Konten dari Pengguna

Modernitas dan Cinta pada Novel "Belenggu" karya Armijn Pane

rahmarafila
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
15 Oktober 2024 12:08 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari rahmarafila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.istockphoto.com
zoom-in-whitePerbesar
https://www.istockphoto.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belenggu adalah salah satu novel karya Armijn Pane yang pertama kali diterbitkan dalam majalah sastra Poedjangga Baroe pada tahun 1940. Armijn Pane terinspirasi oleh teori psikoanalisis Sigmund Freud. Novel ini mengisahkan cinta segitiga yang cukup rumit antara seorang dokter, istrinya, dan sahabatnya, yang berujung pada kehilangan orang yang mereka cintai. Ketika novel ini diterbitkan, reaksi publik terbagi menjadi dua. Para penggemar novel ini menganggap Pane sangat berani karena mampu mengangkat tema yang berakar pada realitas sosial. Novel Belenggu juga menjadi karya psikologis pertama di Indonesia dan menonjolkan konflik psikologis tokoh, berbeda dari tema tradisional yang sering diangkat sebelumnya. novel Belenggu mencerminkan masalah yang dihadapi orang Indonesia berpendidikan tinggi dalam berinteraksi dengan budaya tradisional. Di sisi lain, kritikus yang tidak menyukai novel ini meremehkannya sebagai karya sangat vulgar, karena dalam novel ini terdapat perilaku "tabu" seperti perselingkuhan dan prostitusi. Meskipun ditolak oleh Balai Pustaka karena dianggap tidak bermoral, novel ini mendapat tanggapan beragam dari masyarakat, dengan beberapa menganggapnya mencerminkan dilema intelektual Indonesia, sementara yang lain menilai kontennya tidak pantas. Kini, Belenggu diterima dengan lebih positif dan diakui sebagai salah satu novel terbaik sebelum perang kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Dalam novel ini, gaya Bahasa yang dipakai Armijn Pane tidak mengandalkan pribahasa, tetapi Armijn Pane lebih mengedepankan penggunaan majas simile (bentuk perbandingan langsung antara dua hal yang berbeda dengan menggunakan kata penghubung). Dalam novel Belenggu, Armijn memberikan penekanan pada bahasa serapan, sehingga edisi-edisi awal menyertakan daftar istilah yang mencakup kata-kata baru atau yang sulit dipahami. Bahasa yang digunakan oleh Pane lebih merefleksikan bahasa Indonesia yang digunakan sehari-hari. Salah satu aspek yang membedakan gaya penulisan Panedari penulis-penulis Balai Pustaka adalah pembatasan penggunaan bahasa Belanda yang murni.
Novel Belenggu juga memiliki ciri khas dalam gaya bahasanya karena banyak menggunakan kata elipsis (menghilangkan atau menyederhanakan bagian tertentu dari cerita untuk masuk ke momen penting setelahnya, sehingga menciptakan efek dramatis atau menambah kecepatan cerita) dan monolog untuk mencerminkan konflik batin masing- masing tokohnya. Dengan begitu, novel Belenggu ini dapat membuat pembaca menjadi lebih aktif. Kritikus sastra Indonesia berasal Belanda A. Teeuw menyatakan bahwa novel ini adalah “monolog interior bercabang tiga” yaitu teknik naratif yang digunakan untuk menggambarkan pikiran dan perasaan karakter secara langsung dan mendalam.
ADVERTISEMENT
Novel Belenggu karya Armijn Pane sangat menarik untuk kita selami lebih mandalam. Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui makna dalam sebuah karya sastra. Pendekatan karya sastra terbagi menjadi dua, salah satunya adalah unsur Intrinsik (dari dalam karya sastra). Tema, Alur, serta Tokoh akan selalu menjadi komponen penting, atau primer dari pendekatan sebuah karya sastra untuk novel Belenggu karya Armijn Pane ini. Oleh karena itu, konflik atau masalah yang muncul dalam kisah akan dipelajari hingga titik penyelesaian yang dapat diterima akal. Mari kita kupas tuntas penjelasan dalam unsur intrinsik untuk menyelami makna novel Belenggu karya Armijn Pane ini.
