Konten dari Pengguna

Yuk, Mengenal Sosok Sastrawan Indonesia pada Periodisasi Sebelum Kemerdekaan

Rachmayanti
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Juni 2022 22:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rachmayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pesatnya perkembangan sastra Indonesia dari generasi ke generasi, terbukti dengan banyaknya hasil karya sastra yang tak pernah lepas oleh sosok pengarangnya. Sampai saat ini, berkaitannya perkembangan sastra Indonesia dengan sejarah, terlihat jelas dengan adanya periodisasi atau kurun waktu perkembangan sastra di Indonesia. Dalam perkembangannya, sastra Indonesia memiliki beragam jenis periodisasi dari mulai periodisasi angkatan sebelum kemerdekaan Indonesia hingga periodisasi angkatan 2000, yang sekarang dikenal dengan sebutan sastra siber.
Salah satu karya sastra dari sastrawan bernama Utuy Tatang Sontani (Foto: Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu karya sastra dari sastrawan bernama Utuy Tatang Sontani (Foto: Dokumen Pribadi)
Apa itu periodisasi sastra?
ADVERTISEMENT
Periodisasi sastra merupakan pembabakan atau kurun waktu perkembangan sastra yang digolongkan pada masa penerbitannya, unsur intrinsik, unsur ekstrinsik, dan digolongkan berdasarkan perbedaan aturan di setiap zamannya. Periodisasi sastra sebelum kemerdekaan terbagi menjadi empat angkatan di antaranya seperti angkatan pujangga lama, angkatan sastra melayu lama, angkatan balai pustaka, serta angkatan pujangga baru.
Dalam setiap periodisasi, melahirkan para sastrawan terkenal yang hingga saat ini namanya masih berkibar mewarnai dunia sastra Indonesia. Dan tentunya kalian juga tidak asing dengan nama Sapardi Djoko Damono, Pramoedya Ananta Toer, atau bahkan Ayu Utami. Beliau-beliau ini adalah sosok sastrawan Indonesia pada angkatan 1945, 1970, serta 2000. Namun, tahukah kalian sosok sastrawan Indonesia pada angkatan sebelum kemerdekaan, yang tentunya juga mempunyai peran penting dalam kemajuan perkembangan dunia sastra Indonesia?
ADVERTISEMENT
Berikut merupakan 7 sosok sastrawan Indonesia pada periodisasi sebelum kemerdekaan yang mewarnai dunia sastra Indonesia.
1. Raja Ali Haji
Raja Ali Haji bernama lengkap Raja Ali al-Hajj Ibni Raja Ahmad al-Hajj Ibni Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng Celak, lahir di Pulau Penyengat, Selangor. Beliau lahir pada tahun 1808 M. Raja Ali Haji merupakan sastrawan periodisasi sebelum kemerdekaan tepatnya pada angkatan pujangga lama.
Beliau banyak sekali menghasilkan karya sastra yang di antaranya Gurindam Dua Belas (1857), Bustanul al-Khatibin(1857), Samratu al-Muhimmati (1857- 1886), dan masih banyak lagi. Raja Ali Haji memiliki peran penting terhadap perkembangan sastra, karena berkat beliau Pulau Penyengat menjadi pulau dengan penuh dengan para pengarang dan sebagai pelopor gerakan pena penulis termasuk para penulis perempuan.
ADVERTISEMENT
2. Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri, sosok sastrawan pada periodisasi sebelum kemerdekaan yang juga merupakan tokoh sastra pada angkatan pujangga lama. Hamzah Fansuri lahir di Barus, Sumatera Utara. Tak hanya dikenal sebagai sastrawan, beliau juga merupakan seorang ulama sufi. Adapun karya-karya yang dihasilkan Hamzah Fansuri antara lain Syair Burung Unggas, Syair Dagang, Syair Perahu, Syair Si Burung pipit, Syair Si Burung Pungguk, serta Syair Sidang Fakir
3. Syamsuddin Pasai
Syamsuddin Pasai atau Syamsuddin Assumatrani merupakan seorang sastrawan sekaligus seorang ulama, sufi, dan perdana menteri. Beliau adalah sosok sastrawan pada angkatan sastra melayu lama, serta beliau merupakan murid dari Hamzah Fansuri. Adapun karya sastra dari Syamsuddin Pasai di antaranya seperti Jauharul Haqaiq (Filsafat, Tauhid atau Ketuhanan), Ushulat tahqiq (Ketuhanan), Mir'atul Haqiqah (Hakikat dan Ma'rifat), dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
4. Nur Sutan Iskandar
Nur Sutan Iskandar merupakan seorang sastrawan dari angkatan balai pustaka. Beliau memiliki banyak sekali karya sastra yang terkenal di antaranya Salah Pilih (1963), Katak Hendak Jadi Lembu (1935), Neraka Dunia (1937), Karena Mentua (1953), dam masih banyak lagi. Beliau lahir pada tanggal 3 November 1893 di Sungaibatang, Sumatera Barat.
5. Armijn Pane
Armijn Pane, seorang sastrawan yang lahir pada tanggal 18 Agustus 1908. Beliau merupakan salah satu pendiri majalah pujangga baru bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah. Adapun karya sastra yang dihasilkan oleh Armijn Pane antara lain Belenggu (1940), Puisi Gamelan Djiwa (1960) dan Djiwa Berdjiwa (1939), drama Ratna (1943), dan masih banyak lagi.
6. Sutan Takdir Alisjahbana
ADVERTISEMENT
Sutan Takdir Alisjahbana merupakan sastrawan yang lahir di Natal, Sumatera Utara pada tanggal 11 Februari 1908. Beliau adalah pelopor tulisan Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia tahun 1936 yang masih digunakan sampai saat ini. Beliau banyak sekali menghasilkan karya sastra di antaranya Layar Terkembang (1936), Dian Tak Kunjung Padam (1932), Tebaran Mega (1963), dan masih banyak karya sastra lainnya.
7. Amir Hamzah
Amir Hamzah, seorang sastrawan dari angkatan pujangga baru yang lahir pada tanggal 28 Februari 1911. Beliau juga merupakan salah satu pendiri majalah pujangga baru. Beliau menghasilkan banyak karya sastra, salah satu di antaranya yang menjadi karya monumental adalah Njanji Soenji yang merupaka koleksi puisi pertama yang terbit di majalah pujangga baru. Adapun karya lainnya seperti Boeah Rindoe (1941), Setanggi Timur (1939), Puisi Padamoe Djoea (1927) yang sangat terkenal dan masih banyak karya sastra lainnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan dari 7 sosok sastrawan pada periodisasi sebelum kemerdekaan yang terbagi menjadi empat angkatan di antaranya angkatan pujangga lama, angkatan sastra melayu lama, angkatan balai pustaka, serta angkatan pujangga baru membuat kita menyadari bahwa semakin banyaknya karya sastra yang fenomenal tentu tak lepas dari sosok pengarang dibaliknya yang juga berpengaruh pada perkembangan sastra Indonesia.