Kepatuhan Masyarakat dan Periode Vaksin COVID-19

Punta Yoga Astoni
Aparatur Sipil Negara dengan latar belakang keilmuan Magister Hukum lulusan Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
4 Maret 2021 5:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Punta Yoga Astoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh Angelo Esslinger dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh Angelo Esslinger dari Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penanganan Pandemi COVID-19 telah memasuki tahapan yang baru, yaitu periode penanganan COVID-19 menggunakan vaksin. Vaksin yang telah didatangkan dari beberapa negara seperti Cina, Jerman, dan Inggris ini sudah siap untuk diedarkan melalui beberapa periode sampai pada tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Pemerintah sendiri mengambil kebijakan vaksinasi gratis untuk masyarakat dengan capaian target 70% dari warga negara indonesia dan mencapai batas terbentuknya herd immunity di Indonesia.
Vaksinasi di Indonesia dilakukan secara berkelanjutan dan periodik. Harapannya, keadaan masyarakat pascavaksinasi di Indonesia tetap menjaga kesehatan dan menerapkan protokol kesehatan agar tercipta kondisi sebuah jaring, dengan setiap individu sebagai simpul jaringnya. Individu yang telah mendapatkan vaksin mengambil peran untuk memutus penyebaran virus COVID-19.
Vaksinasi dijalankan menjadi tiga tahapan penting. Pertama, pada periode pravaksin, masyarakat yang akan menerima vaksin diharapkan untuk menjaga kesehatan agar tidak terinfeksi virus sebelum dilakukan vaksinasi pada tubuhnya.
Kedua, pada periode vaksinasi seperti yang dijelaskan di atas, adanya kebijakan vaksin gratis memiliki implikasi bahwa masyarakat wajib menerima vaksin dari Pemerintah. Masyarakat yang menolak akan diberikan sanksi karena dianggap tidak mendukung program ini.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Pada pascavaksinasi kedisiplinan protokol kesehatan masih sangat diperlukan karena menurut WHO, batas potensi keberhasilan program vaksinasi yang disebar di masyarakat adalah sebesar 50%.
Asumsinya vaksin yang masuk ke Indonesia memiliki keberhasilan lebih tinggi dari standar WHO sehingga tingkat kesadaran masyarakat adalah salah satu faktor penting untuk efektivitas vaksin pada periode ini. Tahapan-tahapan tersebut ditentukan dengan keadaan dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi semua arahan dan aturan yang dibuat oleh pemerintah pada periode vaksinasi.
Kepatuhan terhadap hukum sendiri oleh Soerjono Soekanto dipengaruhi tiga kondisi pokok.
Pertama, compliance, keadaan di mana masyarakat dalam mematuhi setiap norma hukum didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindari dirinya dari suatu sanksi yang kemungkinan akan dikenakan jika seseorang melanggar ketentuan hukum.
ADVERTISEMENT
Keadaan ini dapat terjadi ketika pemegang kekuasaan mengendalikan situasi sehingga masyarakat terikat untuk melaksanakan hukum yang berlaku. Pada kondisi sekarang perubahan kebijakan dari kewajiban rapid test menjadi rapid antigen menjadi salah satu contoh ketika masyarakat mematuhi syarat tersebut masyarakat mendapatkan imbalan berupa izin berpergian.
Perizinan berpergian pada masa pembatasan sosial merupakan salah satu imbalan yang cukup memberi daya tarik agar masyarakat mau melakukan rapid antigen. Pada periode vaksinasi juga dapat dilakukan metode yang serupa. Adanya vaksin gratis untuk masyarakat dapat menjadi daya tarik masyarakat untuk mengikuti aturan syarat mendapatkan vaksin gratis tersebut.
Periode vaksin sendiri harus paralel dengan aturan pelaksanaan yang sederhana dan terukur. Pelaksanaan vaksin yang sederhana menciptakan kesadaran masyarakat untuk datang ke posko/tempat dilakukan vaksin. Dengan demikan, mengkampanyekan keuntungan mendapatkan vaksin dan menyederhanakan proses pelaksanaanya dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap aturan yang ada.
ADVERTISEMENT
Kedua, Identification, kondisi masyarakat yang patuh atas norma hukum yang mengaturnya terjadi bila kepatuhan terhadap aturan hukum ada bukan karena nilai intrinsiknya.
Kepatuhan itu tetap terjaga jika masyarakat memiliki hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah hukum tersebut. Adanya daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang lahir dari hubungan-hubungan tersebut, maka terciptanya kepatuhan tergantung pada baik-buruk interaksi.
Pemerintah berkewajiban membangun dan menjaga citra di masyarakat bahwa kebijakan-kebijakan penanganan COVID-19 yang dibuat adalah kebijakan yang menjangkau berbagai lapisan masyarakat.
Konsistensi kebijakan tersebut melahirkan kepercayaan masyarakat dan konsistensi kebijakan tidak cukup hanya pada level pemerintah pusat namun harus didukung dengan kesiapan dan kondisi pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
Kebijakan memastikan vaksin tersebar secara merata diikuti pelaksanaan pembatasan sosial yang masif dan diberikan jaminan bahwa vaksinasi tidak ada istilah dikorupsi seperti pemberian bansos pada 2020 adalah beberapa simpul kebijakan yang harus terkoneksi secara rapi. Pada kondisi tersebut, masyarakat akan melihat itikad baik dari pemerintah sehingga tercipta hubungan saling percaya. Pada periode vaksinasi, pemerintahlah yang membutuhkan kepercayaan masyarakat, bukan sebaliknya.
Ketiga, Internalization. Pada tahap ini seseorang mematuhi aturan hukum sudah masuk pada internalisasi diri. Isi dari norma tersebut telah menjadi bagian dari nilai-nilainya yang dipercayai secara pribadi yang bersangkutan. Hasil dari proses tersebut adalah suatu kepribadian yang didasarkan pada motivasi secara personal.
Poin penting dari kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang tadi terhadap tujuan dari kaidah-kaidah yang bersangkutan, terlepas dari pengaruh atau nilai terhadap kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasannya. Tahap ini dapat dikatakan sebagai derajat kepatuhan tertinggi, di mana ketaatan itu timbul karena hukum yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.
ADVERTISEMENT
Proyeksi ini yang harus dibangun oleh Pemerintah dalam penanganan COVID-19 di tahun 2021 ini. Pengalaman hampir satu tahun ini harus dijadikan pelajaran bahwa penanganan pandemi tidak hanya menjadu tanggung jawab negara saja, namun menjadi tanggung jawab bersama.
Vaksinasi harus dijadikan jawaban akan keresahan masyarakat terhadap COVID-19. Kampanye vaksinasi tidak cukup hanya sampai ketika vaksin masuk ke tubuh manusia maka manusia itu kebal.
Kampanye seperti itu adalah kampanye yang naif karena tujuan utama dari periode vaksinasi bukan capaian individu, namun capaian secara komunal. Setiap individu harus diberikan pemahaman bahwa keberhasilan negara dalam menangani pandemi ini tercapai ketika tercipta herd immunity.
Herd immunity tercipta ketika setiap individu dapat mempertahankan kesehatannya dan sadar secara mandiri untuk memastikan lingkungan terdekatnya telah mendapatkan vaksin dan sehat. Adanya kesadaran tersebut memproyeksikan bahwa pentingnya vaksinasi telah terinternalisasi di individu masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT