Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Malu pada Kecoak
8 Juli 2024 12:11 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Radinal Muhdar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dari semua jenis serangga yang berkeliaran di sudut-sudut rumah, ada salah satu yang jenisnya paling ditakuti oleh kaum hawa dan sebagian kaum adam dengan software bawaan yang feminis, mereka menyebutnya Kecewa.
ADVERTISEMENT
Ehh, maksudnya Kecoak.
Iya, serangga yang entah kenapa paling ditakuti itu ternyata adalah yang paling berperan dalam menjaga keberlangsungan masa depan bumi dan seisinya. Salah satu perannya yaitu sebagai pengurai dan sumber produksi nitrogen yang merupakan unsur penting yang dibutuhkan tumbuhan dalam proses fotosintesis.
Secara singkat kita bisa simpulkan bahwa, tanpa kecoak tak akan ada tumbuhan, jika tak ada tumbuhan maka tak ada produksi oksigen, saat tak ada oksigen yang diproduksi, maka tak akan ada makhluk yang mampu bertahan hidup termasuk manusia, yah kurang lebih seperti itu analogi sedeSaat kita membahas tentang kecoak, teringat satu kalimat dari seorang bijak yang berkata, "Tak ada yang diciptakan sia-sia, bahkan kecoak pun punya peran yang sangat substantif dalam keberlangsungan bumi".
Jika Kecoak yang keberadaanya sangat dibenci saja punya peran yang begitu berguna, bagaimana dengan kita sebagai manusia? Pantaskah kita berpikir atau merasa bahwa kita "tidak berguna, atau tidak ingin berkontribusi"? Tidakkah kita malu pada kecoak?
ADVERTISEMENT
Jika kecoak yang ditakuti karena berbau busuk dan kotor itu bisa berkontribusi penting dalam kehidupan bumi dan seisinya, maka kita sebagai manusia tentu tidak diciptakan dengan sia-sia, kita tentunya punya tujuan yang mulia saat hadir di bumi ini, yang pastinya lebih mulia dan lebih bermanfaat dari kecoak itu sendiri.
Saat seorang menganggap dirinya tak berguna, apalagi menghabiskan waktu berharganya dengan melakukan hal-hal yang tidak berguna selama masa hidupnya, bukankah itu artinya ia merendahkan dirinya pada level yang lebih rendah dari seekor kecoak? Lantas apa ia akan baik-baik saja jika dikatakan levelnya lebih rendah dari seekor kecoak dalam misinya menjaga keseimbangan dan keberlangsungan bumi dan seisinya?
Jika benar demikian maka, valid rasanya mengatakan bahwa ia mengalami gangguan pada penalaran dan pikirannya, hingga tak dapat lagi mempertahankan posisinya sebagai seorang manusia yang bertugas memimpin bumi, kecoak dan seisinya. Di lain kasus, kebanyakan manusia tidak hanya berpikir bahwa dirinya tak berguna, manusia bahkan sering menjadi sampah dan parasit yang perlahan merusak dan menghancurkan bumi dari waktu ke waktu.
Mari kita renungi, apakah selama ini peran kita sudah lebih baik dari perannya kecoak? Atau kehadiran kita malah menjadi parasit di bumi, menjadi beban, sampah, perusak yang tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan jasa kecoak yang mempunyai kontribusi penting dalam kelestarian alam, bumi dan seisinya?
ADVERTISEMENT
Pertanyaan terakhir, sudahkah kita malu pada kecoak?