Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Kapan Perbatasan Australia Terbuka Bagi Mahasiswa Indonesia?
25 September 2021 5:42 WIB
Tulisan dari Media Informasi PPI Australia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada hari Senin (20/09/2021) siang, PPI Australia melalui Department of Strategic Studies mengadakan webinar DISTRIK (Diskusi Asik Menarik) yang berjudul "Updating International Student Safe Returns to Australia". Acara dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom.
Acara tersebut membahas mengenai perbatasan Australia yang belum dibuka bagi para mahasiswa internasional. Adapun tujuan dilaksanakannya acara ini yaitu untuk memberikan informasi kepada para mahasiswa ataupun calon mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Australia dan masih belum bisa berangkat ke Australia.
ADVERTISEMENT
Webinar diisi oleh beberapa narasumber yaitu perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Australia dan juga perwakilan mahasiswa. Perwakilan KBRI Australia yaitu Muhammad Najib (Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Australia) dan Armin Rachmat (Minister Counsellor KBRI Australia).
Sedangkan, perwakilan mahasiswa yaitu Yulia Sharon (Actuarial Science Monash University), Dania D. Marsha (Master of Environment & Sustainability Monash University), dan Anda Nugroho (Vice Director Strategic Studies PPIA & Phd Student Griffith University). Selain itu, forum juga dihadiri oleh Imran Hanafi yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI Australia.
“Topik webinar ini merupakan topik yang paling sering ditanyakan kepada PPI Australia baik itu dari mahasiswa S1, S2, ataupun S3”, demikian pernyataan dari Hafidz Sjahputra sebagai Director Strategic Studies PPIA .
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ketua Presiden PPI Australia, Ibnurrais Yani menyampaikan harapannya agar kajian-kajian seperti DISTRIK ini bisa dilaksanakan lebih rutin supaya bisa menghasilkan ide dan gagasan yang bisa dikontribusikan kembali ke Indonesia.
Mahasiswa Online Mengalami Banyak Kendala
Acara utama dimulai dengan penyampaian aspirasi dari perwakilan mahasiswa. Penyampaian pertama oleh Yulia Sharon selaku perwakilan mahasiswa S1. Yulia mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi ketika kuliah secara online, diantaranya mahasiswa di bidang studi sains yang mengharuskan melakukan praktik di laboratorium, mahasiswa tidak bisa mengakses buku fisik dari kampus, group project yang sebelumnya cukup menarik tetapi menjadi sulit karena adanya perbedaan waktu dan juga koneksi internet. Permasalahan ini menyebabkan kurang optimalnya partisipasi mahasiswa selama diskusi virtual dan sulitnya mencari teman baru terutama bagi mahasiswa semester awal.
ADVERTISEMENT
Yang kedua, aspirasi disampaikan oleh Dania D. Marsha selaku perwakilan mahasiswa S2. Dania mengatakan salah satu masalah yang cukup besar bagi mahasiswa S2 yakni tidak diizinkannya melakukan research diluar topik yang ada di Australia. Hal ini cukup merepotkan karena sumber untuk melakukan research seperti buku referensi dan data tidak tersedia secara online.
Lalu, masalah lainnya yaitu pada para penerima beasiswa yang tidak diperbolehkan untuk cuti lebih dari 1 semester. Ini menyebabkan para mahasiswa S2 harus mengubah study plan-nya. Kekhawatiran yang juga hadir yakni berkaitan dengan alur komunikasi jika nantinya border sudah dibuka, seperti bagamaina cara mendapatkan informasi mengenai apa yang harus disiapkan untuk kembali ke Australia.
Yang ketiga, aspirasi dari perwakilan mahasiswa S3 yaitu Anda Nugroho. Anda mengatakan bahwa pilihan bagi mahasiswa S3 hanya dua, yaitu menunda kuliah atau kuliah secara online. Menunda berarti mahasiswa kehilangan waktu produktif dan beasiswa. Sedangkan kuliah secara online berarti membayar biaya kuliah secara penuh tetapi tidak bisa menikmati fasilitas kampus secara penuh.
