Konten dari Pengguna

Dilema Media sebagai Ruang untuk Berbagi dengan Batas Privasi

Putri Baidah
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Unand
16 November 2024 16:24 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Baidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Media dan Privasi. Sumber : Shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Media dan Privasi. Sumber : Shutterstock.
ADVERTISEMENT
Teknologi yang semakin maju telah melahirkan berbagai penemuan yang mengesankan. Media adalah salah satu aspek yang tidak luput dari sentuhan kemajuan ini. Media yang semakin berkembang membuat dunia seolah berada dalam ponsel genggam Anda, terhubung ke seluruh dunia melalui satu kali klik dan jaringan internet yang kian meluas. Melalui media, kita bisa membagikan banyak hal. Baik itu informasi, opini, isi hati, atau bahkan privasi. Semua itu bisa tersebar luas di berbagai platform media hanya dengan satu kali klik saja. Menilik hal tersebut, privasi menjadi salah satu aspek yang mesti dipertimbangkan dalam cara kita menyikapi media. Privasi dan media berhubungan erat. Jika media membuka pintu untuk menyebarkan informasi, entah itu yang bersifat personal atau tidak, privasi membantu setiap orang untuk memiliki batasan sejauh mana mereka hendak berbagi. Kalau media mengaburkan batas-batas, entah dalam bentuk ruang, jarak, atau waktu, maka privasi membentuk dinding yang memisahkan antara ruang personal dan ruang publik. Privasi membantu memilah mana yang bisa disebarkan dan mana yang tidak, ini merupakan hak setiap orang untuk menjaga apa yang dianggapnya pribadi agar tetap dalam gelembung personalnya sendiri. Privasi menjadi kebutuhan dasar yang memiliki makna mendalam. Penghargaan pada privasi adalah etika yang mesti dijunjung tinggi. Sayangnya, dengan kemajuan media pada masa sekarang ini, batas-batas sejauh mana penghargaan terhadap privasi menjadi semakin kabur. Pelanggaran terhadap privasi pun semakin marak terjadi. Salah satu contoh media di era modern ini adalah media sosial. Media sosial menarik penonton, menjangkau dunia secara luas melalui satu unggahan, melahirkan kepuasan pribadi akan pengakuan akan sejauh mana atau seberapa banyak orang-orang yang melirik unggahan Anda. Konsep ini kemudian melahirkan pemikiran bahwa semakin menarik apa yang Anda bagi, maka semakin banyak orang-orang yang akan melirik, dan semakin banyak pula keuntungan dan ketenaran yang bisa Anda raih. Tentu hal tersebut hanya salah satu contoh. Faktanya, selain media sosial, media lain juga terpengaruh konsep yang sama. Media digital maupun cetak seperti kanal gosip tentu akan menyajikan berita sedemikian rupa sehingga khalayak ramai tertarik dan meninggalkan jejak yang nantinya akan memberikan keuntungan pada mereka. Ironi dari hal yang telah disebutkan di atas terletak pada sejauh mana batas-batas privasi yang dilupakan dan dilanggar dalam prosesnya.
ADVERTISEMENT
Katakanlah, Anda adalah seorang Youtuber yang bergantung pada jumlah likes, subscribers, dan komentar orang-orang pada postingan Anda. Maka Anda harus memutar otak agar apa yang Anda unggah menarik perhatian khalayak ramai. Di sinilah batas-batas privasi biasanya mulai pudar. Apa yang dibagikan melalui media tidak jarang merupakan privasi yang seharusnya dijaga baik-baik. Anda yang terpengaruh hasrat dan kebutuhan akan pengakuan bisa dengan sengaja membagikan informasi-informasi yang sifatnya pribadi demi meraup penonton dalam jumlah banyak. Kita telah melihat banyak contoh nyata dari kasus ini. Masalah yang sifatnya pribadi seperti bahan tontonan yang bisa dinikmati orang banyak seolah-olah hidup Anda adalah drama. Pelanggaran akan privasi orang lain juga bukannya tidak bisa terjadi. Seseorang bisa saja memposting video pertengkaran sepasang suami istri di media sosialnya dan dilihat oleh ratusan atau ribuan orang. Padahal, hal tersebut bukanlah sesuatu yang layak dibagikan ke khalayak ramai. Namun, demi menjangkau tingkat penonton yang tinggi, etika penghargaan terhadap privasi bisa saja tidak diperhatikan lagi. Aib seseorang tidak lagi mesti ditutupi, tapi disebarkan ke sana sini. Tidak jarang pula konten-konten seperti ini merupakan rekayasa, sekali lagi demi meraup keuntungan dari banyaknya penonton yang ada. Baik keuntungan dari segi material atau tidak, entah itu uang atau pengakuan dan ketenaran. Bisa dikatakan, media sekarang ini lebih mirip ruang untuk berbagi privasi, di mana kita membagikan semuanya tanpa disaring lagi. Lantas, bagaimana kita mesti menyikapi keadaan ini? Bukankah privasi tergantung pada persepsi kita masing-masing? Apakah masalah rumah tangga Anda adalah privasi? Apakah drama keluarga atau persahabatan Anda adalah privasi? Apakah isi ruang percakapan antara Anda dan teman Anda adalah privasi? Apakah masalah-masalah yang terjadi dalam hubungan Anda dengan pasangan Anda termasuk privasi? Tentu Anda sendiri yang menentukannya. Anda sendiri yang menetapkan batas sejauh mana hal-hal bisa disebarluaskan. Karena itu, bijaklah dalam menggunakan media. Bijaklah dalam menetapkan sejauh apa hal-hal tentang diri anda atau orang lain bisa diunggah dan dibagi.
ADVERTISEMENT