Konten dari Pengguna

Alasan Kenapa Mahasiswa Harus Selalu Kritis dan Skeptis ke Pemerintah

Raditia Yoke
Student at Department of Sociology, Faculty of Social and Political Science, Sebelas Maret University
14 Februari 2021 6:55 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raditia Yoke tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Massa yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) saat Aksi Kamisan di depan Istana Presiden Republik Indonesia, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) saat Aksi Kamisan di depan Istana Presiden Republik Indonesia, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 1900-an hingga puncaknya yaitu tahun 1998 sudah begitu banyak kontribusi yang diberikan oleh mahasiswa untuk Indonesia. Dimulai sejak berdirinya Organisasi Budi Utomo di tahun 1908, organisasi pertama yang diisi oleh mahasiswa dan memiliki salah satu tujuan utamanya yaitu di bidang pendidikan. Hingga puncaknya tahun 1998, mahasiswa melakukan demonstrasi untuk melakukan gerakan reformasi dengan tuntutan seperti penghapusan dwi fungsi ABRI, mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, penegakan supremasi hukum, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Gerakan tahun 1998 ini menjadi sangat monumental karena dianggap telah berhasil menurunkan Soeharto dari jabatan Presiden RI yang telah menjabat selama 32 tahun. Selain itu, gerakan reformasi tersebut juga berada pada momentum krisis moneter yang berdampak terhadap banyaknya masyarakat yang jatuh miskin. Pada era tersebutlah kemudian Indonesia memulai babak barunya yaitu era reformasi. Terlepas dari banyaknya tragedi yang terjadi di tahun 1998 seperti pembunuhan hingga penghancuran, peran mahasiswa terlihat sangat strategis dalam pergerakan tersebut. Dari sejarah tersebut membuktikan bahwa peran mahasiswa seharusnya memang harus dijaga.
Di era sekarang kita mengenal dengan istilah agent of change atau agen perubahan yang dilekatkan dengan mahasiswa. Secara substansi jelas tidak salah sama sekali bahkan bisa menjadi afirmasi positif melalui istilah baru di mana diharapkan dapat menyadarkan kembali pola pikir mahasiswa di era sekarang sehingga tetap terjaga semangat perubahannya. Di lain sisi, ada alasan lain kenapa akhirnya mahasiswa harus terus menjaga daya nalar kritisnya. Berikut adalah alasannya:
ADVERTISEMENT

#1 Nol Kepentingan

Kepentingan yang dimaksud di sini adalah tekanan dan tuntutan yang tidak substansial. Mahasiswa itu masih murni dan ideal pikiran dan jalannya, berbeda dengan para pejabat atau pemangku kepentingan di berbagai posisi struktural pemerintahan. Jika telah menduduki salah satu jabatan di pemerintahan, mereka otomatis akan tertumpah banyak kepentingan misalnya dari partai, keluarga, atau mitra kerja. Pola hidupnya mereka akan sangat dinamis mengikuti kepentingan yang silih berganti datang. Bisa saja, cita-cita yang diucapkan ketika awal menjabat berbeda implementasinya. Tentu kita sudah banyak menemui kasus-kasus tersebut. Baru-baru saja kita temui korupsi bantuan sosial oleh Menteri Sosial yang kini sudah dicopot dari jabatannya. Bahkan mantan Menteri Sosial tersebut seringkali berbicara mengenai pencegahan korupsi, namun ternyata termakan oleh omongannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Sungguh bukan hal aneh lagi hal seperti itu terjadi di negeri kita. Maka dari itu, pertanyaannya adalah kenapa bisa seperti itu? Jelas jawabannya adalah karena ia dikepung oleh banyak sekali kepentingan hingga membuat dirinya lupa terkait komitmen-komitmennya. Dari sini sudah jelas alasannya jika skeptis kepada pemerintah itu wajib karena idealisme dan kemurnian nol kepentingan mahasiswa itu sangat berperan menjaga supaya arah gerak pemerintah tidak melewati batas.

#2 Peran dan Tanggungjawab Intelektual

Di masyarakat, ketika mendengar kata mahasiswa maka yang terlintas di pikirannya adalah pemuda yang pembelajar dan cerdas. Ini menunjukkan bahwa memang mahasiswa dituntut secara sosial mempertanggungjawabkan perannya sebagai intelektual. Dalam tri dharma perguruan tinggi yang berisi pengabdian, pengajaran, dan penelitian, semuanya terkandung napas intelektual. Maka tak heran jika pundak para mahasiswa otomatis akan melekat tanggung jawab intelektualnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu implementasi tanggung jawab intelektualnya adalah dengan terus menjadi mitra kritik pemerintah. Mahasiswa dapat menuliskan gagasan ilmiahnya dalam kajian akademik untuk memberikan kritik serta rekomendasi kepada pemerintah. Jika nalar kritisnya tidak diasah selama menjadi mahasiswa, maka tidak menutup kemungkinan dapat terkikis pelan-pelan hingga habis dan hilang begitu saja. Sangat disayangkan.

#3 Menjauhkan Mahasiswa dengan Rakyat seperti Menjauhkan Ikan dari Laut

Rakyat menaruh harapan yang tinggi kepada mahasiswa. Aspirasi yang disampaikan oleh rakyat biasanya akan memiliki kekuatan yang besar jika ditunjang oleh peran mahasiswa. Ditambah pengalaman mahasiswa yang sudah bertahun-tahun dalam menyampaikan aspirasi kepada pemangku kepentingan sehingga akan lebih tepat dan presisi ketika mengadvokasikan kepentingan rakyat.
Jika menjauhkan mahasiswa dengan rakyat maka bisa diibaratkan menjauhkan ikan dari laut. Sejarah telah terbukti jika mahasiswa dalam jalannya akan selalu bersama rakyat bagaikan ikan yang hidup bersama air di laut. Jika dijauhkan, maka esensinya menjadi mahasiswa akan hilang dan mati. Dari sini kemudian bisa diambil titik temunya bahwa alasan utama pola pikir kritis mahasiswa harus dijaga adalah supaya ia dapat terus bersama rakyat sebagaimana substansi historisnya selama ini.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, dari ketiga alasan ringkas tersebut, seharusnya cukup untuk sekadar memberikan alasan kenapa mahasiswa harus kritis dan terus terjaga dalam jalur esensinya yaitu menjadi mitra kritik pemerintah.