. Bersama ayahnya yang bernama Kapitan Paulus, Marta Christina Tiahahu berhasil merebut Benteng Duurstede dan Beverwijk pada masa Perang Pattimura.
Perlawanan demi perlawanan masyarakat Maluku ini di mulai dengan cara menghancurkan kapal-kapal kolonial Belanda yang terdapat di pelabuhan. Kemudian dilanjutkan dengan menuju Benteng Duurstede.
ADVERTISEMENT
Di benteng tersebut terdapat pasukan Belanda yang telah berkumpul. Akhirnya, pertempuran antara pejuang dari Maluka dan pasukan Belanda terpicu. Pada pertempuran ini awalnya terjadi di Saparua, kemudian merembet ke daerah lainnya di seluruh Maluku.
Tentara Belanda yang berkumpul itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg. Kemudian Belanda mengirimkan pasukannya untuk merebut kembali benteng Duurstede, tetapi pasukan Kapitan Pattimura berhasil mengalahkan pasukan Belanda.
Kemudian pihak Belanda mendapatkan bantuan dari wilayah Ambon. Tetapi, upaya Belanda tersebut digagalkan oleh pasukan Pattimura dan pemimpin prajurit, Mayor Beetjes tewas.
Selama kurun waktu tiga bulan, Benten Duurstede tersebut berhasil dikuasai pasukan Kapitan Patimura. Tetapi, Belanda tidak ingin menyerahkan begitu saja benteng itu dan melakukan operasi besar dengan mengerahkan pasukan dan senjata yang lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Pasukan Pattimura dan pasukan Maluku akhirnya kesulitan dan kewalahan lalu mundur. Setelah itu, Benteng Duurstede berhasil direbut kembali oleh Belanda, lalu Kapitan Pattimura ditangkap.
Kapitan Pattimura Dihukum Mati
Melihat gigihnya perlawanan rakyat Saparua, Belanda terus mendatangkan bantuan dari berbagai daerah. Dengan adanya bantuan itu, Pattimura, yang awalnya unggul, mulai terkepung.
Belanda melakukan cara kotor seperti menerapkan politik adu domba yang melahirkan tindakan pengkhianatan dari pengikut Pattimura. Akhirnya, Kapitan Pattimura dihukum gantung Politik adu domba dan para pengikut Pattimura karena kelakuan kolonial Belanda.
Pada 11 November 1817, Belanda berhasil menangkap Pattimura dengan memanfaatkan raja dari negeri Booi bersama Philips Latumahina di Siri Sori. Pengkhianatan tersebut terjadi karena raja Booi dendam kepada Pattimura karena telah menurunkan jabatannya.
ADVERTISEMENT
Setelah Kapitan Pattimura berhasil ditangkap di sebuah rumah di hutan Booi, Belanda membawanya ke daerah Ambon. Kapitan Pattimura dan rekan-rekannya di Ambon ditahan di Benteng Victoria untuk diinterogasi.
Kapitan Pattimura memilih bungkam dan Belanda tidak banyak memiliki informasi yang berhasil digali. Memasuki bulan Desember 1817, Kapitan Pattimura dan rekan-rekannya dibawa ke Dewan Pengadilan Ambon secara terpaksa.
Setelah beberapa kali melalui persidangan, Kapitan Pattimura, Anthoni Rhebok, Philips Latumahina, dan rekan-rekannya mendapat hukuman paling berat sebagai pemimpin perang tersebut, yaitu hukuman mati dengan cara digantung.
Satu hari sebelum eksekusi hukuman mati dilaksanakan, Pattimura masih terus dibujuk. Tetapi, Pattimura tetap menolak bujukan itu dan menunjukkan kesejatian perjuangannya.
Pada 16 Desember 1817, Kapitan Pattimura pada usianya yang 34 tahun dan rekan-rekannya dieksekusi mati dengan cara digantung di depan Benteng Victoria.
ADVERTISEMENT
Tubuh Kapitan Pattimura yang tidak lagi bernyawa, diletakan di dalam sangkar besi yang dipajang dan dipertontonkan di depan benteng, dengan tujuan menakuti rakyat Ambon agar mereka selalu patuh kepada Belanda.
Namun, hingga saat ini jasad dari Pattimura belum diketahui keberadaan. Terdapat beberapa sumber yang mengatakan bahwa meninggalnya Pattimura dan jasadnya digantung di Benteng Victoria lalu dibuang ke sebuah tempat pengasingan di Maluku.
Demikian biografi Kapitan Pattimura, seorang pahlawan dari tanah Maluku yang berjuang melawan kolonial Belanda. (APR)