Konten dari Pengguna

Tradisi Ater-ater Masyarakat Pandalungan Jember yang Tidak Lekang oleh Waktu

Qurrotul A'yun
Preclinical Dental Student - Jember University
13 Juni 2024 7:14 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Qurrotul A'yun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Memaknai Nilai Kerukunan dan Kebersamaan Dalam Tradisi "Ater-ater"

Ilustrasi tradisi "ater-ater". Sumber : shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tradisi "ater-ater". Sumber : shutterstock
ADVERTISEMENT
Jember merupakan salah satu kota yang terletak di provinsi Jawa Timur. Wilayah Jember sendiri termasuk ke dalam wilayah Tapal Kuda yaitu wilayah ujung timur dari Pulau Jawa. Selain Jember, yang termasuk ke dalam wilayah Tapal Kuda diantaranya yakni Bondowoso, Banyuwangi, Situbondo, Lumajang, Pasuruan dan Probolinggo. Jika dilihat dari budayanya, Jember memiliki budaya yang merupakan hasil pencampuran antara budaya Madura dan budaya Jawa. Pencampuran budaya ini tidak terlepas dari fakta latar belakang sejarah yang ada di Kabupaten Jember. Pada zaman penjajahan Belanda, kolonial Belanda mendatangkan orang-orang dari Madura untuk dijadikan sebagai buruh upah murah di perkebunan yang ada di wilayah Jember. Selain faktor tersebut, orang-orang Madura melakukan migrasi dari Madura ke Jember dikarenakan faktor geografis Madura yang kurang menguntungkan untuk menunjang pertanian dan perkebunan. Oleh sebab itu, pada masa tersebut sebagian besar wilayah utara Jember ditempati oleh masyarakat Madura sedangkan wilayah selatan Jember sebagian besar ditempati oleh masyarakat Jawa. Adanya gelombang migrasi tersebut selama bertahun-tahun hingga saat ini menghasilkan akulturasi antara budaya Madura dan budaya Jawa yang kemudian disebut sebagai budaya Pandhalungan.
ADVERTISEMENT
Salah satu tradisi dari budaya masyarakat Pandhalungan yang masih ada hingga saat ini adalah tradisi “ater-ater”. Tradisi “ater-ater” adalah sebuah tradisi rutin setiap menjelang hari raya Idul Fitri dimana masing-masing keluarga mengantarkan makanan pada tetangga sekitar, kerabat dekat dan kerabat jauh. Tradisi ini biasanya dilakukan dua atau satu hari sebelum hari raya Idul Fitri hingga kurang lebih satu sampai dua minggu pasca hari raya Idul Fitri. Selama periode waktu tersebut masing-masing keluarga akan berkunjung dan ber-silaturahmi ke rumah kerabat-kerabat mereka sembari membawa “ater-ater” tersebut untuk diberikan kepada tuan rumah. Bentuk orisinal dari “ater-ater” tersebut umumnya terdiri atas satu porsi nasi, mi kuning rebus yang telah dibumbui, satu sampai dua potong olahan daging sapi bumbu koya serta aneka jenis kue kering buatan sendiri. Salah satu ciri khas dari tradisi ini yaitu makanan-makanan tersebut akan diletakkan sedemikian rupa di dalam alat tenong atau rantang besar bertingkat untuk dibagikan kepada tetangga sekitar. Biasanya juga para ibu akan menyuruh anak mereka untuk mengantarkan makanan tersebut. Hal ini kemudian menjadi suatu kesenangan tersendiri bagi anak-anak sebab setelah mengantarkan makanan, mereka pasti akan mendapatkan uang atau “angpau” dari tuan rumah. Sementara itu, untuk kerabat-kerabat yang jaraknya cukup jauh makanan tersebut biasanya diletakkan di dalam kotak makanan berbahan karton.
ADVERTISEMENT
