Konten dari Pengguna

Biografi Sultan Agung, Raja Mataram dan Masa Pemerintahannya

Profil Tokoh
Menyajikan informasi profil tokoh ternama dari Indonesia maupun mancanegara.
25 Mei 2024 23:00 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Biografi Sultan Agung. Unsplash/ British Library
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Biografi Sultan Agung. Unsplash/ British Library
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu tokoh sejarah dan terkenal di Nusantara, biografi Sultan Agung seringkali dicari untuk dipelajari. Sebagai penguasa Mataram kala itu, Sultan Agung berhasil membawa Kerajaan Mataram dalam puncak kejayaan.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari kebudayaan.jogjakota.go.id, puncak kejayaan Sultan Agung berada pada tahun 1627, yakni setelah 14 tahun kepemimpinannya berlangsung dengan wilayah kekuasaan yang luas, meliputi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Timur.
Sebagai penguasa tertinggi, Sultan Agung juga mampu membawa Kerajaan Mataram pada peradaban kebudayaan ke tingkat yang lebih tinggi dengan berbagai keahlian yang dimiliki.

Biografi Sultan Agung

Ilustrasi Biografi Sultan Agung, Unsplash/Birmingham Museums Trust
Selain sebagai sultan Kerajaan Mataram, Sultan Agung merupakan seorang pahlawan nasional yang ikut berperan melawan VOC. Melalui kisah biografi Sultan Agung, perjuangan dan pengorbanannya, serta kisah hidupnya bisa diketahui dan dikenang selamanya.
Sultan Agung merupakan raja terbesar dari Mataram yang sebenarnya tidak menggunakan gelar “Sultan” hingga tahun 1641. Pada mulanya, Sultan Agung bergelar “Pangeran” atau “Panembahan”. Setelah tahun 1624, berganti menjadi “Susuhunan” (sering disingkat Sunan).
ADVERTISEMENT
Nama lengkap Sultan Agung ialah Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593-1645) dan merupakan raja Kesultanan Mataram yang berkuasa pada tahun 1613-1645. Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika dan terkenal juga dengan sebutan Raden Mas Rangsang.
Sultan Agung merupakan salah seorang putra Panembahan Seda Ing Krapyak dan cucu Panembahan Senapati. Ayahnya bernama Prabu Hanyokrowati, sedangkan ibunya bernama Ratu Mas Adi Dyah Banowati.
Sultan Agung Hanyokrokusumo lahir di Kotagede tahun 1593 dan meninggal di Karta pada tahun 1645. Selain seorang sultan, Raden Mas Rangsang juga merupakan panglima perang yang mampu membangun wilayah kekuasaan serta memperkuat kesultanannya menjadi kekuatan teritorial yang dan militer yang masif.
Dikutip dari p2k.stekom.ac.id, Sultan Agung memiliki dua permaisuri utama yang merupakan tradisi Kesultanan Mataram.
ADVERTISEMENT
Permaisuri tersebut adalah Ratu Kulon yang bernama Ratu Mas Tinumpak, putri dari sultan dari Kesultanan Cirebon. Permaisuri kedua adalah Ratu Wetan yang merupakan putri dari Adipati Batang, cucu Ki Juru Martani bernama Ratu Ayu Batang.
Selain itu, kedua permaisuri Sultan Agung memiliki seorang putra. Putra dari Ratu Wetan bernama Raden Mas Sayyidin atau dikenal dengan nama Amangkurat. Sedangkan putra Ratu Kulon ialah Raden Mas Syahwawrat yang kemudian dikenal sebagai Pangeran Alit.

Perjuangan Sultan Agung

Ilustrasi Perjuangan Sultan Agung, Unsplash/ British Library
Mengutip dari jurnal.fkip.unila.ac.id, selain menaklukkan berbagai wilayah di Pulau Jawa, perjuangan terbesar Sultan Agung ialah menghadapi tantangan dan serangan dari pihak Belanda (VOC) pusatnya berada di Batavia.
Penguasaan VOC atas Batavia dan kehadirannya dianggap akan menghambat penyebaran Islam di Jawa yang dilakukan oleh Sultan Agung.
ADVERTISEMENT
Perlawanan ini berlangsung antara tahun 1628-1629, namun mengalami kegagalan karena pihak VOC menguasai dan memusnahkan pusat-pusat logistik yang dibangun pasukan Mataram kala itu.
Selain bertempat di Batavia, Belanda juga menduduki ujung barat Jawa, yakni sepanjang Banten. Di sisi lain, dalam upaya mempersatukan Jawa, Sultan Agung menyatakan bahwa Banten secara historis merupakan daerah bawahan Demak dan Cirebon. Namun Belanda mengambil alih dan berdaulat penuh atas Banten.
Karena hal tersebut, Sultan Agung melakukan aksi penaklukan militer untuk mengambil alih Banten dari Belanda.
Penyerangan itu terjadi pada tahun 1628, di mana Sultan Agung dan pasukan Mataram mulai menyerbu di Batavia, namun mengalami kekalahan karena kurangnya dukungan logistik untuk pasukan Mataram.
Tahun 1629, Sultan Agung kembali menyerang dengan dua pimpinan pasukan. Pasukan pertama dipimpin oleh Adipati Ukur pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua diketuai oleh Adipati Juminah pada bulan Juni.
ADVERTISEMENT
Kegagalan pada serangan pertama menjadi bentuk antisipasi pasukan Mataram dengan cara membuat lumbung beras tersembunyi di Karawang dan Cirebon.
Sayangnya, strategi tersebut diketahui oleh pihak Belanda karena diam-diam, ada mata-mata yang berhasil menemukannya dan kemudian memusnahkannya.
Oleh karenanya, bekal pasukan Mataram semakin berkurang, ditambah lagi dengan penyakit malaria dan kolera yang juga merebak pada pasukan Mataram. Kekuatan pasukan Sultan Agung benar-benar sangat lemah hingga mencapai Batavia.
Namun demikian, serangan kedua tidaklah gagal, karena Sultan Agung berhasil membuat bendungan Sungai Ciliwung dan mengotorinya, sehingga muncul wabah penyakit kolera yang menyerang penduduk Batavia.
Salah satu korbannya adalah Gubernur jenderal Belanda, J.P. Coen yang meninggal karena penyakit kolera.

Masa Pemerintahan Sultan Agung

Ilustrasi Masa Pemerintahan Sultan Agung. Unsplash/ Birmingham Museums Trust
Sultan Agung menaiki takhta sebagai pemimpin pada tahun 1613 ketika usianya 20 tahun. Perjuangan dan pengorbanannya menjadi seorang sultan tidak hanya difokuskan pada bidang politik dan militer.
ADVERTISEMENT
Pada masa pemerintahannya, Sultan Agung melakukan ekspansi ke wilayah yang belum mengakui kedaulatan Mataram. Penaklukan wilayah pertama dilakukan pada tahun 1614 ke wilayah timur Jawa, seperti Kediri, Renong, Lumajang, dan Malang.
Sedangkan pada tahun 1615, wilayah yang ditaklukkan ialah Wirasaba, Siwalan dan Lasem pada tahun 1616, Pasuruan dan Pajang pada tahun 1617.
Adapun penaklukan Tuban pada tahun 1619, Surabaya pada tahun 1620-1615, Madura pada tahun 1614, Giri pada tahun 1635-1636, dan Blambangan pada tahun 1636-1640. Hampir semua wilayah Jawa menjadi daerah kekuasaan Sultan Agung Mataram.
Kegigihannya menjadi seorang pemimpin, dan keahliannya dalam berbagai bidang seperti politik dan militer, sosial dan budaya, ekonomi, membawa Kerajaan Mataram pada masa keemasan.
Berdasarkan laman kebudayaan.jogjakota.go.id, dalam bidang ekonomi dan kebudayaan, Sultan Agung melakukan pemindahan penduduk Jawa Tengah ke Karawang yang terdapat sawah dan ladang yang luas dan subur.
ADVERTISEMENT
Sultan Agung juga memberikan pengajaran dan pendidikan kepada rakyat Mataram Islam dengan ditempatkannya ulama di posisi terhormat sebagai pejabat anggota Dewan Parampara (penasihat tinggi kerajaan).
Di samping itu, dibangun juga struktur pemerintahan kerajaan yang didirikan Lembaga Mahkamah Agama Islam, dan gelar raja-raja Mataram Islam. Meliputi Pandita, sebagai penguasa, raja juga sebagai kepala pemerintahan dan kepala agama (Islam).
Dalam aspek sosial budaya, Sultan Agung berusaha melakukan adaptasi unsur kebudayaan Indonesia asli dengan Hindu dan Islam.
Contoh asimilasi budaya tersebut adalah adanya Grebeg yang disesuaikan dengan Hari Raya Idulfitri dan kelahiran Nabi Muhammad saw., yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Grebeg Puasa dan Grebeg Maulud.
Sultan Agung turut serta mengenalkan penanggalan tahun saka dan kitab filsafat Sastra Gendhing dan berhasil mengubah perhitungan peredaran matahari ke perhitungan peredaran bulan.
ADVERTISEMENT
Karena berbagai usahanya terlebih dalam bidang sosial dan budaya, memajukan agama Islam, Sultan Agung mendapat gelar Susuhunan (Sunan) yang selama ini diberikan kepada wali.

