Konten dari Pengguna

Solusi Digitalisasi Pendidikan yang Merdeka dan Merata Melalui Teknologi FOSS

Raden Ahmad Haikal El-Musyaddat Arya Negara
Freshgraduate jurusan Akuntansi Pajak yang menjunjung tinggi semangat disiplin dan perfeksionisme dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Saya penggiat energi terbarukan yang fokus pada pemberdayaan masyarakat.
26 April 2025 15:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raden Ahmad Haikal El-Musyaddat Arya Negara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Siswi SMK NU 1 Babat sedang melaksanakan uji kompetensi akuntansi, dengan penerapan FOSS, menjadi alternatif pendukung kegiatan praktek akademik berbasis digital. Foto: R. Ahmad Haikal El-M.A.N
zoom-in-whitePerbesar
Siswi SMK NU 1 Babat sedang melaksanakan uji kompetensi akuntansi, dengan penerapan FOSS, menjadi alternatif pendukung kegiatan praktek akademik berbasis digital. Foto: R. Ahmad Haikal El-M.A.N
ADVERTISEMENT
Di tengah gencarnya program digitalisasi dunia Pendidikan di Indonesia, ternyata masih banyak sekolah yang tertinggal secara infrastruktur, khususnya dalam hal akses terhadap perangkat lunak yang update dan layak dipakai. Pemerintah terus mendorong transformasi digital melalui program-program inovasi seperti Merdeka Belajar, namun perlu ditinjau realita di lapangan menunjukkan kesenjangan yang cukup menyedihkan.
ADVERTISEMENT
Banyak sekolah, terutama di wilayah yang tergolong 3T (terdepan, terluar, tertinggal), harus berhadapan dengan keterbatasan anggaran, kurangnya pelatihan guru, dan akses internet yang belum stabil. Salah satu hambatan terbesar adalah mahalnya lisensi perangkat lunak komersial yang kerap menjadi syarat untuk menunjang pembelajaran, pengolahan data akademik, hingga kegiatan praktek yang dilakukan laboratorium komputer. Namun sekarang, ada jalan keluar yang makin dilirik yaitu teknologi Bernama Free and Open Source Software, atau yang lebih dikenal dengan sebutan FOSS.
Apa itu FOSS? Singkatnya, FOSS adalah perangkat lunak yang bisa digunakan, dimodifikasi, dan disebarluaskan secara bebas oleh siapa saja. Tidak perlu bayar lisensi mahal, tidak perlu takut kena pelanggaran hak cipta. Cukup denga mengununduh, memakai, dan kalau bis akita kembangkan sendiri. Itulah semangat gotong royong digital yang dibawa melalui inovasi FOSS tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia pendidikan, FOSS bisa menjadi the savior atau penyelamat. Menurut data, sekitar 40% sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) belum punya akses ke perangkat lunak yang tergolong legal. Bisa disimpulkan, banyak guru dan siswa yang masih memakai software bajakan atau bahkan tidak bisa belajar teknologi sama sekali karena keterbatasan fasilitas. Secara teknis, software bajakan seringkali tidak mendapatkan pembaruan (update) dan dukungan resmi dari pengembangnya, sehingga rentan terhadap serangan virus, malware, atau kebocoran data yang dapat mengganggu proses belajar-mengajar serta membahayakan informasi pribadi siswa dan guru.
Dari sisi hukum, penggunaan software ilegal melanggar Undang-Undang Hak Cipta, yang dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi institusi pendidikan, termasuk denda dan sanksi reputasi. Sementara itu, secara moral dan edukatif, kebiasaan memakai perangkat lunak bajakan memberi contoh buruk kepada siswa, seolah membenarkan tindakan pelanggaran hak kekayaan intelektual demi alasan keterbatasan biaya. Jika dibiarkan, hal ini dapat menghambat terbentuknya budaya digital yang sehat, beretika, dan bertanggung jawab di kalangan generasi muda.
ADVERTISEMENT
Bayangkan jika semua sekolah bisa memakai sistem operasi gratis seperti Linux, atau aplikasi pengolah kata seperti LibreOffice yang bisa menggantikan Microsoft Word tanpa biaya. Tak hanya menghemat uang, FOSS juga membuka peluang bagi siswa untuk belajar lebih dalam tentang teknologi itu sendiri. Mereka bisa melihat "isi dalam" software, memodifikasi sesuai kebutuhan, bahkan menciptakan software baru. Ini bukan cuma pakai, tetapi mencipta. Bukan sekadar pengguna, tapi bisa jadi inovator.
Sebuah studi dari Open Source Initiative (OSI) menyebutkan bahwa penggunaan FOSS bisa memangkas biaya teknologi informasi di sektor pendidikan hingga 80%. Dana yang tadinya dipakai untuk beli lisensi bisa dialihkan ke pengadaan laptop, pelatihan guru, atau pengembangan konten pembelajaran. Selain murah, FOSS juga lebih aman dan transparan. Karena kodenya terbuka, siapa pun bisa mengobservasi apakah ada celah keamanan atau program tersembunyi yang mencurigakan. Hal ini menjadi penting, apalagi kalau kita bicara soal data siswa dan sekolah yang sifatnya sensitif.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, jalan menuju digitalisasi pendidikan berbasis FOSS tidak selalu tergolong mulus. Banyak tantangan yang berpotensi menjadi hambatan. Mulai dari kurangnya pelatihan untuk guru, keterbatasan dokumentasi berbahasa Indonesia, hingga minimnya dukungan teknis di lapangan. Berdasarkan kajian dari Pusdatin Kemendikbudristek, hanya 22% guru di Indonesia yang pernah menggunakan software FOSS dalam pembelajaran. Hal Ini menjadi pekerjaan rumah besar jika kita ingin transformasi digital berjalan merata.
Kabar baiknya, pemerintah mulai mengambil langkah. Melalui program Merdeka Belajar Digital, sejumlah sekolah menengah kejuruan (SMK) sudah mulai menggunakan sistem operasi berbasis Linux dan perangkat lunak sumber terbuka dalam proses belajar-mengajar. Selain itu, pelatihan guru berbasis teknologi terbuka mulai digalakkan lewat kerja sama dengan komunitas IT local, NGO, dan institusi pendidikan berbasis kampus.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya FOSS bukan sekadar infrastruktur yang berfungsi untuk membantu dunia belajar-mengajar. Inovasi tersebut bisa menjadi simbol kemandirian digital bangsa. Dengan mengadopsi FOSS, Indonesia tidak harus terus-menerus bergantung pada produk luar negeri. Kita bisa membangun sistem sendiri, sesuai kebutuhan dan budaya kita sendiri. Dan yang paling penting, FOSS bisa membawa semangat keadilan digital bagi rakyat. Inovasi tersebut membuka pintu bagi siapa saja, dari kota sampai pelosok, untuk mendapatkan akses belajar yang setara. Di tangan yang tepat, FOSS bisa jadi bahan bakar revolusi pendidikan Indonesia murah, merdeka, dan merata.