Alumni MSM ITB menulis Buku Tantangan Perempuan Menjadi Pengusaha

SBM ITB
School of Business and Management ITB
Konten dari Pengguna
28 Mei 2020 20:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SBM ITB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dunia kewirausahaan beberapa tahun kebelakang mulai banyak diwarnai dengan pebisnis-pebisnis perempuan yang menamakan diri mereka dengan sebutan womenpreneur.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini menjadi istimewa dan patut untuk diperbincangkan lebih mendalam karena kenyataannya perempuan secara global berkontribusi banyak dalam ekonomi, perempuan juga merupakan indikator kemajuan ekonomi.
Hal lain yang menjadi istimewa adalah gaya kepemimpinan yang menjadi indikator yang penting dari pebisnis, perempuan memiliki gaya kepemimpinan yang feminin, yang mengutamakan empati dan perasaan kepada manusia yang kini sedang banyak dicanangkan oleh para pebisnis.
Dibalik semua keistimewaan dan keunikan yang dialami para womenpreneur, alumni Master of Science in Management (MSM) ITB berbagi cerita melalui podcast berjudul SBM ITB Talks, para penulis buku ‘Womenpreneur: Ketika Perempuan Menjadi Pengusaha’ yang juga merupakan bagian dari kelompok womenpreneur mengungkapkan fakta dan berbagi pandangan mengenai tantangan dan pengalaman yang hanya dialami oleh pengusaha perempuan.
ADVERTISEMENT
1. Keluarga Sebagai Motivasi Berbisnis
Prameshwara Anggahegari di bagian awal buku ‘Womenpreneur: Ketika Perempuan Menjadi Pengusaha’ menuliskan keluarga menjadi salah satu faktor yang mengambil bagian cukup besar dalam terbentuknya keinginan perempuan untuk berbisnis. Dia menjelaskan bahwa dirinya sendiri juga mengalami hal serupa. Setelah menjadi seorang Ibu, Prameswara yag biasa disapa Wara memiliki satu keinginan untuk melihat tumbuh kembang anak-nya secara optimal sehingga dia memutuskan untuk menjadi pengusaha agar memiliki waktu lebih banyak di rumah. Wara juga membocorkan, pada buku yang mereka terbitkan ada banyak kisah pengusaha perempuan yang memilih untuk berbisnis karena faktor keluarga – kondisi kesehatan, ekonomi, empati terhadap orang tua, dan banak kisah inspiraif lainnya.
2. Beban Pekerjaan Rumah Tangga yang dominan Dipegang oleh Perempuan
ADVERTISEMENT
Tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi Istri dan Ibu di Indonesia berarti perempuan harus mampu mengemban beban pekerjaan rumah tangga yang cukup menyita waktu karena di negara ini perempuan masih dianggap sebagai sosok yang bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaan rumah tangga. Waktu yang banyak tersita untuk hal ini pada akhirnya membatasi para Istri dan Ibu mengembangkan dirinya lebih maksimal untuk menciptakan bisnis yang lebih besar.
3. Akses Pemodalan yang “Kurang”
Walaupun pada kenyataannya perempuan dan laki-laki memiliki akses yang sama di bidang pemodalan bisnis, namun berdasarkan pengalaman para womenpreneur yang berada di tingkat UMKM, pemberi modal seperti bank dan perusahaan kredit cenderung membentuk stereotype yang melihat bisnis-bisnis yang dibangun oleh perempuan tidak memiliki prospek untuk berkembang menjadi bisnis besar.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikarenakan banyak stereotype yang menganggap perempuan berbisnis hanya untuk mengisi waktu luang bukan untuk membangun bisnis secara serius. Namun, dengan berkembangnya womenpreneur di Indonesia hingga kini semakin banyak program pembiayaan pemerintah khusus perempuan seperti kredit Melati di Bandung yang memberikan kredit 0% untuk perempuan, Bank Gakin di Jember yang memberikan kredit dengan bunga lebih rendah untuk perempuan, dan beberapa program pembiayaan lainnya.
Menurut Wawan Dhewanto, PhD. Selaku team penulis buku menyampaikan bahwa memang menjadi seorang pebisnis pastilah memiliki kesulitan tersendiri, khususnya bagi kaum perempuan untuk itulah buku buku ‘Womenpremeur: Ketika Perempuan Menjadi Pengusaha’ dibuat.
Para penulis berharap dengan buku ini calon womenpreneur yang akan atau sedang memulai berbisnis tidak lagi merasa buntu dikala mendapatkan tantangan yang sama pun mengenai keterbatasan, sehingga para pengusaha wanita lebih mampu mengembangkan bisnisnya lebih dari sekadar bisnis “pengisi waktu”.
ADVERTISEMENT
Buku ‘Womenpreneur: Ketika Perempuan Menjadi Pengusaha’ merupakan sebuah buku hasil karya alumni SBM ITB yaitu Isnaini Ruhul, Alpinaliah Rachmijati, Rafiati Kania, Prameshwara Anggahegari, Aang Noviyana Umbara, bersama salah satu Dosen Kewirausahaan SBM ITB Wawan Dewanto, Ph.D. mengenai pengusaha perempuan yang berisikan kisah inspiratif, ilmu, dan kiat-kiat berbisnis bagi perempuan agar womenpreneur bisa menjadi kelompok pengusaha yang jauh lebih berkembang baik dari segi kemampuan maupun bisnis.