Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memaknai KTT ASEAN 2021
28 April 2021 12:43 WIB
Tulisan dari Muhammad Rafi Darajati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN diselenggarakan untuk membahas situasi Myanmar. Hal ini disebut-sebut akan menjadi ujian kredibilitas ASEAN. Diharapkan, KTT ini bisa menghasilkan resolusi kedamaian di Myanmar.
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampaikan sejumlah pandangan di pertemuan KTT ASEAN yang digelar pada Sabtu (24/4) Dalam konferensi pers, Presiden Joko Widodo meminta pimpinan militer Myanmar untuk berkomitmen dalam 3 (tiga) hal. Permintaan komitmen pertama, penghentian penggunaan kekerasan dari militer Myanmar. Di saat yang sama, semua pihak harus menahan diri sehingga ketegangan dapat diredakan. Kedua, Presiden Jokowi meminta junta Myanmar melakukan proses dialog yang inklusif, pelepasan tahanan politik dan pembentukan segera special envoy ASEAN yaitu Sekjen dan Ketua ASEAN untuk mendorong dialog semua pihak di Myanmar. Ketiga, Komitmen pembukaan akses bantuan kemanusiaan dari ASEAN yang dikoordinasi oleh Sekjen ASEAN.
Saat ini, ASEAN memegang peranan penting terkait stabilitas kawasan, setidaknya dalam 3 (tiga) bidang. ASEAN dapat mengubah hubungan antara sesama negara ASEAN yang tadinya mengalami trust deficit menjadi strategic trust). Dulu, negara anggota ASEAN mengalami perpecahan, persaingan, permusuhan, serta rasa saling curiga. Akan tetapi, sekarang perlahan berubah, yakni dengan ditandainya pembentukan Masyarakat ASEAN.
ADVERTISEMENT
Peranan Indonesia di sini sangatlah berdampak, di mana Indonesia memperkenalkan gagasan bahwa sesama negara ASEAN tidak akan dapat menyelesaikan masalah antara mereka dengan menggunakan kekerasan, melainkan menggunakan diplomasi perundingan dan dialog.
Hal selanjutnya yang terlihat adalah bertransformasinya posisi ASEAN dalam konstelasi yang lebih luas, yang tadinya sebagai korban persaingan negara-negara besar, menjadi ASEAN yang lebih sentral. Dengan melalui pendekatan konsep ketahanan nasional dan ketahanan regional, kawasan ASEAN dapat menjadi lebih mandiri dan tidak berfokus pada persaingan negara super power. Transformasi tersebut diwujudkan dengan sikap proaktif ASEAN untuk membentuk tatanan di kawasan. Kembali, hal ini dapat terwujud berkat kepemimpinan Indonesia yang merupakan representasi dari perspektif politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif
ADVERTISEMENT
Terakhir, adalah ASEAN yang lebih berdimensi kerakyatan dari bidang ekonomi, serta bidang tata kelola pemerintahan
Apabila Indonesia tidak tampil saat ini dengan gagasan-gagasan besar, maka dampaknya akan ada defisit dari pengaruh Indonesia selama berabad ke depan. ASEAN harus memiliki sebuah narasi, karena kita tidak bisa hanya ingin berada di posisi kepemimpinan, tanpa mengetahui ingin ke mana dikemudikan kawasan ASEAN ini. Apabila ASEAN tidak memiliki narasi yang besar, maka ASEAN hanya sebatas menjadi “event organizer”.
Para pemimpin saat betul-betul harus memiliki sebuah perspektif, visi jangka panjang, dan yang bersifat antisipatif. Jika merujuk dari masalah LCS misalkan, Indonesia memiliki farsighted approach, pada 1990-an dulu, Indonesia-lah yang mencoba menggalang kesadaran negara anggota ASEAN bahwa jika isu LCS tidak dikelola maka akan semakin tidak terkendali, upaya tersebutlah menjadi cikal bakal lahirnya COC saat ini.
ADVERTISEMENT
Jika saat ini memang masih belum ditemukan jalan keluar bagi permasalahan yang dihadapi, diharapkan kepada para pemimpin untuk minimal tidak membuat hal ini menjadi lebih buruk. Indonesia misalkan, harus menunjukkan kepemimpinan yang berkesinambungan dalam konteks sentralitas di ASEAN ini.
Dalam rangka menyelesaikan permasalahan Myanmar, harus dapat mencoba mensinergikan keserasian antara dinamika nasional Myanmar, dinamika global, dan juga dinamika regional. Perkembangan yang terjadi di Myanmar membuktikan bahwa demokratisasi adalah suatu proses, yang pasti akan mengalami pasang-surut. Oleh karena itu, mutlak diperlukan keteguhan, kesabaran untuk terus memperjuangkan kelanggengan demokrasi tersebut.
Jelas bahwa dalam isu Myanmar, ASEAN tidak boleh absen. Sebagai satu keluarga besar, ASEAN bisa dan perlu untuk saling membantu untuk mendorong proses demokratisasi. ASEAN bukan hanya sekadar ajang seremonial bertemu, tapi harus betul-betul terlibat. Hilangkan segala keraguan untuk terlibat dengan masalah Myanmar, tampilkan solusi.
ADVERTISEMENT
ASEAN harus tampil ke depan dengan cara yang tepat. “Timing” merupakan hal yang penting dalam rangka upaya menyelesaikan permasalahan agar solusi bisa diterima oleh semua pihak. Jika ASEAN terus menunda, tentu situasi akan semakin memburuk. Dalam hal ini, ASEAN harus menunjukkan tanggung jawab mereka.
Dalam setiap perundingan, semua pihak yang terlibat harus memiliki rasa memiliki dan kepentingan agar kesepakatan yang dihasilkan dapat diimplementasikan. Dalam kaitan ini, sangat perlu upaya-upaya yang inovatif. Menurut penulis, peranan dari diplomasi informal menjadi cukup penting.
Permasalahan di Myanmar merupakan pengingat bahwa ASEAN tidak boleh lengah dan tidak bisa berpuas diri pada kondisi yang sekarang. Pertemuan Pimpinan ASEAN di Jakarta harus bisa menghasilkan tindakan nyata untuk mengakhiri kekerasan di Myanmar.
ADVERTISEMENT