Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Belajar menjadi Perempuan Kuat, 5 Hal Ini yang Perlu Dilakukan
1 Mei 2019 8:54 WIB
Tulisan dari Qurratul Ain tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bagaimana perasaanmu jika didiagnosa penyakit seumur hidup yang belum tentu bisa sembuh?
ADVERTISEMENT
Saya tidak tahu, karena membayangkannya saja saya sungguh tidak berani.
Tetapi hal ini terjadi pada kawan saya. Namanya Yeni. Kami bertemu karena sama-sama menjadi kontributor di sebuah buku nonfiksi.
Yeni menderita penyakit Friedreich’s Ataxia. Friedreich’s Ataxia adalah penyakit genetik langka yang menyebabkan cacat pada sistem saraf. Penyakit ini dapat menyebabkan kelemahan otot, masalah dengan gerakan, kesulitan berbicara, hingga masalah jantung.
Yeni tidak dapat berjalan dan sudah memakai kursi roda (atau alat bantu jalan lainnya) sejak ia berumur 19 tahun (2006), tetapi ia tidak menyerah pada keterbatasannya. Ia tetap dapat berkarya lewat tulisannya.
Yeni sudah menghasilkan beberapa buku antologi dengan penerbit indie dan mayor. Bahkan belakangan ini, meski hanya dapat menggunakan 1 jarinya (telunjuk) untuk mengetik, ia tetap berusaha untuk menulis.
ADVERTISEMENT
Selain menulis, ia sering menjadi relawan di komunitas sosial untuk berbagi cerita dan inspirasi.
Bagi saya, ia adalah perempuan kuat.
Perempuan kuat bukan sekedar perempuan yang berhasil mencapai puncak karir, tapi perempuan yang berhasil menaklukkan dirinya, melawan rasa sedih, takut, dan sakitnya, dengan tetap memberikan manfaat untuk yang lain.
Ya, mereka yang berhasil melampaui kekurangan dirinya adalah perempuan kuat.
Dari kisah Yeni, saya mendapatkan banyak pelajaran, khususnya tentang bagaimana menjadi perempuan kuat hingga berhasil melampaui keterbatasan diri. Setidaknya 5 hal ini mengarahkan kita menjadi perempuan kuat. Apa saja itu?
1. Menghargai diri
Menghargai diri berarti mengakui bahwa kita memiliki kemampuan, bahwa kita pantas untuk mendapatkan sesuatu, dan bahwa kita adalah orang yang BERHARGA.
ADVERTISEMENT
Ini adalah hal pertama dan utama yang harus dilakukan. Kenapa?
Karena menghargai diri adalah langkah awal untuk seseorang bisa BERANI MELAKUKAN apapun.
Percayalah, jika kita tidak menganggap diri kita berharga, selamanya kita akan berada di tempat yang sama. Kita tidak akan pernah melangkah kemana-mana, alias posisi kita stagnan.
Dengan menghargai diri, kita akan memiliki sudut pandang lebih positif terhadap apapun. Selain itu, kita juga akan menjadi lebih percaya diri untuk melakukan apapun.
Menurut Psychotherapist Henny E. Wirawan, ia mengatakan bahwa, setiap manusia hanya ada satu di dunia ini, sebagai genuine creature. Jika kita menghayatinya dengan sungguh-sungguh, maka kita akan merasa diri ini berharga dan mampu menghasilkan hal yang LUAR BIASA.
ADVERTISEMENT
Itu juga yang saya dapat dari kisah Yeni. Ia berusaha menghargai dirinya, meyakinkan dirinya bahwa difabel bukan berarti orang yang tidak bisa apa-apa, atau hanya merepotkan. Jika ia menganggap dirinya tak berguna, sudah barangtentu ia tidak akan bisa bangkit dari kesedihannya dan menghasilkan banyak karya seperti saat ini.
2. Kenali diri : fokus pada kekuatan, siasati kekurangan.
Salah satu cara untuk lebih menghargai diri adalah dengan mengenali diri kita seutuhnya.
