Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bangkitnya Kuda Hitam, Afganistan dan Perlawanan Global terhadap Agresi Israel
27 Oktober 2024 9:47 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Rendy Artha Luvian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Agresi Israel kini sudah tidak lagi hanya mengarah pada jalur Gaza dan Tepi Barat saja, negara-negara tetangganya sudah mulai merasakan kebengisan Israel si muka badak, yang sudah tidak peduli dengan anggapan dunia terhadapnya. Pembunuhan yang mereka lakukan di Palestina kini juga mengarah ke Lebanon, membunuh tidak hanya milisi Hezbollah tetapi juga warga negara biasa. Tak hanya itu, agen-agen mossad juga bekerja keras di negara-negara yang ikut menyerang Israel sebagai reaksi keras atas tindakan sewenang-wenangnya melakukan slow genocide di Jalur Gaza.
ADVERTISEMENT
2.750 orang dilaporkan menjadi korban atas peristiwa meledaknya pager genggam di Lebanon, dimana 200 orang dalam kondisi kritis dan 9 meninggal termasuk diantaranya adalah seorang gadis kecil. Pada 27 September, Hassan Nasrallah, pemimpin Hezbollah, tewas dalam serangan udara Israel di Beirut, meningkatkan ketegangan di Timur Tengah. Posisinya yang dapat diketahui oleh musuh tentu tak lepas dari usaha-usaha yang dilakukan oleh Mossad.
Sementara itu peristiwa-peristiwa besar terjadi di Iran, yang beberapa waktu lalu mengirim rudal terbaiknya ke jantung pertahanan Israel. wilayah ini mengalami ketegangan yang signifikan dengan pembunuhan tokoh-tokoh kunci yang semuanya terkait pula dengan kinerja badan intelijen Israel, Mossad. Sebelumnya, pada bulan Juli, Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas, dibunuh di Teheran. Situasi semakin intens dengan kecelakaan helikopter yang merenggut nyawa Ebrahim Raisi, presiden Iran yang bersikap keras, yang dikenal karena penentangannya terhadap Israel.
ADVERTISEMENT
Yaman juga ikut bergolak, mendukung perlawanan yang dilakukan oleh negara-negara tetangganya untuk menghentikan agresi seenaknya tanpa memandang nilai-nilai normatif yang dilakukan oleh Israel. Negara-negara ini dikenal sebagai "Poros Perlawanan" (Axis of Resistance). yakni koalisi Iran dan sekutunya. Termasuk aktor negara dan non-negara di Lebanon (Hezbollah), Gaza (Hamas), Suriah, Irak, dan Yaman (Houthi). Mereka bersatu melawan pengaruh Israel dan Barat di Timur Tengah.
Namun, ada satu kekuatan yang mungkin terlupakan, kuda hitam yang berada di timur Iran, yang tak lain dan tak bukan adalah Afganistan. Negeri ini, yang baru saja berhasil mengusir Amerika Serikat dan NATO dari wilayahnya pada 2021 lalu mendeklarasikan terbentuknya Imarah Islam Afghanistan. Selagi masih sibuk mengurus persoalan dalam negeri pasca terbebas dari penjajah, tidak ada yang meragukan kemampuan militer pejuang Taliban, yang bisa jadi nantinya akan menjadi yang terdepan dalam membebaskan Palestina dari cengkeraman para penjajah.
ADVERTISEMENT
Potensi Afganistan Membangunkan ‘Kekuatan yang Dorman’
Israel tidak akan dibiarkan melawan ‘sendirian’ negara-negara yang berusaha menghentikan agresi militernya ke Jalur Gaza dan Tepi Barat. Dukungan Amerika Serikat dan NATO pastilah siap sedia dalam memberikan bantuan terutama militer kepada Israel. Potensi eskalasi perang di hadapan semakin besar, apalagi jika sang kuda hitam bisa membangunkan ‘kekuatan yang dorman’ selama ini.
Afganistan telah berhasil menjadi role model bagi negara-negara yang menentang hegemoni barat. Negara-negara Global South yang dipimpin oleh Cina kemungkinan besar juga akan mendukung Afganistan ketika Amerika dan NATO turun tangan membantu Israel. Meski hubungan antara Cina dan Afganistan hanya bersifat pragmatis, namun ada satu hal yang akan membawa Cina untuk mendukung Afganistan, yakni dukungan Russia.
ADVERTISEMENT
Russia yang sedang berkonflik dengan NATO dan sudah lama bersitegang dengan Amerika, tak akan melewatkan kesempatan untuk turut serta memberikan dukungan bagi Iran maupun Afganistan apabila Israel dibantu dengan kekuatan militer penuh oleh para pesaingnya yang kini sedang memanas akibat konflik di Ukraina.
