Buntut Serangan Ribuan Ulat di Kawasan Pesisir Demak

Ragil Satriyo Gumilang
Penyuka kopi gelas kecil, es teh manis, dan indomi goreng telur mata sapi.
Konten dari Pengguna
16 Maret 2021 13:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ragil Satriyo Gumilang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Program Pelarangan Penangkapan Burung Mulai Diusulkan

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bogor, 16 Maret 2021 -- Pekan lalu, ribuan ulat menyerbu hutan mangrove di kawasan pesisir Demak di Desa Sidogemah, Kecamatan Sayung. Serangan ulat yang belum pernah terjadi sebelumnya ini juga menyerang permukiman warga. Perburuan burung disinyalir menjadi salah satu pemicu serbuan ulat ini. Program pelarangan penangkapan burung-burung pemakan ulat kini mulai diusulkan menjadi program bersama berbagai instansi dan pihak terkait, di samping tetap memprioritaskan program perlindungan dan restorasi ekosistem mangrove.
Mangrove jenis Avicennia marina yang dimakan ulat (Foto: Kuswantoro)
Meski saat ini serangan ribuan ulat bulu mulai reda, tapi masyarakat masih mewaspadai jika ada serangan ulat kembali. “Masyarakat setempat bersama Dinas Lingkungan Hidup Demak, DLHK Provinsi Jateng, serta pemangku kepentingan lain bahu membahu dan sigap melakukan upaya pengendalian hama ulat yang menyerang hutan mangrove di kawasan tersebut,” ujar Eko Budi Priyanto, Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Yayasan Lahan Basah (YLBA) wilayah program Demak, Selasa (10/3/2021).
ADVERTISEMENT
Tim gabungan segera merespons serbuan ulat-ulat itu dengan melakukan percobaan membuat obat semprot dari bahan-bahan yang mudah didapat di rumah-rumah penduduk. “Tim gabungan menggunakan sabun pencuci piring yang dicampur dengan minyak goreng dan air laut untuk dijadikan obat penyemprot ulat-ulat yang menyerang hutan mangrove dan juga permukiman warga. Penyemprotan dengan menggunakan campuran yang diracik sendiri ini ternyata lebih efektif untuk menanggulangi serbuan ribuan ulat-ulat itu dibanding campuran dan pestisida lain,” jelas Eko.
Pemantauan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jateng bersama pemangku kepentingan terkait (Foto: Sahlan)
Dikatakan Eko, munculnya serbuan ulat di kawasan hutan mangrove itu kemungkinan besar karena terganggunya ekosistem di sekitar hutan mangrove, seperti berkurangnya burung sebagai musuh alami hama tumbuhan. Hal itu mencuat dalam diskusi yang dilakukan bersama instansi terkait setelah serbuan ulat-ulat ini. Hal tersebut diakui Ahmad, salah seorang warga Desa Bedono. Dikatakan Ahmad, penangkapan burung-burung di kawasan pesisir marak sekali. "Burung-burung plenci sering sekali ditangkapi di sana menggunakan perekat,” jelas Ahmad.
ADVERTISEMENT
Ledakan populasi hama (outbreak) bisa terjadi disebabkan adanya predator yang hilang atau lingkungan sangat kondusif untuk pertumbuhan hama tersebut. Tidak menutup kemungkinan pula, kerusakan mangrove disebabkan oleh toksin atau racun tertentu yang dikeluarkan hama dan punya efek merusak bagi tanaman. Buntut dari kejadian ini, semua pihak sepakat bahwa diperlukan kajian lebih lanjut mengenai serbuan ulat beserta panduan penanganannya. Sehingga, bila terjadi kasus serupa di lokasi lain, dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganannya secara tepat.