Dengan mengenali diri, kita dapat mengetahui potensi diri, kekuatan, dan kekurangan kita, yang pada akhirnya itu akan membantu kita untuk menyikapi masalah dengan tepat.
Untuk mengenali kelebihan diri, menurut Edith Grotberg, seorang peneliti International Resilience Project dari Belanda sekaligus penulis buku bertema psikologi, ada 3 langkah yang diperlukan.
ADVERTISEMENT
Pertama ialah, siapa saya? Kedua, apa kemampuan saya? Ketiga, apa yang saya miliki? Sehingga itu semua menjadi daftar kekayaan lahir dan batin yang dapat menyadarkan diri betapa kita itu berharga dan patut diapresaisi.
Dengan mengenali diri, kita jadi tidak akan MEREMEHKAN diri sendiri dan dapat berdamai dengan kondisi.
Pada kisah Yeni, ia mengetahui bahwa kekurangannya adalah memiliki penyakit yang membuat ia kesulitan untuk berjalan dan bergerak. Ia tahu bahwa untuk saat ini, ia tidak bisa mengubah kondisi itu, sehingga yang ia lakukan adalah menyiasati kekurangannya tersebut (dengan menggunakan kursi roda). Kemudian fokus pada apa yang bisa ia lakukan dan kembangkan, yaitu menulis.
3. Mau belajar dan berusaha lebih
Menerima kekurangan diri TIDAK sama dengan menyerah, membenarkan kita untuk tidak melakukan apa-apa.
ADVERTISEMENT
Dari kisah Yeni, pertama kali menulis, tulisannya tidak langsung dimuat. Tapi ia tak menyerah. Ia terus belajar untuk memperbaiki kualitas tulisannya. Sampai beberapa kali menulis, barulah tulisannya berhasil dimuat.
Kemudian meski tangannya sulit digerakkan (karena kaku), ia tetap menulis menggunakan satu jarinya, yakni jari telunjuk (mohon dicatat, satu jari, bukan satu tangan).
4. Miliki lingkungan positif
Salah satu hal yang turut andil dalam keberhasilan Yeni hari ini adalah karena ia memiliki lingkungan yang positif. Hal ini membuat ia menjadi lebih percaya diri.
Bagi Yeni, lingkungan positif adalah lingkungan yang mendukung keberadaan kita, melihat kemampuan yang ia miliki, bukan melihatnya sebagai difabel.
Memiliki lingkungan positif bisa dengan mengikuti komunitas yang sesuai dengan potensi diri kita, atau yang memiliki satu nasib dengan kita, agar kita tidak merasa sendirian dan bisa saling menguatkan, serta berbagi inspirasi.
ADVERTISEMENT
Saya sendiri mengikuti berbagai komunitas, seperti komunitas Ibu Profesional, MoM Academy, dan komunitas menulis. Dan saya akui, adanya lingkungan positif dapat mendorong saya untuk terus maju.
5. Benahi mindset
Saat pertama kali mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit langka yang belum bisa disembuhkan, Yeni merasakan sedih teramat dalam dan sering menangis. Saat itu, baginya hidup sudah berakhir. Ia tidak akan bisa mempunyai impian sebagaimana orang pada umumnya.
Tetapi perlahan ia sadar bahwa kesedihannya tidak akan mengubah keadaan. Ia kemudian mencoba memperbaiki mindset-nya, bahwa menjadi disabilitas bukan berarti hidup dan impiannya hancur. Ia membangun mindset baru, bahwa saya juga bisa berkarya seperti yang lain!
Ya, pada akhirnya hidup itu sesungguhnya bergantung pada mindset (isi pikiran) kita.
ADVERTISEMENT
Dalam buku Pikiran adalah Kunci (penulis Meuthia Z Rizki), disebutkan bahwa apapun yang kita simpan dalam pikiran cenderung kuat terjadi pada kehidupan. Sehingga :
Jadi, sudah siapkah kamu menjadi lebih kuat hari ini?