Poros Perlawanan memiliki satu kesamaan di dalamnya, yakni paham Islam Syiah, kecuali Hamas yang memiliki paham Islam Sunni. Perbedaan ini tidak dihiraukan ketika melawan entitas penjajah yang memiliki potensi bahaya yang besar, yakni Israel. Namun demikian, pengaruhnya akan lain apabila kekuatan yang bangkit melawan merupakan kekuaatan mayoritas dari umat Islam di seluruh dunia, yakni sunni. Seperti diketahui bahwa Sekitar 85-90% dari populasi Muslim di seluruh dunia adalah Sunni, sementara sekitar 10-15% adalah Syiah.
ADVERTISEMENT
Sejak dibubarkannya Kekhilafahan Islam, Turki Utsmani pada 1924, tidak ada lagi yang bisa menyatukan dunia Islam di bawah satu bendera. Potensi ini hanya dimiliki oleh Afganistan, bukan Iran, karena faktor kedekatan ideologinya. Peran Afganistan dalam menunjukkan bahawa dunia Islam masih bisa bertahan dari jajahan ideologi barat, meski terlihat ekstrim, menyimpan potensi yang besar dalam memberikan pengaruh kepada dunia Islam, apabila mereka memutuskan untuk ikut terlibat dalam aksi pembebasan Negeri Palestina. Pengaruh ini akan melewati batas-batas negara dan yurisdiksi formal, sama halnya ketika komunisme dan demokrasi memenetrasi pemikiran dan gaya hidup setiap individu di berbagai negara. Pembebasan Palestina menjadi sebuah gerakan bersama yang dipimpin oleh negara yang telah berhasil menunjukkan keberhasilan mengusir kekuatan terkuat dunia, nanti ketika ‘kuda hitam’ ini mulai melancarkan aksinya.
ADVERTISEMENT
Jalan Menuju Perang Dunia III
Setelah Iran menembakkan missil-missilnya ke Israel, Donald Trump masih bisa mengibaratkan Israel & Iran seperti anak kecil yang berkelahi di sekolah. Hal itu karena Iran dinilai bisa ‘diatur’ dan ‘bekerjasama’ oleh Amerika. Selain itu Iran juga sudah lama dimonitor dan negaranya sendiri diinvasi oleh agen-agen mata-mata baik itu CIA maupun Mossad dari semenjak lama. Tewasnya beberapa tokoh penting di Iran yang dikaitkan dengan penentangan terhadap Israel menjadi buktinya. Ini mengindikasikan jika apa yang dilakukan oleh Iran akan bisa ‘diredam’, ‘dibalas’, atau bahkan ‘dihentikan’. Dari sini juga bis akita simpulkan bukan Iran yang akan membawa dunia menuju perang besar selanjutnya akibat kesewenang-wenangan Israel.
Lain halnya dengan Afganistan, yang sudah lama menunjukkan perjuangan terhadap penjajah. Sejak era Inggris menjadi kekuatan yang mendominasi di hampir seluruh dunia menjajah wilayah ini, lalu ganti oleh Uni Soviet saat masih berada di puncak sebelum dibubarkan menjadi 15 negara kecil, lalu berganti lagi dengan invasi Amerika beserta NATO, negeri ini telah menunjukkan kekuatannya yang luar biasa dalam menghadapi para penjajah yang enggan membiarkannya berdiri merdeka.
ADVERTISEMENT
Bangkitnya ‘kekuatan yang dorman’ bisa jadi membawa seluruh dunia ke dalam sebuah perang besar yang akan menentukan bagaimana dunia akan ditulis setelahnya. Kita tahu dari sejarah bahwa pemenang perang selalu bisa menulis sejarah umat manusia selanjutnya. Dominasi dan Hegemoni barat khususnya Amerika Serikat pasca perang dunia kedua dalam ekonomi dan politik turut mempengaruhi kondisi global. Resistansi dari negara-negara yang merasa ‘tidak perlu’ untuk mengikuti gaya hidup ala barat masih ada meski hampir tak terlihat.
Kolonialisme, Imperialisme, Komunisme, maupun Demokrasi ala barat pun tak mampu menembus benteng-benteng ideologi yang hingga kini masih dipegang oleh Taliban dan masyarakat akar rumputnya. Hal ini, yang membuat Afganistan menjadi faktor kunci ketika nantinya ia berjalan dengan derap yang keras menuju Palestina untuk membebaskannya. Kemenangan demi kemenangan yang diperlihatkan Afganistan akan menginspirasi dan memberikan harapan bagi mereka yang merasa terjajah untuk kembali merdeka hidup sesuai dengan cara hidupnya masing-masing tanpa harus didikte para penjajah.
ADVERTISEMENT