Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Paugeran Tembang Macapat Pangkur Sebagai Warisan Budaya Jawa
26 September 2024 16:42 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Ragam Info tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Paugeran tembang macapat Pangkur merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari karya sastra Jawa. Dengan adanya paugeran ini, penyusunan tembang menjadi lebih teratur sekaligus indah saat didengarkan.
ADVERTISEMENT
Tembang macapat adalah salah satu kekayaan budaya Jawa yang diwariskan secara turun-temurun. Oleh karena itu, penting bagi seluruh masyarakat untuk memahami aturannya agar ditelan perkembangan zaman yang semakin modern.
Paugeran Tembang Macapat Pangkur
Sebelum membahas tentang paugeran tembang macapat Pangkur, perlu juga untuk memahami definisinya. Hal ini untuk menambah wawasan tentang kebudayaan Jawa agar generasi muda bisa terus melestarikannya.
Tembang macapat termasuk dalam warisan budaya sebagai karya asli sastra Jawa periode baru. Ada yang mengatakan bahwa “macapat” adalah akronim dari “macane papat-papat” atau membacanya setiap empat suku kata.
Menurut buku Baboning Pepak Basa Jawa karya Budi Anwari (2020:181), tembang macapat adalah salah satu tembang atau puisi dari tanah Jawa yang mempunyai beberapa paugeran atau aturan.
ADVERTISEMENT
Paugeran dalam tembang macapat terdiri dari guru gatra, guru wilangan, guru lagu, dan makna. Elemen ini berperan penting dalam menjaga keindahan dan harmoni sebuah tembang.
Guru gatra mengatur jumlah baris atau larik dalam setiap bait. Setiap tembang macapat mempunyai jumlah baris yang telah ditentukan, termasuk Pangkur yang harus memiliki 7 baris per bait. Aturan ini harus dipatuhi agar makna dan estetika tembang tetap utuh.
Selanjutnya, guru wilangan merujuk pada jumlah suku kata di setiap baris. Dalam setiap baris tembang Pangkur mempunyai jumlah suku kata yang berbeda-beda. Namun, polanya harus 8, 11, 8, 7, 12, 8, dan 8. Fungsinya yaitu memberikan ritme yang khas agar tetap enak didengar meskipun dibaca berulang kali.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, guru lagu mengatur suara vokal pada akhir setiap baris. Setiap baris harus diakhiri dengan bunyi vokal yang sesuai dengan paugeran tembang macapat. Misalnya, pola tembang Pangkur a, i, u, a, u, a, i yang memberikan keindahan ketika dinyanyikan.
Paugeran terakhir dalam tembang macapat yaitu makna. Tembang pangkur menggambarkan tahap kehidupan manusia yang sudah mulai menjauh dari kesenangan duniawi dan lebih fokus pada hal-hal yang lebih spiritual dan bermakna.
Dengan mematuhi paugeran tembang macapat Pangkur, keaslian dan keindahan sastra Jawa ini tetap terjaga. Aturan guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan bukan sekadar formalitas, melainkan kunci tembang ini bisa terus dinikmati dari generasi ke generasi. (ALF)
ADVERTISEMENT