Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
3 Contoh Guru Wilangan dalam Tembang Macapat yang Perlu Diketahui
28 Mei 2024 13:55 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Ragam Info tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tembang macapat merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang kaya akan nilai estetika dan filosofi. Setiap bait dalam tembang macapat memiliki aturan tertentu yang harus diikuti, termasuk guru wilangan.
ADVERTISEMENT
Memahami contoh guru wilangan penting bagi siapa saja yang ingin mempelajari dan melestarikan tembang macapat. Selain itu, pemahaman ini juga bertujuan untuk mengapresiasi keindahan dan pesan moral yang terkandung di dalamnya.
Contoh Guru Wilangan pada Tembang Macapat
Terdapat sebelas tembang macapat yang mana setiap jenisnya memberikan gambaran mengenai tahapan kehidupan manusia. Cerita ini dimulai dari masa dalam kandungan, kelahiran, kanak-kanak, remaja, dewasa, masa tua, hingga meninggal dunia.
Menurut buku Filsafat Ku karya Wafa Aldawamy (2020), tembang macapat adalah bentuk puisi tradisional Jawa yang menggunakan aturan guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan.
ADVERTISEMENT
Adapun beberapa contoh guru wilangan pada tembang macapat yaitu sebagai berikut:
1. Asmaradana
Guru wilangan Asmaradana terdiri dari 7 baris dengan susunan pola 8a, 8i, 8e, 8a, 7a, 8u, 8a. Pada umumnya tembang ini digunakan untuk menceritakan kisah asmara, percintaan, atau lautan cinta kasih.
2. Maskumambang
Guru wilangan Maskumambang memiliki dari 4 larik dengan suku kata 12i, 6a, 8i, 8a. Tembang ini mengisahkan tentang kondisi manusia saat berada di alam ruh sebelum ditiupkan ke dalam rahim ibu.
3. Pucung
ADVERTISEMENT
Guru wilangan Pucung terdiri dari 4 baris dengan pola yang beragam, yaitu 12u, 6a, 8i, 12a. Pucung menggambarkan tentang manusia yang hanya akan meninggalkan jasad berbalut kain kafan di tempat peristirahatan terakhir.
Melalui pemahaman mengenai contoh guru wilangan, diharapkan dapat lebih menghargai sastra Jawa. Dengan demikian, mari terus melestarikan tembang macapat agar tidak lekang oleh waktu. (ALF)