1. Tema
"Belenggu" merupakan novel yang unik dalam konteks sastra Indonesia pada zamannya karena tidak mengikuti pola umum yang melibatkan pertarungan antara protagonis baik dan antagonis jahat, atau konflik yang biasa dipakai pada tahun 1940-an di Indonesia. Sebaliknya, novel ini mengangkat tema cinta segitiga, yang lebih umum ditemukan dalam sastra Barat, tanpa menghakimi siapa yang benar atau salah. Melalui karakter Sukartono, seorang dokter yang terjebak antara kehidupan modern istrinya (Tini) dan kecintaan pada tradisi sehingga ia berkehidupan tradisional dan mendambakan istri yang tradisional pula. novel ini menunjukkan perbedaan antara sistem nilai modern dan tradisional, sekaligus menekankan bahwa modernitas tidak selalu membawa kebahagiaan. Armijn Pane juga menggambarkan konflik batin karakter-karakter baru yang lahir dari pengaruh budaya Timur dan Barat pada karakter Tini.
ADVERTISEMENT
2. Alur
Kartono, seorang dokter berpendidikan Belanda, dan istrinya Tini, mengalami masalah serius dalam pernikahan mereka karena Tono yang selalu sibuk bekerja tidak bisa meluangkan waktu untuk Tini. Merasa diabaikan, Tini menjadi aktif dalam kegiatan sosial dan mengabaikan tanggung jawab rumah tangga, sementara Tono menginginkan Tini untuk menjadi istri tradisional yang lebih fokus pada keluarga. Ketika Tono merawat Nyonya Eni, dia terkejut mengetahui bahwa Nyonya Eni adalah Rohayah (Yah), teman masa kecilnya yang telah lama mencintainya. Hubungan mereka pun berkembang dan menjadi sebuah perselingkuhan. Pada saat Tini pergi ke Surakarta untuk mejalani kongres perempuan, Tono memutuskan untuk tinggal bersama Yah selama seminggu, di mana mereka saling berbagi cerita masa lalu dan mengungkapkan perasaan masing-masing.
ADVERTISEMENT
Yah memiliki latar belakang yang rumit, karena dahulu ia menikah dengan pria yang lebih tua dan bercerai, ia beralih menjadi pelacur di Batavia (Jakarta). Tono terpesona oleh kesopanan Yah dan mulai melihatnya sebagai pasangan ideal, meskipun Yah merasa belum siap untuk menikah karena masa kelamnnya. Sementara itu, Tono diundang menjadi juri lomba keroncong. Tono bertemu Hartono, seorang aktivis politik yang pernah menjalin hubungan dengan Tini pada saat kuliah. Ketika Tini mengetahui tentang perselingkuhan Tono, dia sangat marah dan bertemu Yah, lalu setelah pertemuan tersebut, Tini merasa Tono lebih cocok bersama Yah disbanding dirinya, dan Tini menyarankan agar Yah menikah dengan Tono. Tini pun memutuskan untuk pindah ke Surabaya, meninggalkan Tono di Batavia (Jakarta).
ADVERTISEMENT
Disisi lain, Yah merasa bahwa hubungan dengan Tono akan menjadi belenggu bagi tono dan merusak reputasinya sebagai seorang dokter yang baik. Yah selalu teringat akan masa kelamnya sebagai mantan pelacur dan Yah memutuskan untuk pergi ke Kaledonia Baru. Yah meninggalkan surat dan piring hitam yang menunjukkan bahwa sebenarnya dia adalah penyanyi favorit Tono, Siti Hajati. Dalam perjalanan, Yah merindukan Tono dan mendengar suaranya di radio, sementara Tono berjuang menghadapi kesepian dan bekerja keras untuk mengisi kekosongan hidupnya.
3. Tokoh
a. Kartono (Tono)
Sukartono, yang lebih akrab dipanggil Tono pada novel Belenggu adalah seorang dokter yang merupakan suami Tini, tetapi ia juga memiliki perasaan cinta terhadap Yah. Tono dikenal karena dedikasinya merawat pasien miskin tanpa biaya, sehingga ia memperoleh reputasi yang baik. Ia juga sangat menyukai lagu-lagu keroncong. Ketika masih menempuh pendidikan di sekolah kedokteran, Tono lebih senang bernyanyi daripada belajar, dan hingga kini ia memiliki radio di ruang periksanya. Kecintaannya terhadap musik tradisional mencerminkan harapannya untuk memiliki istri yang berwawasan tradisional yang dapat merawatnya. Tono merasa tertekan dalam pernikahannya yang tidak penuh cinta dengan Tini karena Tini tidak dapat menjadi apa yang Tono harapkan sebagai istri tradisional, Tono jatuh cinta pada Yah, yang dianggap lebih mampu menjadi istri tradisional. Namun pada akhirnya, Tono ditinggalkan sendirian.
