Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Ada dan Tiada Palang, Bahaya Tetap Berlalu Lalang
25 Desember 2023 9:01 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Putri Kunaefi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menyeberang di perlintasan kereta mungkin adalah salah satu penyeberangan paling berbahaya yang selalu memunculkan rasa was-was. Melewati rel yang tidak mudah dengan bebatuan dan jalan yang tidak rata, palang otomatis yang sebentar lagi tutup, dan suara sirine semakin kencang juga menambah rasa deg-degan acap kali kita menyeberang. Bahkan, kita pun tidak tahu berapa menit atau detik lagi kereta akan melintas sehingga kita harus mempercepat langkah.
ADVERTISEMENT
Walau tidak lebih menyeramkan dari jembatan shiratal mustaqim, nampaknya jalur perlintasan sebidang memang tinggi risiko karena padatnya aktivitas masyarakat serta pengguna jalan yang berlalu lalang dan tingginya kecepatan kereta yang lewat. Jika tidak hati-hati, nyawa bahkan bisa hilang dalam sekejap. Berita yang bertebaran tentang kecelakaan di rel kereta juga hampir selalu terdengar. Sehingga, urgensi bahaya di sekitar perlintasan sebidang tentu tidak main-main. Sebab, tatkala celaka, siapa yang akan bertanggung jawab?
Meski tak dijatuhi sanksi 8 tahun penjara seperti yang dikatakan, rupanya Suryono trauma dengan kejadian lampau itu. Ia mengatakan bahwa jika terjadi kecelakaan akan ada sanksi dilihat dari bagaimana kasusnya. Apakah kelalaian murni dari pengendara atau dari dirinya sebagai penjaga perlintasan. Namun demikian, apakah tuduhan pun tega jika menjatuhkan hukuman kepada penjaga perlintasan yang bahkan diupahkan saja tidak?
ADVERTISEMENT
Apa Kata KAI?
Jika mengkaji secara hukum dan peraturan perundang-undangan, telah ditetapkan pada UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian terdapat di Pasal 94 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Sehingga, jelas dalam aturan bahwa munculnya perlintasan sebidang yang dijaga oleh warga sekitar tanpa adanya palang otomatis dan rambu lalu lintas resmi hukumnya adalah ilegal dan dapat ditutup oleh pemerintah demi keselamatan bersama.
Manager Humas Daop 2 Bandung, Ayep Hanafi, memaparkan bahwa setidaknya terdapat 331 pintu perlintasan di wilayah Bandung yang terbentang dari wilayah Padalarang hingga Cicalengka. Sebanyak 95 dijaga oleh KAI, 18 dijaga oleh Pemda, 19 dijaga oleh warga, dan sisanya tidak dijaga alias perlintasan liar.
ADVERTISEMENT
Pihak KAI sendiri mengatakan cukup sulit mengatur perlintasan sebidang yang liar ini karena adanya penolakan dari warga setempat yang memang ingin jalan tersebut dibuka untuk akses keluar masuk. Padahal, pihak KAI juga sudah menyediakan akses penyerangan yang lebih aman karena sudah ada portal otomatis, rambu lalu lintas, dan penjaga berompi. Akan tetapi, sering mendapat tolakan oleh warga karena akses jalan tersebut dinilai lebih dekat dengan pemukiman.
ADVERTISEMENT
Ayep juga menjelaskan jika terjadi kecelakaan di rel kereta, dilihat dulu sebabnya apa dari berbagai sisi dan dikaji oleh ahli hukum.
Aturan Hanya Di Bibir, Urgensi Tetap Tinggi
Meski telah ditetapkan aturan, dibuatkan pos perlintasan resmi, serta digencarkan sosialisasi, nampaknya hal ini tidak menyurutkan para warga untuk hati-hati.
Jika kita kembali menyimak kisah Suryono, inisiatif membuka jalan untuk menyeberang di rel kereta ini datangnya dari warga.
Meski begitu, ia tetap melakoni pekerjaannya sebagai penjaga palang pintu liar di daerah Cisaranten Endah ini dengan gaji yang tidak tentu. Sebab, dirinya dan penjaga lain hanya mendapat upah dari pengendara yang lewat saja. Itu pun nominalnya tidak banyak dan harus berbagi shift dengan penjaga yang lain, artinya tidak menunggu selama 24 jam penuh.
ADVERTISEMENT
Pendapatan yang diperoleh penjaga lintasan ini nyatanya juga tidak sepenuhnya milik mereka karena mereka masih harus menyisihkan nominal demi kontribusi.
Asep mengaku bahwa perlintasan sebidang di daerah Cisaranten Endah memang dikelola oleh masyarakat sekitar. Uang kontribusi tersebut dimintanya setiap hari kepada penjaga perlintasan untuk keperluan seperti pos, jalan, palang, dan lain sebagainya. Ia juga mengatakan bahwa sebenarnya ada dana dari Dinas Perhubungan untuk upah para penjaga perlintasan, tetapi ia tidak tahu pasti bagaimana dana tersebut diambil.
ADVERTISEMENT
Terkait soal upah memang sangat jauh dan tidak sebanding dengan jasa Suryono serta penjaga perlintasan lain di luar sana yang sangat bertanggung jawab untuk mengatur lalu lintas di rel kereta. Upah seikhlas mungkin, tanggung jawab dan risiko sebesar mungkin. Sehingga, dari Pihak KAI tergerak untuk memberikan dukungan berupa bingkisan atau dana yang diberikan di waktu-waktu tertentu kepada para penjaga perlintasan sebidang.
Solusi yang Dinanti-nanti
Perlintasan sebidang di jalur KA bukan tak memiliki solusi. Rentetan kecelakaan yang terjadi setiap hari sudah saatnya membuka mata hati. Beberapa pihak yang terlibat pada perlintasan sebidang liar ini tentu memiliki harapan untuk nasib ke depan.
ADVERTISEMENT
Keputusan mengangkat penjaga perlintasan menjadi pegawai resmi merupakan salah satu solusi yang terlintas. Terkait hal ini, pihak KAI angkat bicara,
Lain hal lagi dengan solusi yang diharapkan oleh Komunitas Edan Sepur Bandung. Pihaknya mengatakan perlintasan tersebut dapat dijadikan resmi apabila diajukan ke Pemerintah dan Dinas Perhubungan Kota Bandung.
ADVERTISEMENT
Selain pengajuan resmi dari sisi pekerja dan perlintasan, solusi lain datang dari pihak warga yaitu Ketua RW 11 Cisaranten Endah.
Artinya, solusi-solusi tersebut bahkan ada dan muncul dari berbagai pihak. Hanya soal aksi dan waktu kapan semua itu akan terlaksana. Sebab, jika dinanti-nanti lagi bukan tidak mungkin berita kejadian di rel kereta api akan terdengar lagi. Semoga, ini tak hanya sekadar menjadi bacaan tetapi juga kesadaran bagi kita semua.
ADVERTISEMENT