Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
(Kian) Memanasnya Samudera dan Ketidakstabilan Iklim Indonesia
22 Januari 2023 13:14 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rendy Artha Luvian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kejadian Iklim di Nusantara dan Meningkatnya Suhu Bumi
ADVERTISEMENT
Akhir tahun 2022 menuju ke awal 2023 kemarin masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan tentang potensi cuaca dan iklim ektrem yang mengancam sejumlah wilayah di Indonesia. Untunglah tidak semua wilayah yang diprediksikan benar-benar mengalami kejadian cuaca/iklim ekstrem, hanya wilayah Jawa Tengah bagian utara yang mengalami kejadian banjir cukup parah pada Januari tahun ini.
ADVERTISEMENT
Jabodetabek misalnya, tegolong cukup aman di awal tahun, meskipun hujan yang sempat memecahkan rekor dalam seperempat abad terakhir terjadi pada awal tahun 2020 lalu. Setelah itu hampir selalu muncul kejadian cuaca/iklim ektrem di pergantian tahun, entah itu di akhir atau awal tahun.
Lantas, fenomena apa yang sebenarnya sedang terjadi di Indonesia saat ini? Benarkah hal ini hanya terjadi di wilayah Indonesia saja? Bagaimana dengan kondisi di luar negeri?
Kejadian La Nina selama tiga tahun berturut-turut yang terjadi selama selang 2020 hingga 2022 turut memperparah hal ini. Namun sebenarnya fenomena La Nina ini baru mulai berlangsung semenjak pertengahan tahun 2020 atau lebih tepatnya di bulan September sehingga tidak bisa dihubungkan secara langsung dengan kejadian hujan di awal 2020 yang sempat memecahkan rekor.
ADVERTISEMENT
Fenomena Kelvin and Rossby, awan Cumulonimbus yang kerap muncul di sepanjang tahun, hingga semakin parahnya perubahan iklim menjadi kambing hitam yang ditengarai menyebabkan ketidakstabilan kondisi iklim Indonesia.
Satu hal yang sangat penting acap kali terlupakan, ia merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mempengaruhi kondisi iklim di Indonesia secara keseluruhan. Faktor ini adalah samudera dan lautan yang menjadi bagian besar dari wilayah Nusantara.
Enam puluh persen lebih wilayah Indonesia didominasi oleh perairan, baru sisanya merupakan daratan. Itupun tidak menjadi sebuah kesatuan yang membentuk benua, namun terpecah-pecah menjadi pulau dan kepulauan. Kondisi inilah yang menjadikan iklim di negara kita banyak dipengaruhi oleh samudera. Samudera sendiri sangat berkaitan erat dengan kondisi atmosfer Bumi.
ADVERTISEMENT
Kenaikan tinggi muka laut dan bertambahnya volume air di samudera ternyata tidak dibarengi dengan menurunnya suhu lautan. Sebaliknya malah, justru samudera semakin memanas dan berdampak ke berbagai hal yang berkaitan dengan kejadian ekstrem.
Lautan yang makin panas akan membantu meningkatkan intensitas kejadian iklim/cuaca ekstrem, menyebabkan badai dan topan yang lebih kuat dan mengandung lebih banyak uap air di udara. Banyaknya uap air di udara juga akan membawa hujan dan banjir yang lebih intens.
Tahun 2022 adalah Tahun terpanas yang pernah tercatat bagi lautan di Bumi. Studi tersebut dihasilkan oleh para peneliti di China, AS, Italia, dan Selandia Baru baru-baru ini.
Tim ilmuwan internasional yang menghasilkan analisis baru mengenai panas di lautan menyimpulkan bahwa energi di Bumi dan siklus air telah sangat berubah karena emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, mendorong perubahan yang meluas pada sistem iklim Bumi.
ADVERTISEMENT
Semakin Memanasnya Samudera dan Ketidakstabilan Iklim
Lebih dari 90 persen kelebihan panas yang terperangkap oleh Bumi diakibatkan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, diserap oleh laut. Hal ini yang menjadi penyebab utama mengapa suhu samudera meningkat pesat.
Prof Michael Mann dari Universitas Pennsylvania, bagian dari tim ilmuwan mengatakan bahwa lautan yang lebih hangat berarti ada potensi lebih besar terjadinya peristiwa curah hujan lebat, seperti yang telah kita lihat tahun lalu di Eropa, Australia, dan saat ini di pantai barat Amerika.
Beliau menjelaskan tentang analisis yang menunjukkan lapisan air hangat semakin bertambah dalam di permukaan laut. Hal ini menyebabkan intensifikasi badai yang lebih besar dan lebih cepat–sesuatu yang juga telah kita lihat tahun lalu–karena angin tidak lagi mengaduk air yang dingin di bawah permukaan air, yang akan meredam proses intensifikasi.
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa badai yang terjadi saat ini lebih besar dan lebih kuat dari sebelumnya. Prediksi tentang curah hujan ekstrem juga kadang dibarengi dengan potensi terjadinya badai, meskipun tidak sering.
OHC (Ocean Heat Content) merupakan pengukuran akumulasi panas dalam samudera di Bumi. Diukur di kedalaman hingga 2.000 meter dari permukaan air laut. Semua dataset menunjukkan bahwa tingkat pemanasan laut mengalami peningkatan yang sangat signifikan dalam dua dekade terakhir.
Negara-negara di berbagai belahan dunia telah menghadapi serangkaian bencana alam yang belum pernah terjadi sebelumnya yang kini bisa terjadi lebih sering dan lebih berbahaya akibat perubahan iklim yang semakin menjadi.
Sebagian besar dari semakin parahnya dampak yang terjadi dikaitkan dengan samudera yang menghangat dengan cepat serta berubahnya siklus hidrologi yang terkait pula dengan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagi Indonesia sendiri keadaan ini mengakibatkan tidak menentunya kondisi iklim. Sebab, tak hanya curah hujan ekstrem, badai dan banjir yang akan menghantui, pun dengan kekeringan yang berkepanjangan bisa saja terjadi di negeri kita tercinta ini.
Kewaspadaan akan informasi cuaca dan iklim diiringi dengan tindakan dini berupa upaya adaptasi serta mitigasi diperlukan untuk menghadapi tahun-tahun tak menentu di depan.