Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
TKN Pengelolaan Mangrove Dibubarkan oleh Presiden, Masihkah Perlu Kita Optimis?
22 Juli 2020 12:46 WIB
Tulisan dari Ragil Satriyo Gumilang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Peran penting ekosistem mangrove sudah diyakini secara luas. Ekosistem mangrove merupakan daerah asuhan, berkembang biak, dan mencari makan berbagai jenis biota laut serta sebagai tempat untuk berlindung dari serangan predator. Oleh karena itu keberadaan ekosistem mangrove sangat penting dalam menjaga kelestarian stok perikanan. Selain itu ekosistem mangrove juga berperan dalam berbagai jasa lingkungan, yaitu menjaga stabilitas garis pantai, mencegah intrusi air laut ke darat, menyimpan cadangan karbon, mengurangi risiko bencana pesisir, dan sebagai habitat berbagai keanekaragaman hayati perairan maupun teresterial.
Masih banyak lagi peran ekosistem mangrove yang sulit tergantikan oleh ekosistem lainnya sehingga diperlukan upaya pengelolaan yang baik. Selain juga adaptasi tumbuh mangrove ini unik (tidak dapat ditiru oleh vegetasi lain), Indonesia juga memiliki mangrove terluas di dunia dan terancam keberadaannya. Data terbaru menyatakan, ada 637 ribu hektar mangrove di Indonesia dalam kondisi kritis.
ADVERTISEMENT
Perpres Nomor 73/2012 yang telah dibatalkan, pada waktu itu dibentuk sebagai instrumen payung kebijakan pengelolaan mangrove di Indonesia. Saya berusaha berpikir positif bahwa pencabutan Perpres 73/2012 ini bukan semata karena alasan anggaran, seperti banyak informasi yang beredar bahkan sebelum Perpres 82/2020 terbit. Pasalnya, TKN Pengelolaan Mangrove maupun Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional (KKMTN) merupakan wadah koordinasi dan tidak ada dana ataupun personil khusus utk operasionalisasinya. Namun semoga, pembubaran ini untuk menata kelembagaan pengelolaan ekosistem mangrove supaya lebih efektif dan efisien.
Bila kita cermati, struktur kelembagaan pada Perpres 73/2012 memang sudah 'kadaluwarsa'. Hal ini mungkin yang menyebabkan terhambatnya fungsi koordinasi di tingkat pengarah dan pelaksana TKN Pengelolaan Mangrove di Perpres tersebut. Pada Perpres 73/2012 masih tercantum Kemenko Perekonomian sebagai ketua pengarah. Padahal saat ini KLHK dan KKP (sebagai 2 kementerian utama yang melaksanakan fungsi pengelolaan ekosistem mangrove) berada di bawah koordinasi Kemenkomarves.
ADVERTISEMENT
Agak berbeda dengan struktur kelembagaan KKMTN (yang dibentuk melalui SK Menhut 504/2013), yang memiliki mandat mendukung pelaksanaan TKN Pengelolaan Mangrove. KKMTN sepertinya memiliki peluang untuk lebih operasional, meskipun juga perlu upaya revitalisasi lebih lanjut.
Memang benar bahwa Perpres 73/2012 menjadi dasar kelembagaan tersebut di atas. Bahkan, termasuk payung bagi Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) yang telah terbentuk hampir di semua provinsi di Indonesia. Dan bila kita cermati Perpres 82/2020 yang baru ini, pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Nasional selanjutnya dilaksanakan oleh KLHK dan KKP (Pasal 19 angka 5).
Atas pertimbangan tersebut di atas, saya optimis bahwa pembubaran ini merupakan langkah awal menuju pengelolaan ekosistem mangrove di Indonesia yang lebih baik. Sebagai langkah awal, oleh sebab itu diperlukan langkah kebijakan strategis dan tepat sasaran ke depan. Untuk itu, pertimbangan langkah ini semoga dapat menjadi pilihan ke depan:
ADVERTISEMENT
Disusun payung hukum baru pada tingkat Kemenko (melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi) yang menegaskan dan menjabarkan fungsi pelaksanaan KLHK & KKP dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Serta, memuat pula Kementerian/Lembaga dan pemangku kepentingan lain dalam mendukung pelaksanaan tersebut. Tidak lupa pula memuat dasar pelaksanaan bagi keberadaan KKMD. Penyusunan ini relevan didasari oleh UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah dan Perpres 82/2020 yang baru.
Bila opsi pertama di atas tidak memungkinkan, maka disusun Peraturan Menteri LHK (penjelasannya seperti opsi pertama). Termasuk, bila memungkinkan sekaligus mereproduksi dan merevitalisasi struktur KKMTN seperti pada SK Menhut 504/2013.
Penyusunan payung hukum pengelolaan ekosistem mangrove melalui Perpres (lagi) lebih ideal dibandingkan dua opsi di atas. Oleh karena, akan menjadi dasar yang lebih kuat dalam pelaksanaan ke depan. Namun secara politik, akan terkesan kurang elegan bila memuat substansi yang sama atau hanya sekadar memperbarui struktur kelembagaan di dalamnya. Kecuali, juga memuat substansi yang lebih revolusioner dan progresif.
Ditulis oleh Ragil Satriyo Gumilang
ADVERTISEMENT