Konten dari Pengguna

Harga Jual Kembali Meresahkan, Adopsi Mobil Listrik Tergerus?

Ragita Aulia Widyandaru
Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
19 November 2024 16:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ragita Aulia Widyandaru tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Adopsi mobil listrik. Foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Adopsi mobil listrik. Foto: Freepik
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, glorifikasi pengadopsian mobil listrik menjadi fenomena yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Dengan alibi eco friendly, mobil listrik acapkali digemari oleh para calon pembeli. Terlebih, perluasan pasar disertai dengan kegencaran pemerintah dalam mendorong adopsi mobil listrik yang dinilai sangat serius, ditandai dengan pemberian insentif PPN DTP, pembebasan kebijakan ganjil genap, dan kebijakan menguntungkan lainnya. Lebih lanjut, hingga kini, pemerintah menargetkan 2 juta mobil listrik pada tahun 2030. Akan tetapi, target ini dinilai tidak realistis apabila melihat realita yang ada, di mana per September 2024, hanya terdapat pengadopsian 23.238 unit mobil listrik. Hal ini disebabkan banyaknya pertimbangan, terutama masa depan mobil listrik.
ADVERTISEMENT
Memiliki keunggulan tidak serta merta mempercepat pengadopsian mobil listrik sebab kerap kali mobil listrik dikomparasi dengan mobil konvensional, terutama dalam hal harga jual kembali. Belum terbentuknya harga pasar mobil listrik bekas menjadi tantangan tersendiri dalam mempercepat pengadopsian mobil listrik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto, bahwa mobil listrik masih memiliki tantangan sebab belum memiliki secondary market apabila dikomparasikan dengan mobil konvensional (internal combustion engine). Hal ini menjadi berbeda apabila dikomparasikan dengan mobil konvensional bekas, yang telah memiliki track record dalam penjualan mobil bekas sehingga terdapat harga pasar wajar yang tidak terlalu rendah apabila mobil konvensional dijual. Neta Auto Indonesia, sebagai produsen mobil listrik mengakui bahwa hingga kini harga jual kembali mobil listrik masih sangat rendah. Hal ini disebabkan adanya permintaan yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan mobil konvensional.
ADVERTISEMENT
Hal ini sejalan dengan fenomena yang terjadi saat ini, di mana mobil listrik bekas memiliki resale value yang sangat rendah apabila dibandingkan dengan harga mobil listrik baru. Salah satu contohnya, yakni Wuling Air EV yang dibanderol mulai dari Rp200 juta dan untuk mobil bekas dibanderol mulai dari harga Rp130 juta. Di sisi lain, PT Hyundai Motors Indonesia (HMID), diwakili oleh Chief Marketing Officer, yakni Budi Nur Mukmin, juga membenarkan fenomena tersebut. Adapun beliau menekankan bahwa resale value yang rendah disebabkan jumlah konsumen yang masih rendah sebab merek mobil listrik yang belum sepopuler mobil konvensional. Meski bukan menjadi faktor utama, fenomena ini tetap menjadi tantangan tersendiri sebab memberikan ketidakpastian bagi pembeli dan penjual terkait harga pasar yang wajar bagi mobil listrik bekas.
ADVERTISEMENT
Pengadopsian yang lebih rendah juga disebabkan oleh banyaknya konsumen yang menjadikan mobil listrik sebagai secondary item sebab adanya beberapa pertimbangan, seperti infrastruktur berupa charging station yang belum memadai untuk lintas kota hingga lintas provinsi, jangka waktu serta harga baterai pada mobil listrik, dan lain-lain. Oleh karena itu, diperlukan waktu lebih dalam penerimaan hingga pengadopsian mobil listrik. Waktu yang diperlukan masyarakat perlu disertakan dengan pembangunan infrastruktur serta perluasan sosialisasi insentif pajak sehingga terjadi korelasi positif antara pemberian kebijakan dan pengembangan infrastruktur dengan pengadopsian mobil listrik.
Di sisi lain, diperlukan pula peran aktif produsen mobil listrik untuk menggencarkan pengenalan mobil listrik sehingga tercipta segmen pasar yang lebih luas serta mampu menjangkau masyarakat hingga mengubah pola secondary dalam kepemilikan mobil listrik. Dengan kata lain, sinergi pemerintah, produsen, dan masyarakat menjadi key point dalam mempercepat pengadopsian mobil listrik, khususnya untuk pengadopsian mobil listrik bekas.
ADVERTISEMENT
Penulis:
Jessica Amanda Ginting dan Ragita Aulia Widyandaru adalah mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia