Kisah Seseorang yang Pernah Mencoba Bunuh Diri dengan Meminum Baygon Elektrik

Konten dari Pengguna
23 Maret 2017 2:06 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eddward S Kennedy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi depresi (Foto: Pixabay)
Bunuh diri, sebagaimana gejala depresi lainnya, memang lebih baik tidak dijadikan bahan lelucon. Tapi karena kisah yang satu ini cukup dahsyat pula inspiratif, izinkan saya untuk memberi pengecualian.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun silam, seorang kawan--Anda boleh menamainya sebagai Bukan Nicholas Saputra--di kampus pernah mencoba bunuh diri dengan cara paling tolol sekaligus dramatis.
Bagaimana Bukan Nicholas Saputra melakukannya? Mencemplungkan sekeping baygon elektrik ke dalam teh hangat lalu meminumnya.
Semua bermula ketika ia naksir seorang perempuan. Agar kontekstual, mari kita namakan perempuan ini Bukan Dian Sastro.
Bukan Nicholas Saputra ketika kuliah memang amat terobsesi untuk memiliki pacar. Ia, dengan lagak ndesonya yang selalu dipertontonkan kemana suka itu, selalu menyampaikan keluh kesah ke orang-orang:
"Adoh-adoh seko kampung, mosok aku ra entuk wedokan blas ki piye..." (Jauh-jauh dari kampung, masa aku nggak dapet pacar ini gimana...)
Maka ia pun bergerilya kesana kemari. Ikut berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) hingga kerap mampir ke kantin fakultas lain sekadar untuk mencari perempuan yang bersedia dipacarinya.
ADVERTISEMENT
Tak terhitung berapa triliun kali ia ditolak, dihina, dimaki, direndahkan, bahkan sampai diteriaki maling karena usahanya yang kadang terlampau agresif.
Hingga kemudian, pada suatu senja yang hampir tutup, tepat di perempatan kampus di fakultas teknik, Bukan Nicholas Saputra bertemu Bukan Dian Sastro.
Betapa berbonga-bonga hati Bukan Nicholas Saputra karena akhirnya ada perempuan yang bersedia ia dekati. Sejak saat itu, lagak ndesonya pun perlahan sirna, berganti dengan gaya parlente khas sopir pejabat. Senyumnya selalu semringah macam broker yang menang tender.
Happy af (Foto: giphy.com)
Meski belum dapat dianggap pacaran, Bukan Nicholas Saputra dan Bukan Dian Sastro kian akrab. Mereka sering pergi berdua dan tak sungkan pula mengumbarnya di depan kawan lain.
Suatu hari, Bukan Dian Sastro mengatakan kepada Bukan Nicholas Saputra bahwa ia ingin pulang ke Surabaya. Mendengar kabar ini, Bukan Nicholas Saputra kemudian menawarkan diri untuk mengantar sang pujaan. Bukan Dian Sastro pun mengiyakan.
ADVERTISEMENT
Dapat Anda pikir bagaimana jemawanya Bukan Nicholas Saputra. Ia sudah cengar-cengir sendiri membayangkan betapa asoy vakansi berduaan dengan si puan.
Berselang waktu kemudian, hari keberangkatan itu pun tiba.
Bukan Nicholas Saputra, yang sudah menukar motornya dengan motor kawan lain yang lebih gagah, menjemput Bukan Dian Sastro ke kosnya tepat pukul 7 pagi. Sungguh ranum hatinya hari itu.
Ngeeennggg… Ngeeennggg… Ngeeennnggg…
Crazy (Foto: Giphy.com)
Sekitar 6 jam perjalanan, tentu dengan diselingi mampir ke tempat makan dan lokasi yang asoy untuk berduaan, mereka akhirnya tiba di Surabaya. Bukan Dian Sastro lalu berpesan:
“Aku mau mampir ke tempat temenku dulu. Nanti kamu muter-muter aja dulu, mungkin aku agak lama.”
Tak ada perasaan curiga apapun dalam diri Bukan Nicholas Saputra dengan pesan tersebut. Pikirannya sudah kadung bahagia. Sampai kemudian mereka tiba di lokasi dan adegan dramatis itu pun muncul.
ADVERTISEMENT
Seorang pria berperawakan agak tinggi dan cukup rupawan, keluar dari pagar dengan senyum lebar. Dengan segera ia memeluk Bukan Dian Sastro, mengecup keningnya, dan memeluknya cukup lama.
Setelah bercengkrama sebentar, Bukan Dian Sastro pamit kepada Bukan Nicholas Saputra sambil mengucapkan terima kasih. Hal yang sama juga dilakukan si pria tadi.
Lalu mereka menutup pagar, menyisakan punggung terakhir dan tangan yang saling bergandengan, masuk ke dalam rumah tersebut. Meninggalkan Bukan Nicholas Saputra yang tercekat. Waktu seperti berhenti saat itu.
Perjuangan berbulan-bulan. Kebahagiaan yang ditimbun, optimisme yang dibangun, mimpi yang dirangkai, semua raib begitu saja hanya dalam sepersekian menit.
Dengan kalut yang tak tertahankan, Bukan Nicholas Saputra pulang. Jantungnya berdegup tak karuan. Air matanya tumpah sepanjang perjalanan. Ia sedih. Ia marah. Tapi lebih-lebih, ia tak percaya mengalami kejadian naas ini.
ADVERTISEMENT
Bukan Nicholas Saputra memacu motornya kencang-kencang. Jika memang ajal harus menjemputnya di aspal yang kering itu, ia pasrah sudah. Kekecewaan ini terlalu menyayat baginya.
Cry (Foto: Giphy.com)
Setibanya di Jogja, Bukan Nicholas Saputra menyempatkan diri mampir ke toko swalayan yang kasirnya selalu memberikan permen untuk kembalian. Di sanalah, akibat kekalutan yang belum sirna, kemudian terbesit niat horor dirinya untuk mengakhiri hidup.
Tanpa pikir panjang lagi, ia memantapkan diri: Menenggak baygon cair. Sialnya, yang tersisa di toko tersebut tinggal baygon elektrik.
Saya sempat bertanya kenapa Bukan Nicholas Saputra memilih baygon ketimbang bayclean, racun tikus, atau kapur barus, misalnya, padahal semua itu juga mempan digunakan untuk bunuh diri.
Ia cengegesan tak memberi jawaban pasti, kecuali: "Namanya juga orang galau..."
ADVERTISEMENT
Sesampainya di kos, Bukan Nicholas Saputra segera bebersih dan merebahkan diri di kasur. Tak lama, ia bangun kembali. Termenung. Bingung. Rebahan lagi. Bangun. Termenung. Bingung lagi. Hingga kemudian ia memulai aksinya:
Detik pertama, ia membuka selembar baygon elektrik.
Detik kedua, ia menarik kepingan baygon elektrik tersebut.
Detik ketiga, ia masukkan kepingan tadi ke gelas berisikan teh hangat.
Detik keempat, ia menenggak teh tersebut.
Detik kelima, ia rebahan kembali.
Tatkala sinar matahari pagi mulai menyelip di antara sela jendela, Bukan Nicholas Saputra terbangun. Ia agak kikuk. Lalu menyesal:
“Jancuk, kok aku isih urip?!”
Di kampus, ia menceritakan tragedi tersebut ke kawan-kawan lain. Semua tertawa. Bukan Nicholas Saputra juga ikut tertawa.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, ia tak pernah lagi berpikir untuk bunuh diri. Hingga kini ia sudah memiliki seorang anak lucu dan istri yang penyabar. Dua orang yang, katanya dengan malu-malu, merupakan hadiah Tuhan dari langit.