Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kuntilanak dan Feminisme
20 Oktober 2024 9:42 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Putra Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, penampakan hantu perempuan telah lama menjadi bagian penting dari mitos masyarakat. Dengan penampilan menyeramkan dan kisah tragis, sosok-sosok ini tidak hanya menghantui manusia, tetapi juga memicu rasa ingin tahu tentang asal-usul mereka.
ADVERTISEMENT
Sosok hantu bukan hanya menjadi mitos masyarakat saja. Lebih dari itu, sosok hantu tidak hanya menjadi mitos dalam masyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai 'pesugihan' bagi industri film khususnya di Indonesia. Namun, dari sekian banyak hantu, Mengapa sosok hantu perempuan lebih mendominasi dibandingkan hantu laki-laki?
Jenis-jenis hantu pasti bergender wanita seperti: Kuntilanak, Wewegombel, Nenek Gayung, Sundel Bolong, Suster Ngesot, dll. Meskipun ada hantu laki-laki, jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan hantu perempuan.
Dikutip dari Kompas, dalam jurnal Universitas Padjadjaran, Dosen Budaya Populer Fakultas Kominikasi Universitas Padjadjaran, Justito Adiprasetio menyebutkan, jumlah film horror Indonesia yang diproduksi periode tahun 1970-2019 adalaah 559 film horror.
Sebanyak 60,47 persen atau sekitar 338 film horror di Indonesia menghadirkan sosok perempuan sebagai hantu utama. Lalu 24,15 persen sosok laki-laki sebagai hantu utama, dan sisanya menghadirkan sosok perempuan dan laki-laki sebagai hantu utama.
ADVERTISEMENT
Hantu Perempuan dalam Mitos Indonesia
Salah satu hantu yang paling dikenal adalah Kuntilanak, sosok perempuan berambut panjang yang sering kali muncul di rumah kosong atau tempat angker. Menurut mitos Sunda, Kuntilanak adalah arwah seorang wanita yang meninggal saat melahirkan atau mengandung, menggambarkan bagaimana ketidakadilan dalam perlakuan terhadap perempuan dapat berujung pada tragedi.
Kuntilanak biasanya tinggal di tempat-tempat sepi, seperti rumah kosong, pohon pisang, bambu, dan kuburan. Hal ini menunjukkan karakteristik sosoknya yang melankolis dan terasing.
Ciri khas kuntilanak adalah tawanya, yang memiliki dua makna. Pertama, tawa ini mencerminkan kesedihan dan depresi yang dialaminya; kedua, bisa juga diartikan sebagai kepuasan ketika mengganggu orang lain.
Dikutip dari Liputan 6, bahwa dalam adat istiadat Sunda Kuntilanak dianggap sebagai arwah gentayangan dari wanita yang meninggal ketika melahirkan atau meninggal saat mengandung bayi. Namun, dia bergentayangan karena salah dalam memperlakukan jenazah ketika dikubur atau akan dikubur.
ADVERTISEMENT
Hantu berikutnya Sundel Bolong, menurut legenda hantu ini digambarkan sebagai wanita cantik dengan lubang dipunggung sehingga terlihat bolongan pada tubuhnya.
Dikutip dari Radar Lamsel, konon, wanita ini mati tragis setelah hamil di luar nikah dan dibunuh oleh orang tak dikenal. Jasadnya dikuburkan secara tidak benar dan akibatnya ia dikutuk menjadi hantu.
Dalam kepercayaan masyarakat, Hantu Sundel Bolong biasanya muncul di sekitar kuburan atau lokasi angker dan meminta bantuan kepada orang-orang yang lewat.
Dari kedua hantu tersebut, terlihat bahwa sosok hantu perempuan sering kali mencerminkan dampak kekerasan yang dialami perempuan dalam masyarakat patriarkal. Ini mengarah pada pertanyaan lebih dalam: bagaimana mitos ini berfungsi dalam konteks sosial kita?
Kuntilanak Sebagai Simbol Ketidakadilan Gender
Dari banyak mitos yang ada, kuntilanak selalu dikaitkan dengan ketidakadilan gender, hal ini selalu dikaitkan pada ketimpangan antara hak dan peran antara laki-laki dan perempuan.
ADVERTISEMENT
Peran perempuan selalu dikaitkan dengan organ reproduksinya. Dikutip dari Kumparan, menurut Gita Putri Damayana, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, ketidakadilan yang sering dihadapi perempuan berkaitan dengan organ reproduksi perempuan.
"Ada benang merah yang menghubungkan berbagai riwayat hantu populer tersebut, yaitu terbatasnya akses perempuan terhadap keadilan dan pelayanan kesehatan, serta tingginya resiko kekerasan seksual yang mereka hadapi."