ADVERTISEMENT
Rencana Pemerintah Australia
Selanjutnya, pemaparan materi dilanjutkan oleh pihak KBRI Australia yaitu Armin Rachmat. Armin mempresentasikan beberapa hal yang berkaitan dengan penutupan border di Australia. Mulai dari perkembangan mengenai restriksi ketat hingga rencana pengaturan masuknya pelajar internasional ke Australia.
Menurut Armin, Australia sendiri sudah menutup perbatasan internasionalnya sejak Maret 2020. Selain untuk membatasi pergerakan manusia dan menghentikan penyebaran Covid-19, sarana karantina juga menjadi alasan Australia memberlakukan restriksi ketat. Hal ini dikarenakan Pemerintah Federal Australia dan Pemerintah Negara Bagian memiliki keterbatasan sarana untuk menampung para peserta karantina dari luar negeri.
“Selain itu tidak semua Negara Bagian bersedia melakukan burden sharing yang sama, baik untuk warga negara Australia maupun warga negara asing yang masuk ke Australia”, demikian Armin menyampaikan.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan pula bahwa pada 29 Maret 2020, jumlah mahasiswa asing pemegang visa Australia sebanyak 694.038 mahasiswa. Dan berdasarkan data tanggal 28 Juni 2021, jumlah mahasiswa asing pemegang visa Australia menurun sebesar 31.9% dalam rentang waktu 15 bulan. Sebanyak 30% dari pemegang visa berada di luar negeri. Kemudian, 85% mahasiswa yang sudah memiliki visa studi masih berada di luar negeri.
Untuk jumlah mahasiswa Indonesia di Australia yang tercatat per tanggal 28 Juni 2021 yakni sebanyak 12.645 mahasiswa. Ini menempatkan Indonesia di peringkat 6 jumlah mahasiswa asing terbanyak di Australia setelah Tiongkok, India, Nepal, Vietnam dan Malaysia. Tercatat sebanyak 31% atau sekitar 3.905 mahasiswa masih berada di Indonesia.
Dilanjutkan oleh Armin, saat ini pemerintah Federal Australia telah menyusun National Plan to transition Australia’s National Covid-19 Response sebagai perencanaan dan strategi untuk pembukaan kembali Australia. Dan telah disetujui Kabinet Nasional Australia pada tanggal 6 Agustus 2021 berdasarkan masukan Doherty Institute Model.
ADVERTISEMENT
National Plan sendiri terdiri dari 4 fase yakni fase A, fase B, fase C, dan fase D. Fase A yaitu Vaccinate, Prepare and Pilot untuk mengejar capaian 70% dosis penuh. Fase B, Vaccination Transition Phase antara capaian 70%-80% dosis penuh dimana Pemerintah Federal Australia mulai mengizinkan dengan terbatas (capped) masuknya para pemegang visa pelajar dan ekonomi namun tergantung dari pengaturan dan ketersediaan karantina.
Fase C yaitu Vaccination Consolidation dengan capaian di atas 80% dosis penuh dan batas jumlah para pemegang visa pelajar, ekonomi, dan kemanusiaan akan ditingkatkan. Kemudian, pembukaan kembali perjalanan internasional secara bertahap dengan negara-negara yang aman. Juga karantina yang proporsional serta persyaratan yang dikurangi untuk travellers yang masuk yang divaksinasi penuh. Untuk fase D, Post-Vaccination Phase, perbatasan dibuka dan kedatangan internasional tanpa karantina bagi pribadi yang telah divaksin mulai diizinkan.
ADVERTISEMENT
Untuk perkembangannya sendiri, Armin menjelaskan saat ini masih dalam tahap pertama (Fase A). Per tanggal 17 September 2021, sudah sebanyak 24.054.063 dosis vaksin yang diberikan kepada masyarakat Australia dengan rincian 70% untuk vaksin pertama dan 45.5% persen untuk dosis lengkap.
Ia juga menambahkan bahwa setiap Negara Bagian terus mengejar jumlah peserta vaksin. Selain itu, uji coba karantina di tempat tinggal di South Australia yang dalam waktu dekat juga akan dilakukan di Tasmania dan NSW dilakukan sebagai bagian dari implementasi National Plan.
