Konten dari Pengguna

Antraknosa: Musuh Utama pada Pascapanen Cabai

Putri Wulandari Zainal PhD
Saya adalah staf dosen Departement Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas.
23 Juli 2024 14:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Wulandari Zainal PhD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cabai. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cabai. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cabai yang memiliki nama latin Capsicum annuum L. merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting secara ekonomi di dunia dan dijadikan sebagai bahan penting dalam masakan terutama pada negara tropis dan subtropik. Daya tarik cabai tidak hanya datang dari segi rasa tetapi juga berasal dari kandungan vitamin yang terkandung di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Cabai hijau segar memiliki lebih banyak vitamin C dibandingkan buah jeruk, sedangkan cabai merah memiliki lebih banyak vitamin A dibandingkan wortel. Cabai juga mengandung zat besi, potasium, dan magnesium yang tinggi dengan kemampuan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan kadar kolesterol.
Dengan berbagai kandungan nutrisi yang bermanfaat tersebut, cabai tidak hanya dijadikan sebagai sayuran tetapi juga dijadikan sebagai rempah-rempah, bumbu, obat-obatan dan minuman. Cabai hijau atau disebut buah-buahan hijau segar seperti paprika yang merupakan varietas tidak pedas yang umumnya digunakan dalam salad, isian, dan sebagai bahan penyedap pada makanan.
Varietas yang sangat pedas dikonsumsi dalam jumlah kecil umumnya dianggap sebagai bumbu dan penambah nafsu makan. Cabai pedas juga diasamkan dalam garam dan cuka yang digunakan dalam saus tomat sebagai bahan penyedap. Selain penggunaannya yang luas dalam pengolahan makanan, varietas cabai juga digunakan sebagai zat pewarna dalam saus salad, produk daging, kosmetik, dan bahkan pakaian.
ADVERTISEMENT
Bahan aktif yang terkandung pada cabai yang menjadi tiang pemberi rasa pedas dan warna adalah Capsaicinoid dan karotenoid. Capsaicinoid merupakan alkaloid nonvolatil yang membuat cabai terasa pedas dan kartenoid memiliki nilai gizi yang juga memberi warna pada buah cabai.
Konsentrasi Capsaicinoid pada cabe bervariasi tergantung pada varietas cabai sehingga jumlah capsaicin telah menjadi ukuran kepedasan suatu varietas cabai.
Menurut Welbaum (2015) dalam publikasinya yang berjudul “Family Solanaceae in Vegetable Production and Practices”, capsaicin memiliki aktivitas antioksidan, anti-mutagenik, anti-karsinogenik, dan imunosupresif yang memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan agregasi trombosit. Ini juga digunakan sebagai agen anti-rematik dan anti-inflamasi. Selain itu, capsaicin juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan senjata pertahanan diri dan pembuatan pestisida alami dan organik.
Cabai yang memiliki berbagai manfaat (Sumber: https://pixabay.com/)
Meskipun cabai memiliki nilai ekonomi yang tinggi yang disebabkan multifungsinya, namun produksinya sangat terhambat oleh hama dan penyakit yang merupakan kendala biotik. Antraknosa merupakan salah satu penyakit yang menjadi musuh utama cabai setelah panen.
ADVERTISEMENT
Penyakit antraknosa merupakan faktor pembatas utama yang mempengaruhi hasil dan produksi tanaman cabai secara komersil. Penyakit antraknosa cabai yang disebabkan oleh Colletotrichum spp merupakan salah satu penyebab utama pembusukan cabai pasca panen.
Penyakit ini mulai menyerang di lapangan dan berkembang selama pengangkutan dan penyimpanan. Gejala yang timbul akibat serangan penyakit antraknose pascapanen tergantung pada agen penyebabnya, seperti pada cabai (C. annuum), paprika (C.annuum) memiliki ciri-ciri layu dengan bercak nekrotik berwarna coklat sampai hitam. Bercak-bercak hitam melingkar kecil yang timbul seperti basah kuyup di permukaan.
Pada cabai hijau dan merah (C. annum), memiliki gejala bintik-bintik kecil, tidak terbatas, agak cekung, basah kuyup dan dapat membesar dengan cepat serta menyatu antara bintik-bintik. Bintik atau cekungan tampak berwarna kecoklatan hingga oranye dan ditutupi spora.
Ilustrasi cabe nerah yang terkena gejala penyakit antraknose (Sumber: https://pixabay.com/)

Cara Mengatasi Serangan Antraknose

Identifikasi patogen yang akurat diperlukan untuk memilih strategi pengelolaan yang tepat untuk mengendalikan penyakit ini. Baik metode konvensional maupun non-konvensional diadaptasi seiring dengan strategi pengelolaan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Dalam pertanian konvensional, seluruh tanaman termasuk buahnya disemprot dengan fungisida sebagai prasyarat pengendalian pasca panen penyakit antraknosa cabai. Karena kekhawatiran konsumen terhadap penggunaan fungisida sintetik dan tuntutan metode penyimpanan yang lebih aman, penggunaan fungisida sintetik tidak lagi diperbolehkan untuk pengendalian pasca panen penyakit antraknosa cabai.
Penggunaan antimikroba alami seperti edible coating, minyak atsiri, dan ektrak tumbuhan, pengendali hayati, kultivar tahan penyakit, dan aplikasi ozon dapat dijadikan harapan sebagai pengobatan yang dapat diadopsi dalam skala komersial untuk mengendalikan antraknosa cabai pasca panen yang disebabkan oleh spesies Colletotrichum.
Penggunaan antimikroba alami dan aplikasi ozon memberikan alternatif yang lebih efisien dibandingkan dengan bahan kimia sintesis. Selain itu, metode ini tidak meningkalkan residu, tidak beracun, alami, serta dapat terurai secara hayati.
ADVERTISEMENT