Kata “ater-ater” sendiri berasal dari bahasa Madura yang dalam bahasa Indonesia memiliki makna “mengantar” yang merujuk pada bentuk tradisi ini sendiri yaitu mengantar makanan kepada para kerabat. Jika dilihat dari asal katanya, maka dapat dilihat bahwa asal muasal tradisi ini kemungkinan besar mendapatkan pengaruh dari budaya Madura. Zaman dahulu orang-orang Madura sendiri umumnya merupakan sebuah keluarga besar. Adanya tradisi “ater-ater” ini bertujuan untuk tetap menjalin hubungan silaturahmi yang baik antarkerabat atau antargenerasi dalam satu keluarga besar. Tradisi “ater-ater” ini kemungkinan besar terbawa bersama gelombang migrasi masyarakat Madura ke wilayah Jember yang kemudian menjadi tradisi tersendiri masyarakat Jember hingga saat ini atau mungkin saja tradisi ini muncul setelah gelombang migrasi tersebut terjadi. Tidak ada yang tahu sebab tradisi “ater-ater” ini sudah berjalan antar generasi.
ADVERTISEMENT
Tradisi “ater-ater” ini memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Jember yang masih melestarikannya hingga saat ini. Adanya tradisi ini adalah sebagai bentuk usaha untuk menjalin hubungan silaturahmi yang baik antarkerabat atau antargenerasi dalam satu keluarga besar yang tidak setiap hari dapat bertemu sapa. Selain itu, tradisi ini juga merupakan bentuk rasa hormat dan menghargai seseorang terhadap kerabat yang lebih tua atau sesepuh. Adanya tradisi ini membuat anak-anak yang merupakan generasi terbaru dan penerus keluarga besar agar dapat mengenal para kerabat dari generasi-generasi sebelumnya sehingga hubungan keluarga akan terus tersambung dari generasi ke generasi. Tradisi ini memungkinkan kerukunan dan kebersamaan antarkerabat tetap terjaga terlebih tradisi ini dilakukan setiap hari raya Idul Fitri dimana semua orang akan saling bermaaf-maafan satu sama lain. Itulah mengapa tradisi ini menjadi semakin bermakna.
ADVERTISEMENT
Saat ini, tradisi “ater-ater” ini sedikit mengalami perubahan atau modifikasi akibat dari modernisasi zaman. Adanya modernisasi zaman membuat sebagian besar hal saat ini dituntut untuk serba efektif dan efisien. Sebagian besar orang akan lebih memilih opsi yang lebih mudah, murah dan cepat dibandingkan opsi yang lebih lama dan rumit. Hal ini yang mempengaruhi beberapa modifikasi pada tradisi ini. Saat ini, sebagian besar orang tidak lagi menggunakan olahan mi basah untuk tradisi “ater-ater” melainkan menggantinya dengan mi kering yang digoreng dan dibumbui. Selain itu kini tidak lagi menggunakan kue kering buatan sendiri melainkan diganti dengan wafer atau biskuit kemasan yang dapat dibeli di toko. Beberapa orang juga menambahkan satu atau dua bungkus mi instan kemasan. Tidak hanya mengenai isi atau kontennya saja, saat ini “ater-ater” jarang dikemas dengan kotak karton melainkan dengan totebag kertas atau kresek souvenir yang lebih simple. Namun demikian, modifikasi-modifikasi ini tidak mempengaruhi nilai-nilai yang ada pada tradisi ini.
ADVERTISEMENT
Tradisi “ater-ater” ini menjadi bentuk nyata usaha masyarakat Jember dalam menjaga kerukunan dan kebersamaan serta menjaga budaya leluhur. Dapat dikatakan pula bahwa tradisi ini merupakan realisasi dari sila ketiga Pancasila. Dengan adanya tradisi ini, akan selalu tertanam semangat persatuan dan kesatuan antarkeluarga dan antarkerabat, mencegah terjadinya kerenggangan hubungan keluarga serta memastikan hubungan kekeluargaan tersebut akan berlanjut hingga ke generasi berikutnya. Melestarikan tradisi “ater-ater” hingga saat ini juga merupakan bentuk upaya untuk menjaga budaya leluhur masyarakat Pandhalungan Jember. Tradisi ini harapannya akan terus dilestarikan walaupun mungkin kedepannya akan mengalami modifikasi-modifikasi yang mengikuti arus perkembangan zaman, namun itu tidak akan mengubah makna kerukunan dan kebersamaan di balik tradisi “ater-ater” ini.