Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Morowali: Dampak Produksi Transnasional
8 Januari 2025 19:32 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kadek Purnami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Opini Mahasiswa, Oleh Kadek Purnami
Morowali, Sulawesi Tengah, telah menjadi titik strategis dalam dinamika produksi transnasional. Sebagai penghasil nikel terbesar di Indonesia, kawasan ini memegang peran penting dalam mendukung rantai pasok global, khususnya untuk transisi energi hijau melalui produksi baterai kendaraan listrik. Namun, di balik keberhasilan ini, ketimpangan ekonomi yang mencolok dan dampak sosial-lingkungan yang signifikan menunjukkan sisi gelap dari model produksi transnasional yang cenderung eksploitatif.
ADVERTISEMENT
Produksi transnasional di Morowali menggambarkan bagaimana perusahaan multinasional (MNC) menguasai sebagian besar nilai tambah dari rantai produksi. Nikel yang ditambang di kawasan ini sebagian besar diekspor sebagai bahan mentah ke negara maju, di mana produk akhirnya diolah dan dijual dengan nilai ekonomi jauh lebih tinggi. Sementara itu, masyarakat lokal hanya menikmati sebagian kecil dari hasil industri tersebut, dalam bentuk lapangan kerja dengan kondisi yang sering kali tidak ideal serta infrastruktur yang minim. Ironisnya, keuntungan besar yang diraih di negara-negara maju justru tidak sebanding dengan apa yang kembali ke masyarakat Morowali.
Selain ketimpangan ekonomi, model produksi ini juga membawa konsekuensi lingkungan yang serius. Pencemaran udara akibat emisi sulfur dioksida (SO2) dari PLTU berbahan bakar batubara, serta pencemaran air yang merusak ekosistem dan mata pencaharian masyarakat, menjadi tantangan besar bagi penduduk Morowali. Penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi PM10 dan PM2.5 di kawasan ini telah melampaui ambang batas yang aman, menyebabkan peningkatan penyakit pernapasan seperti ISPA. Namun, fasilitas kesehatan lokal dinilai tidak memadai untuk menangani dampak tersebut, sehingga masyarakat dibiarkan menghadapi risiko kesehatan tanpa dukungan yang memadai. Hal ini menunjukkan bagaimana eksploitasi sumber daya alam kerap mengorbankan kesejahteraan masyarakat lokal.
ADVERTISEMENT
Dinamika ini mencerminkan posisi negara seperti Indonesia dalam sistem ekonomi global, di mana negara berkembang cenderung berada di ujung rantai pasok sebagai pemasok bahan mentah. Ketergantungan pada investasi asing semakin memperkuat ketimpangan ini, karena perusahaan multinasional memiliki kendali atas teknologi, standar produksi, dan pembagian keuntungan. Akibatnya, negara berkembang sering kali hanya menjadi lokasi eksploitasi sumber daya, sementara keuntungan terbesar dinikmati di pusat-pusat ekonomi global.
Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia perlu membangun pendekatan yang lebih mandiri dan berkelanjutan dalam mengelola sumber daya alamnya. Salah satu langkah penting adalah mengembangkan industri hilir di dalam negeri. Dengan mengolah nikel menjadi produk bernilai tambah seperti baterai kendaraan listrik ataupun barang lain yang bisa meningkatkan nilai tambah, Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan daya saingnya di pasar global, tetapi juga menciptakan lapangan kerja berkualitas dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Langkah ini memerlukan investasi besar dalam teknologi dan infrastruktur, namun manfaat jangka panjangnya akan jauh melampaui biaya awal.
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus mengimplementasikan serangkaian regulasi nyata yang memastikan operasi perusahaan multinasional berjalan sesuai dengan standar lingkungan dan sosial yang ketat, sambil memberikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal. Regulasi ini dapat meliputi beberapa aspek utama, mulai dari perlindungan lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan, hingga pembangunan infrastruktur dan layanan publik. Pemerintah harus menetapkan batasan yang jelas terhadap tingkat emisi polutan udara seperti sulfur dioksida (SO2), partikulat halus (PM10 dan PM2.5), serta limbah cair dari aktivitas industri. Semua perusahaan yang beroperasi di kawasan seperti Morowali diwajibkan untuk menggunakan teknologi pengendalian emisi dan pengolahan limbah sesuai standar internasional. Pemerintah juga perlu melakukan audit lingkungan berkala yang dilakukan oleh lembaga independen untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan ini. Jika terjadi pelanggaran, perusahaan harus dikenai sanksi yang tegas, seperti denda besar, pencabutan izin operasional, atau kewajiban untuk merehabilitasi kerusakan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Kemudian untuk memastikan kontribusi nyata terhadap kesejahteraan masyarakat lokal, pemerintah harus memberlakukan kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang bersifat wajib dan terukur. Perusahaan multinasional harus dialokasikan untuk mendanai pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, fasilitas air bersih, serta layanan kesehatan dan pendidikan. Pemerintah dapat mengatur alokasi ini melalui undang-undang atau peraturan daerah, memastikan bahwa dana CSR digunakan secara transparan dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat
Di tingkat global, kebijakan nasional perlu didukung oleh kerja sama regional yang strategis. Dengan membangun aliansi dengan negara-negara penghasil bahan mentah lainnya, Indonesia dapat meningkatkan posisi tawarnya dalam menetapkan harga dan volume produksi yang menguntungkan. Aliansi ini juga membuka peluang untuk berbagi teknologi dan pengetahuan dalam pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Langkah ini akan membantu negara berkembang keluar dari perangkap rantai pasok yang tidak adil.
ADVERTISEMENT
Morowali adalah potret nyata dari tantangan yang dihadapi negara berkembang dalam sistem produksi transnasional. Namun, dengan kebijakan yang tepat, kawasan ini memiliki potensi untuk menjadi lebih dari sekadar pemasok bahan mentah. Transformasi menuju pengelolaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan dapat menjadikan Morowali contoh sukses bagaimana negara penghasil sumber daya alam dapat memanfaatkan kekayaannya untuk menciptakan kesejahteraan yang merata. Dengan demikian, Morowali tidak hanya menjadi bagian dari rantai pasok global, tetapi juga simbol kemandirian dan keadilan ekonomi bagi Indonesia.