Kepribadian Sultan Agung

Ilustrasi Kepribadian Sultan Agung. Unsplash/ Birmingham Museums Trust
Mengutip digilib.uinsa.ac.id, Sultan Agung dikenal memiliki kepribadian yang kuat, raja yang bijaksana, cakap, cerdas, dan cerdik dalam menjalankan sistem pemerintahan hingga kehidupan perekonomian berkembang maju.
Selain itu, Sultan Agung merupakan seorang yang memiliki sifat ingin tahu dan bertindak tegas. Seperti pertanyaannya kepada De Haen tentang peta dunia, arti nama para gubernur jenderal, hingga berbagai pertanyaan politik sebagai pengetahuan baginya.
Sifat ketegasannya dibuktikan sifat pemarah sultan yang membuat ketakutan pada pejabat istana setelah Sultan Agung mendengar pemberontakan di Sumedang dan Ukur. Tidak ada seorang pun yang berani berkutik dan masing-masing menunduk ke bawah.
ADVERTISEMENT
Sultan Agung tidak segan memberangkatkan pasukan untuk merampas wanita dan anak-anak, merampok harta benda bergerak, hingga memusnahkan seluruh penduduk.
Sifat kerasnya ini, menyadarkannya bahwa pengawasan keras ini lebih baik daripada menimbulkan rasa takut.
Raja Mataram ini juga memiliki sifat waspada dan hati-hati dengan tidak mudah percaya dengan orang lain, termasuk keluarganya sendiri. Karena di mana saja, akan ada seorang pengkhianat dan pembohong.
Dalam hal religi, Sultan Agung memiliki ketaatan dan ketekunan dalam menjalankan perintah agama dan ibadah. Selain itu, sultan juga tetap menjalankan tradisi dan menghormati arwah para leluhurnya sebagaimana dirinya merupakan orang Jawa.

Kematian Sultan Agung

Ilustrasi Kematian Sultan Agung. Pexels/ Zoe Jackson
Kematian Sultan Agung tidak lepas dari kisah misterius. Setelah mendapat gelar dari Mekah pada tahun 1640, kondisi kesehatan Sultan Agung mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
Tahun 1612, Sultan Agung juga mengalami sakit parah yang membuat pemerintahan Mataram beralih.
Riwayat lain menyebutkan bahwa Nyi Roro Kidul, merupakan istri spiritual Sultan Agung dan meramalkan kematian sang sultan, yakni pada tahun 1645 dan akan dimakamkan di puncak bukit Imogiri.
Faktor lain penyebab wafatnya sang raja ialah adanya penyakit pes yang melanda Jawa pada tahun 1625-1617. Penyakit ini bahkan membunuh dua pertiga penduduk di berbagai daerah di Jawa Tengah dan sepertiga warga Banten.
Versi lain menyebutkan bahwa meninggalnya Sultan Agung karena salah satu permaisuri, yaitu Ratu Kulon yang meracuninya.
Sedangkan pendapat lain juga mengatakan bahwa penyebab meninggalnya Sultan Agung karena dibunuh oleh salah satu putranya bernama Raden Mas Sayyidin.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, pada tahun 1645, Sultan Agung merasa bahwa ajalnya sudah dekat. Tak lama setelah perasaan itu muncul, Sultan Agung membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga para raja Kerajaan Mataram dimulai dari dirinya.
Selain itu, Sultan Agung juga menulis sebuah serat Sastra Gendhing sebagai tuntunan hidup trah-Mataram. Berdasarkan wasiatnya, Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan digantikan putranya yakni Raden Mas Sayyidin.
Bagaimanapun kisah kematiannya, usaha dan keberhasilan Sultan Agung sebagai pemimpin membawa Mataram pada puncak kejayaan dalam berbagai aspek kehidupan.
Karenanya, kisah hidup dan perjuangannya patut diabadikan dalam bentuk tulisan berupa biografi Sultan Agung. (fat)
ADVERTISEMENT