Beberapa artikel menjelaskan bahwa hantu yang bergentayangan, seperti 'Si Manis Jembatan Ancol' dan Sundel Bolong, sering kali muncul sebagai simbol untuk menuntut keadilan atas ketidakadilan yang dialami semasa hidup mereka.
Dikutip dari Jatim Times, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2015 tercatat 1.739 kasus pemerkosaan di Indonesia. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kasus pencurian dengan senjata yang mencapai 1.097 kasus di tahun yang sama.Â
ADVERTISEMENT
Seandainya masyarakat sadar, bahwa mitos hantu perempuan mencerminkan kegagalan lembaga hukum dalam memberikan pelayanan publik yang optimal, serta sebagai simbol budaya patriarkal. Maka tidak ada lagi kasus-kasus aneh-aneh seperti statistik di atas.
Kuntilanak Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Perempuan
Salah satu 'modus' masyarakat untuk meindungi perempuan adalah dengan menciptakan 'horor' atau 'pamali'. Karena pada zaman dahulu tidak ada atau belum terstrukturnya konstitusi lembaga hukum secara resmi untuk melindungi masyarakat terutama kaum perempuan.
Alasan pertama adalah bahwa perempuan sering dipandang sebagai objek daya tarik seksual. Dikutip dari artikel karya Vanya Aurelia Sakti di Kompasiana bertuliskan:
"Fenomena ini melibatkan faktor sosial, budaya, dan psikologis yang saling berhubungan. Dalam masyarakat yang menghargai penampilan fisik, perempuan sering mendapatkan perhatian lebih. Mereka menjadi fokus dalam iklan, film, dan musik yang menampilkan citra ideal. Dalam konteks ini, perempuan dipandang sebagai simbol daya tarik seksual, sehingga menjadi objek yang dipuja atau dikonsumsi oleh pria".
ADVERTISEMENT
"Budaya patriarki yang kuat di masyarakat kita menegaskan pandangan bahwa perempuan sering kali dianggap sebagai objek seksual. Pria sering kali memiliki kendali atas tubuh dan kehidupan perempuan. Pandangan ini terlihat dalam konsep kecantikan yang lebih menekankan pada penampilan fisik dan daya tarik perempuan". Lanjutnya.
"Dalam faktor psikologis yang mempengaruhi mengapa pria sering kali melihat perempuan hanya sebagai objek seksual. Hal ini berkaitan dengan konstruksi sosial tentang maskulinitas dan dominasi seksual. Pandangan patriarkal yang menganggap pria memiliki hak atas tubuh perempuan membenarkan perlakuan objektifikasi ini. Pria sering memperlakukan perempuan sebagai objek untuk memenuhi keinginan pribadi mereka, tanpa memperhatikan keinginan dan perspektif perempuan".
Alasan kedua, tubuh perempuan dianggap sakral. Dalam e-book "Why Men Don't Listen and Women Can't Read Maps" karya Allan dan Barbara Pease. Pada zaman dahulu para laki-laki menghargai kemampuan unik wanita, yaitu melahirkan anak sebagai sebuah keajaiban, sehingga mengarahkan perempuan untuk tidak terlibat dalam kegiatan berburu dan pertempuran.
Oleh karena itu, muncul sosok kuntilanak sebagai simbol perlindungan perempuan dari kejahatan yang mungkin tidak dapat ditangani oleh hukum. Ketika perempuan berjalan sendirian di malam hari, laki-laki mungkin berpikir dua kali untuk melakukan tindakan yang tidak diinginkan, karena takut akan menghadapi sosok kuntilanak.
ADVERTISEMENT
Jikalau yang dihadapi adalah perempuan asli kemudian dilakukan sebuah kekerasan seksual lalu meninggal. Maka perempuan itu akan menuntut balas kepada orang-orang yang sudah mencelakakannya.
Cerita horor, mistis, atau pamali yang kita ketahui dan percaya itu biasanya selalu dikait-kaitkan dengan perempuan, tujuannya untuk melindungi perempuan itu sendiri.
Mitos hantu perempuan dalam budaya Indonesia lebih dari sekadar cerita menakutkan. Sosok-sosok ini mencerminkan masalah ketidakadilan gender dan kekerasan terhadap perempuan.
Cerita-cerita ini menggambarkan kesedihan dan tragedi yang dialami oleh perempuan, sekaligus mengingatkan kita akan pentingnya melindungi
Selain itu, hantu-hantu ini juga berfungsi sebagai simbol peringatan bahwa tindakan kekerasan tidak akan terlewatkan begitu saja. Memahami cerita-cerita mistis ini mengajak kita untuk lebih peka terhadap isu-isu sosial yang masih menghantui masyarakat hingga kini, serta pentingnya berpartisipasi untuk melindungi perempuan dari ketidakadilan.
ADVERTISEMENT