Armin turut menjelaskan beberapa tantangan dalam implementasi National Plan. Pertama, perbedaan pemahaman antara beberapa Negara Bagian terkait pembukaan kembali Australia pada saat memasuki fase B dan C, khususnya Western Australia dan Queensland. Kedua, terkait pengakuan Pemerintah Australia atas sertifikat vaksin warga negara Australia dan WNA yang datang dari luar negeri namun menerima vaksin yang tidak teregistrasi di Australia.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah Australia saat ini hanya mengakui vaksin AstraZeneca, Pfizer dan Moderna.”
Lebih lanjut dijelaskan bahwa negara Bagian saat ini sedang menyusun International Student Arrival Plan (ISAP) sebagai guideline pengaturan masuknya pelajar internasional ke Australia. Implementasi ISAP sendiri baru dapat dilakukan secara terbatas pada tahap kedua (tahap B) National Plan.
Pemerintah Negara Bagian akan mengidentifikasi lembaga pendidikan yang dapat berpartisipasi dalam program ISAP. Khususnya, terkait dengan travel arrangement dan pelaksanaan karantina bagi mahasiswa. ISAP yang sudah disetujui oleh Pemerintah Federal Australia saat ini ialah ISAP Negara Bagian NSW dan South Australia.
Armin menambahkan ISAP memiliki beberapa ketentuan, antara lain, mahasiswa dinominasikan oleh institusi Pendidikan, mahasiswa memiliki student visa yang valid (subclass 500 visa), pengajuan travel exemptions hanya dapat dilakukan Pemerintah Negara Bagian atas rekomendasi lembaga pendidikan, menjalani karantina selama 14 hari dan tes Covid-19.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengatakan bahwa kebijakan ISAP dapat diberhentikan sewaktu-waktu bergantung pada perkembangan di lapangan. Jangka waktu domisili mahasiswa juga perlu diperhatikan karena tidak terdapat fasilitas re-entry nantinya.
Di penghujung acara, terdapat sesi Q&A. Ada pertanyaan mengenai tata cara pengajuan travel exemptions. Travel exemptions sendiri hanya bisa diajukan melalui kampus, karena institusi pendidikan berperan sebagai sponsor. Lain halnya dengan permanent residence yang bisa mengajukannya secara mandiri. Kemudian, ada pertanyaan mengenai kriteria untuk kuota 250 students yang ada di pilot plan NSW. Kuota 250 students sendiri berlaku secara global dan penentuan student yang termasuk dalam pilot plan tersebut ditentukan oleh institution provider dan berdasarkan informasi dari negara bagian.
Pertanyaan selanjutnya berkaitan dengan maskapai Australia yakni Qantas yang memiliki rencana untuk memulai penerbangan internasional dengan tujuan United Kingdom, Los Angeles, Jepang, Korea, dan Singapura.
ADVERTISEMENT
Indonesia sendiri yang notabene sebagai negara tetangga paling dekat belum disinggung oleh pihak Federal Government. Yang menjadi pertanyaan ialah apakah Indonesia menjadi negara bukan prioritas yang diizinkan masuk warganya atau tidak. Jawaban dari pihak KBRI adalah sejauh ini tidak ada masalah mengenai penerbangan dari Indonesia selama memenuhi ketentuan yang diberlakukan seperti protokol kesehatan dan memiliki travel exemptions.
Pertanyaan terakhir yakni, apakah pemerintah Indonesia dan Australia sudah menyiapkan prosedur bagi pelajar Indonesia untuk masuk ke Australia. Menjawab hal tersebut pihak KBRI menyatakan pengaturan kedatangan ke Australia akan dikabarkan melalui pihak KBRI dan juga PPIA. Untuk saat ini masih belum ada keputusan yang pasti dikarenakan Negara Bagian dan Federal masih berbeda pendapat terkait pembukaan border.
ADVERTISEMENT
***
Kontributor Berita
Notulis : Muhammad Gibran Raksadinno
Reporter : Audi Rafisky Soepandji
Editor : Ahmad Amiruddin
Diproduksi oleh Tim PR & Alumni Network bekerja sama dengan Strategic Studies PPI Australia 2021/2022