Konten dari Pengguna

Di Balik Layar Komersialisasi: Menjaga Moral di Era Persaingan Televisi

rafli dwi hartono
Mahasiswa Universitas Pancasila
12 November 2024 8:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari rafli dwi hartono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi di era digital yang sangat canggih terdapat persaingan ketat antara saluran chanel televisi ( sumber foto : freepik )
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi di era digital yang sangat canggih terdapat persaingan ketat antara saluran chanel televisi ( sumber foto : freepik )
ADVERTISEMENT
Di era digitalisasi yang kian masif, persaingan antar saluran televisi semakin sengit. Setiap stasiun TV berlomba-lomba untuk menarik perhatian audiens yang kini memiliki lebih banyak pilihan hiburan daripada sebelumnya. Dengan adanya platform digital seperti layanan streaming dan media sosial, masyarakat kini memiliki kebebasan untuk memilih konten sesuai selera mereka, dan ini mendorong saluran TV untuk berinovasi agar tetap relevan. Di tengah persaingan ini, tantangan besar yang dihadapi industri penyiaran bukan hanya pada kemampuan menghadirkan konten yang menarik, tetapi juga pada bagaimana mempertahankan integritas dan nilai etika dalam penyiaran di tengah derasnya arus komersialisasi.
ADVERTISEMENT
Komersialisasi memang membawa peluang besar bagi industri televisi. Semakin tinggi rating sebuah program, semakin besar pula peluang untuk menarik iklan yang menjadi sumber pendapatan utama bagi stasiun TV. Namun, di sisi lain, upaya mengejar rating tinggi ini sering kali mengorbankan prinsip-prinsip etis dalam penyiaran. Banyak stasiun TV yang mengandalkan acara-acara sensasional yang lebih mengutamakan aspek hiburan daripada nilai edukasi atau informasi yang berkualitas. Fenomena ini terlihat dari maraknya program-program yang lebih menonjolkan konflik, kontroversi, atau isu-isu yang dirancang untuk memicu emosi penonton semata. Hal ini dilakukan agar penonton terpikat, tetapi dampaknya terhadap kualitas tayangan sering kali negatif. Banyak program yang dipenuhi konten-konten yang bersifat hiperbolis, bahkan tak jarang menampilkan informasi yang kurang akurat hanya demi menarik perhatian publik.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, menjaga integritas di tengah komersialisasi menjadi sebuah tantangan besar. Sebagai media yang memiliki peran penting dalam membentuk opini publik dan mencerdaskan bangsa, stasiun TV sebenarnya memiliki tanggung jawab moral yang besar. Setiap program yang disiarkan memiliki dampak langsung maupun tidak langsung terhadap penonton, baik dari segi cara berpikir, perilaku, hingga pandangan hidup mereka. Di sinilah pentingnya integritas dalam penyiaran—integritas yang menjunjung tinggi kebenaran, kejujuran, dan etika dalam setiap konten yang disajikan kepada publik.
Ilustrasi sebagai audiens harus memiliki tanggung jawab untuk sebuah standar penyiaran yang berkualitas ( sumber foto : freepik )
Namun, tantangan ini tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada pihak stasiun TV. Audiens sebagai penikmat tayangan juga memiliki peran besar dalam membentuk standar penyiaran yang berkualitas. Selama masyarakat masih memberikan dukungan pada program-program yang sensasional tanpa memperhatikan kualitasnya, maka pihak stasiun TV akan terus terdorong untuk memproduksi program-program sejenis demi keuntungan finansial. Di sinilah pentingnya edukasi media bagi masyarakat, agar mereka bisa lebih selektif dalam memilih tayangan yang dikonsumsi dan bisa menjadi penonton yang lebih kritis. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya menjadi objek dari tayangan televisi, tetapi juga memiliki suara dalam menentukan arah perkembangan industri penyiaran.
ADVERTISEMENT
Regulasi juga menjadi aspek krusial dalam menjaga keseimbangan antara komersialisasi dan integritas di dunia televisi. Di Indonesia, lembaga seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki tugas untuk memastikan bahwa setiap konten yang disiarkan sesuai dengan kode etik penyiaran. Namun, penegakan regulasi ini sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan. Banyak pihak yang mempertanyakan efektivitas regulasi ini, terutama ketika ada stasiun TV besar yang tampak “kebal” terhadap sanksi meski melakukan pelanggaran. Di sisi lain, adanya tekanan dari pengiklan dan kepentingan bisnis membuat proses pengawasan menjadi semakin rumit. Oleh karena itu, KPI harus bersikap tegas dan konsisten dalam menerapkan aturan tanpa pandang bulu. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa kode etik penyiaran bukanlah sekadar formalitas, melainkan pedoman yang harus dihormati oleh setiap pelaku industri penyiaran.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi era persaingan yang semakin ketat ini, stasiun TV perlu melakukan transformasi agar tetap relevan tanpa harus mengorbankan nilai-nilai integritas. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan konten-konten berkualitas yang tidak hanya menghibur, tetapi juga informatif dan edukatif. Menyuguhkan program yang mengangkat isu-isu sosial, budaya, dan lingkungan dengan cara yang menarik bisa menjadi alternatif untuk menarik audiens tanpa harus mengandalkan sensasi semata. Selain itu, kolaborasi dengan komunitas atau lembaga pendidikan juga bisa menjadi langkah strategis untuk menciptakan konten yang bermutu. Dengan demikian, industri penyiaran tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga menjadi media yang berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih berwawasan dan beretika.
Komitmen untuk menjaga integritas ini tentu bukan hal yang mudah, tetapi sangat mungkin untuk dicapai. Dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari stasiun TV, regulator, hingga masyarakat sebagai penikmat tayangan. Hanya dengan komitmen bersama, kita bisa menciptakan industri penyiaran yang tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga memiliki dampak positif yang nyata bagi kemajuan bangsa.
ADVERTISEMENT