Produksi Tepung Sorgum Termodifikasi Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan Khamir

Dr R Haryo Bimo Setiarto SSi MSi
Peneliti madya bidang ilmu dan teknologi pangan memfokuskan riset ke arah mikrobiologi pangan khususnya di bidang pengembangan produk pangan fungsional berbasis fermentasi tradisional, teknik modifikasi pati resisten, probiotik, prebiotik, sinbiotik
Konten dari Pengguna
4 April 2018 15:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr R Haryo Bimo Setiarto SSi MSi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sorgum merupakan sereal bahan pangan penting di Afrika, Asia dan beberapa negara di dunia. Sebagai bahan pangan dunia, sorgum berada pada urutan ke-5 setelah gandum, padi, jagung dan barley . Ditinjau dari komposisi kimia penyusun biji sorgum, sebenarnya komponen sorgum tidak kalah dengan sereal lain. Pemanfaatan biji sorghum menjadi produk pangan olahan merupakan salah satu upaya untuk mendukung program diversifikasi pangan. Sejauh ini masalah keterbatasan produksi pangan di Indonesia masih berkutat pada rendahnya produksi beras, dan terigu (tepung gandum). Di samping keterbatasan beberapa bahan pangan lainnya seperti jagung, ubi kayu, dan sagu. Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan serealia sumber karbohidrat, yang saat ini pemanfaatannya masih sangat terbatas dan belum banyak dikenal oleh masyarakat. Sorghum adalah salah satu bahan pangan yang nilai gizinya sangat memadai karena mengandung 83 persen karbohidrat, 10 persen protein, dan 3.50 persen lemak. Sebagai bahan pangan dan pakan ternak alternatif sorgum memiliki kandungan nutrisi yang baik, bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi daripada beras. Biji sorghum selanjutnya dapat diolah menjadi tepung yang dapat menggantikan tepung gandum (terigu). Pemanfaatan sorghum dalam bentuk tepung cukup menguntungkan karena lebih praktis dan mudah diolah menjadi aneka bentuk makanan seperti cake, cookies, roti, dan mie. Teknologi penglahan sorghum juga sederhana, murah, dan mudah dilakukan baik untuk industri skala rumah tangga maupun industri kecil. Saat ini volume impor tepung terigu (gandum) sangat besar dengan harga yang terus meningkat. Rata-rata kebutuhan tepung terigu (gandum) di perusahaan roti dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/ tahun, sementara untuk mie mencapai 1000 ton/ tahun. Salah satu alternatif untuk mengatasi keterbatasan tepung gandum (terigu) dan menurunkan volume impor gandum dari luar negeri adalah melakukan substitusi tepung gandum dengan tepung sorghum. Kemampuan substitusi tepung sorgum terhadap tepung terigu (gandum) cukup beragam, yaitu untuk cookies 50-75 persen, cake 30-50 persen, roti 20-25 persen, dan mie 15- 20 persen. Pengembangan sorghum cukup prospektif dalam menyediakan sumber karbohidrat lokal. Hal ini didukung dengan harga tepung sorghum yang relatif murah (Rp 1300- Rp 1500/ kg), umur tanaman pendek (100-110 hari), daya adaptasi terhadap lahan tinggi, dan biaya produksi yang rendah.
ADVERTISEMENT
Sorghum memiliki potensi protein yang tinggi namun sangat terbatas penggunaannya sebagai sumber pangan. Pembatas penggunaan sorgum adalah rendahnya daya cerna protein sorgum. Rendahnya daya cerna ini disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah keberadaan senyawa fenol, terutama tanin. Selain tanin, rendahnya daya cerna protein sorgum juga disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa antigizi lainnya seperti asam fitat, dan antitripsin sehingga protein sorgum sulit untuk dicerna. Berbagai alternatif telah dilakukan untuk mendegradasi senyawa-senyawa antigizi pada sorgum dan meningkatkan daya cerna proteinnya, salah satunya adalah dengan fermentasi. Akan tetapi permasalahan yang dihadapi dalam konversi biji sorghum menjadi tepung sorghum adalah kandungan senyawa antinutrisi terutama tannin, asam fitat, senyawa antitripsin, prolamin yang dapat menurunkan cita rasa dan nilai nutrisi, sehingga kurang disukai oleh konsumen. Oleh karena itu, perlakuan fermentasi oleh bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) dan khamir (Saccharomyces cereviceae) sangat diperlukan dalam meningkatkan nilai nutrisi dan daya cerna shorgum serta mengeliminasi senyawa antinutrisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran kultur bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) dan khamir (Saccharomyces cereviceae) cukup efektif digunakan untuk meningkatkan nilai cerna tepung sorgum dari semula 38,44 persen menjadi 91,00 persen. Sedangkan senyawa antigizi asam fitat turun sebesar 43,14 persen dan tanin turun 74,84 persen dibandingkan sebelum fermentasi. Perlakuan dengan karakteristik tepung hasil fermentasi terbaik adalah tepung sorgum yang difermentasi dengan kultur kering campuran bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) dan khamir (Saccharomyces cereviceae) 24 persen dengan lama fermentasi 24 jam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses fermentasi pada sorgum terbukti dapat meningkatkan daya cerna dan cita rasa sehingga meningkatkan ketertarikan konsumen untuk mengkonsumsinya. Proses fermentasi tersebut juga dapat mengeliminasi senyawa-senyawa antinutrisi, sehingga lebih aman untuk dikonsumsi.
ADVERTISEMENT