ADVERTISEMENT
b. Sumartini
Sumartini atau biasa dengan sebutan Tini, adalah istri Tono yang gaya hidupnya modern dan merupakan orang yang cukup terkenal ketika ia masih kuliah. Sumartini pada masa lalu, pernah menyerahkan keperawanannya kepada Hartono, sehingga membuat Tini menjadi acuh tak acuh terhadap pria setelah kejadian tersebut. setelah menikah dengan Tono, Sumartini juga merasa bahwa pernikahannya tersebut membuatnya merasa kesepian, dan ia pun memutuskan untuk terlibat dalam kegiatan sosial untuk mencari makna hidup. Setelah mengetahui ketidaksetiaan yang Tono lakukan bersama Yah, Tini mendatangi Yah, tetapi setelah pertemuan itu Tini merasa bahwa Yah lebih cocok untuk suaminya, Tini memutuskan untuk meninggalkan Tono dan pindah ke Surabaya. Sikap acuh Tini dianggap sebagai penyebab ketertarikan Tono pada Yah, dan Tini dianggap lemah karena tidak mampu mengambil keputusan tanpa pengaruh orang lain, terhambat oleh nilai-nilai yang tidak sesuai dengan norma masyarakat. Ia juga tertekan oleh harapan suaminya untuk menjadi istri yang tradisional.
ADVERTISEMENT
c. Rohayah
Rohayah, yang memiliki nama dan sebutan lain sebagai Nyonya Eni atau Siti Hayati disingkat dengan sebutan Yah, adalah teman Tono dari Sekolah Rakyat dan kemudian menjadi simpanannya serta penyanyi keroncong terkemuka. Setelah Tono menyelesaikan pendidikan, Yah terpaksa menikah dengan pria yang dua puluh tahun lebih tua dan dibawa ke Palembang. Setelah melarikan diri dan mendapati orang tuanya meninggal, ia berpindah ke Batavia, di mana ia menjadi pelacur dan penyanyi keroncong. Ketika mengetahui bahwa Tono telah menjadi dokter di Batavia (Jakarta), ia menggoda Tono dan membuat Tono jatuh cinta padanya, dan mereka saling mencintai satu sama lain. Pada saat perselingkuhannya diketahui, Tini mendatangi Yah, dan Yah menceritakan semua kejadiannya kepada Tini. Setelah pertemuan itu, Rohayah lebih memilih untuk pergi karena takut Tono akan diremehkan jika menikah dengannya, karena dahulu Yah adalah seorang simpanan dan pelacur. Yah kemudian pindah ke Kaledonia Baru. Sebelum pergi, Yah memberikan sepucuk surat dan piringan untuk bisa di dengarkan oleh Tono dengan harapan Tono akan mengenangnya hingga akhir.
ADVERTISEMENT
Keindahan novel ini tak hanya terletak pada isinya, tetapi juga pada majas simile yang terkandung hingga dapat membuat makna menjadi lebih kompleks. Pada setiap halaman, armijn pane mengajak para pembaca untuk merenungi dan membuat pembaca terinspirasi oleh kisah yang telah disuguhkan.
Novel Belenggu ini menghadirkan perspektif yang mendalam tentang betapa berharganya menghargai dan mencintai orang-orang terdekat kita. Novel ini juga mengajarkan kita pentingnya untuk mengungkapkan curahan hati kepada pasangan agar tidak menjadi masalah yang menumpuk dan besar untuk dikemudian hari. Dengan alur ceritanya yang kaya dan penuh nuansa, armijn pane mengingatkan kepada pembaca untuk selalu menjaga rasa hormat dan komunikasi yang baik dengan pasangan agar tidak terganggu oleh pengaruh luar, kita juga harus berusaha menjaga cinta yang ada dalam sebuah hubungan, karena sudah sepantasnya bagi insan yang sudah bersuami istri untuk saling menumbuhkan cinta yang tulus pada satu sama lain pada benak hati mereka. Armijn Pane dengan cermat mengungkapkan bahwa kehidupan rumah tangga yang ideal seharusnya dibangun di atas fondasi cinta yang tulus, rasa bersyukur, saling menghargai dan menjaga Marwah antar pasangan.
ADVERTISEMENT